اَلَّذِيْنَ آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَتْلُوْنَهُ حَقَّ تِلاَوَتِهِ أُولَئِكَ يُؤْمِنُوْنَ بِهِ
"Orang-orang yang Kami datangkan kepada mereka akan Kitab; yang mereka baca dengan sebenar-benar bacaan, itulah orang-orang yang akan percaya kepadanya." (pangkal ayat 121).
Ayat ini memberi kejelasan kepada kaum Muslimin, bahwasanya apabila mereka membaca Kitab al-Qur'an yang diturunkan kepada mereka dengan perantaraan Nabi s.a.w sebenar-benarnya membaca, yaitu dipahamkan isinya dan diikuti, orang yang semacam itulah yang akan merasai nikmat iman kepadanya.
Kalau kita sambungkan dengan ayat yang sebelumnya , bahwasanya Yahudi dan Nasrani tidak bersenang hati , sebelum orang Islam mengikuti agama mereka, maka orang Islam yang tidak memperhatikan, membaca dan mengikuti al-Qur'an yang akan dapat mengikut agama yang lain itu.
Setengah ahli tafsir mengartikan Yatlunahu dengan membaca. Dan setengah lagi mengartikannya rnengikutinya. Kitapun dapat menggabungkan kedua arti itu , membaca dan mengikuti. Jangan hanya semata-mata dibaca, padahal tidak diikuti. Dan disini ditetapkan lagi, Haqqa tilawatihi, sebenar-benar membaca.
Kalau sekiranya alQur'an pada mulanya diturunkan kepada orang Arab, yang mereka dengan sekali baca saja sudah paham akan artinya, sebab bahasanya sendiri, betapa lagi kita yang bukan orang Arab. Niscaya lebih bergandalah kewajiban kita untuk memahamkan artinya, dan menjadi kewajibanlah bagi orang yang pandai bacaan dan maknanya, mengajarkannya kepada yang belum pandai.
Hendaklah dibaca dengan penuh perhatian, dan mempelajarinya dengan seksama. Pelajari sampai paham. Orang-orang yang demikianlah yang diharap akan beriman kepadanya. Orang yang langsung mempelajari Kitab dengan akal yang bebas , jangan mendengar penafsiran pendeta-pendeta mereka yang telah mengandung maksud lain. Mereka itulah yang diharapkan beriman kepada kebenaran Nabi Muhammad s.a.w..
وَ مَنْ يَكْفُرْ بِهِ
"Dan barangsiapa yang tidak mau percaya kepadanya. "
Yaitu pemuka-pemuka mereka sendiri, pendeta-pendeta mereka yang telah membuat tafsiran lain karena maksud tertentu.
فَأُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُوْنَ
"Itulah orang-orang yang merugi. " (ujung ayat 121).
Rugilah mereka karena tidak rnendapat kebahagiaan hidayat; gelaplah mereka di dalam selubung hawa-nafsu dan kedustaan. Baik oleh karena , mereka, memutar-mutar penafsiran Kitab Suci dari kebenaran, atau karena tidak berani membantah apa yang telah diputuskan olch pendeta-pendeta mereka .
Inipun menjadi i'tibar pula bagi kita kaum Muslimin yang telah 14 abad jarak dengan Nabi kita Muhammad s.a.w Meskipun telah berjarak 14 abad, namun apabila kita mengambil petunjuk Rasulullah s.a.w langsung dari al-Qur'an yang telah beliau bawa, tidaklah kita akan tersesat.
Hanya dengan membaca al-Qur'an dengan sebenar-benar bacaan dan memahamkan maksudnya; hanya. dengan itulah kita akan dapat beriman kepada kebenarannya. Tetapi orang yang membacanya hanya karena mengharapkan pahala , tetapi tidak tahu apa isinya, tidaklah diharap akan mendapat cahaya iman dari dalamnya .
Kemunduran kita kaum Muslimin dalam lapangan agama kita ialah setelah al-Qur'an hanya untuk dibaca-baca cari pahala, tetapi tidak paham apa yang ditulis di dalamnya. Apatah lagi setelah zaman kemunduran timbut gejala dalam kalangan Islam bahwa penafsiran orang yang dinamai Ulamalah yang wajib diperhatikan, karena beliau lebih paham akan al-Qur'an daripada kita orang awam ini.
Seakan-akan keawaman hendak dipertahankan terus-menerus. Apakah si awam tidak berusaha supaya jadi Ulama pula ?
Satu waktu ada pula larangan mengartikan al-Qur'an. Tetapi berpahala membacanya. Orang-orang yang berpikir bebas jadi bertanya-tanya dalam hatinya. Kita sebagai orang Islam ingin mengetahui isi al-Qur'an itu, tetapi kita tidak mempunyai waktu buat belajar bahasa Arab. Kalau begitu apakah baca-baca itu saja yang menjadi kewajiban kita orang Islam ? Apakah kita tidak boleh turut memikirkannya? . Oleh sebab itu penulis "Tafsir" ini sampailah kepada suatu kesimpulan, bahwasanya mengajarkan arti dan maksud al-Qur'an kepada orang Islam yang belum mengerti bahasa Arab, atau yang tidak ada waktu untuk mempelajarinya adalah menjadi kewajiban bagi orang-orang Islam yang mengerti bahasa itu.
Dalam pengalaman saya akhir-akhir ini di Jakarta, adalah berpuluh orang laki-laki dan perempuan Islam yang selama ini mendapat pendidikan di sekolah-sekolah Barat membaca tafsir atau terjemahan al-Qur'an ke bahasa Belanda atau Inggris dan sekarang sudah ada bahasa Indonesia , telah menjadi orang Islam yang tekun, dan bertambah tekun keinginannya mempelajari lebih mendalam .
Meskipun pada mulanya , jangankan mengetahui bahasa Arab, sedangkan tulisannya itu saja mereka tidak tahu. Banyak sekali mereka lebih paham maksud agama dari membaca terjemahan atau tafsir itu, daripada orang-orang yang selalu membaca al-Qur'an mengharapkan dapat pahala, padahal dia tidak tahu apa yang dia baca.
Kadang-kadang dalam pergolakan zaman timbul juga gejala-gejala pengaruh agama lain ke dalam masyarakat Islam, bahwa yang berhak menentukan pemikiran itu hanya para golongan yang digelari Ulama atau Kyai. Tetapi karena membaca keterangan-keterangan Islam dalam bahasa asing, bahwa dalam Islam tidak ada kelas kependetaan yang memutuskan halal-haram sesuatu, maka timbullah semangat mempelajari agama yang merata, dalam kalangan kaum terpelajar.
Inipun menggembirakan. Sebab dengan demikian golongan-golongan yang memang mempunyai keahlian, yang sebenarnya Ulama Islam, dapat memperdalam studinya tentang agama dan pengetahuan umum. Sebab kepada rnereka jugalah orang akan menanyakan jika timbul soal-soal yang musykil sebab keahlian mereka. Bukan sebab mereka yang memutuskan.
Pada permulaan peringatan yang dikhususkan kepada Bani Israil di ayat 40 dahulu, yang mula-mula dikatakan kepada mereka ialah supaya mereka ingat betapa besarnya nikmat yang telah dikaruniakan Tuhan Allah kepada mereka 81 ayat banyaknya, adalah peringatan yang sebagian besar terhadap kepada mereka. Sekarang peringatan itu dikuncikan lagi dengan mengulangi peringatan karunia Tuhan itu sekali 1agi:
KAMU SEDANG MEMBACA
TAFSIR BUYA HAMKA JUZ 1 ALIF LAAM MIIM
SpiritualTafsir AL QUR'AN ini ditulis oleh Almarhum Prof. Dr. Syaikh Haji Abdul Malik bin Abdul Karim Amrullah atau yang biasa dipanggil Buya HAMKA. Beliau adalah salah satu Alim Ulama besar di Indonesia, yang menulis tafsir ini saat Beliau dipenjara oleh Pe...