اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ
“Tunjukilah kami jalan yang lurus” (Ayat 6).
Memimta ditunjuki dan dipimpim supaya tercapai jalan yang lurus. Menurut keterangan setengah ahli tafsir, perlengkapan menuju jalan yang lurus, yang dimohonkan kepada Allah itu ialah: Pertamaal-Irsyad, artinya agar dianugerahi kecerdikan dan kecerdasan, sehingga dapat membedakan yang salah dengan yang benar.
Kedua at-Taufiq, yaitu bersesuaian hendaknya dengan apa yang direncanakan Tuhan.
Ketiga al-Ilham, diberi petunjuk supaya dapat mengatasi sesuatu yang sulit.
Keempat ad-Dilalah, artinya ditunjuk dalil-dalil dan tanda-tanda di mana tempat berbahaya, di mana yang tidak boleh dilalui dan sebagainya. Seumpama tanda-tanda yang dipancangkan di tepi jalan, berbagai macamnya, untuk memberi alamat petunjuk bagi pengendara kendaraan bermotor.
Menurut riwayat Ibnu Abi Hatim darl Ibnu Abbas, menurut beliau yang dimaksud dengan meminta ditunjuki jalan yang lurus, tafsirnya ialah mohon ditunjuki agamamu yang benar.
Menurut beberapa riwayat dari ahli-ahli Hadits, daripada Jabir bin Abdullah yang dimaksud dengan Shirathal Mustaqim ialah Agama Islam. Dan menurut beberapa riwayat lagi, Ibnu Mas’ud mentafsirkan bahwa yang dimaksud denganShirathal Mustaqim ialah Kitab Allah (AL QUR’AN).
Menurut yang dirawikan oleh Imam Ahmad, Tirmidzi, an-Nasa’i, Ibnu Jarir, Ibnul Mundzir, Abu Syaikh, al-Hakim, Ibnu Mardawaihi dan al-Baihaqi sebuah Hadits Rasulullah SAW diriwayatkan daripada an-Nawwas Ibnu Sam’an, pernah Rasulullah SAW berkata, bahwasanya Allah Ta’ala telah membuat satu perumpamaan tentang Shirathal Mustaqim itu: bahwa di kedua belah jalan itu ada dua buah dinding tinggi. Pada kedua dinding tinggi itu ada beberapa pintu terbuka, dan di atas tiap-tiap pintu itu ada lelansir penutup (gordiyn).
Sedang diujung jalan tengah yang lurus (Shirathal Mustaqim) itu ada seorang berdiri memanggil-manggil: “Wahai sekalian manusia, masuklah ke dalam Shirat ini semuanya, jangan kamu berpecah belah”, dan ada pula seorang penyeru dari atas Shirat. Maka apabila.manusia hendak membuka salah satu dari pintu-pintu itu berkatalah dia : “Celaka! Jangan engkau buka itu! Kalau dia engkau buka, niscaya engkau akan terperosok ke dalam.” Maka kata Rasulullah selanjutnya:
“Jalan Shirat itu ialah Islam, dan kedua dinding sebelah menyebelah itu ialah segala batas-batas yang ditentukan Allah. Dan banyak pintu-pintu terbuka itu ialah segala yang diharamkan Allah. Penyeru yang menyeru di ujung jalan itu lalah Kitab Allah, dan penyeru yang menyeru dari atas ialah Wa’izh (Pemberi Nasihat) dari Allah yang ada dalam tiap-tiap diri Muslim“.
Berkata Ibnu Katsir dalam tafsirnya bahwa Hadits ini hasan lagi shahih.
Maka semua penafsiran tadi dapatlah digabungkan menjadi satu Shirathal Mustaqimmemang agama yang benar, dan itulah Agama Islam. Dan sumber petunjuk dalam Islam itu tidak lain ialah AL QUR’AN, dan semuanya dapat diambil contohnya dari perbuatan Nabi Muhammad SAW dan sahabat-sahabat beliau yang utama.
Hanya seorang Ulama saja mengeluarkan tafsir agak sempit, yaitu Fudhail bin Iyadh. Menurut beliau Shirathal Mustaqim ialah jalan pergi naik Haji. Memang dapat menunaikan Haji sebagai rukun Islam yang kelima, dengan penuh keinsafan dan kesadaran, sehingga mencapai Haji yang Mabrur, sudah sebagian daripadaShirathal Mustaqim juga. Apatah bagi orang semacam Fudhail bin lyadh sendiri, adapun bagi orang lain belum tentu naik Haji itu menjadiShirathal Mustaqim, terutama kalau dikerjakan karena riya, mempertontonkan kekayaan, mencari nama, atau sebagai politik untuk mencari simpati rakyat yang bodoh.
KAMU SEDANG MEMBACA
TAFSIR BUYA HAMKA JUZ 1 ALIF LAAM MIIM
SpiritualTafsir AL QUR'AN ini ditulis oleh Almarhum Prof. Dr. Syaikh Haji Abdul Malik bin Abdul Karim Amrullah atau yang biasa dipanggil Buya HAMKA. Beliau adalah salah satu Alim Ulama besar di Indonesia, yang menulis tafsir ini saat Beliau dipenjara oleh Pe...