الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ فِرَاشًا وَالسَّمَاءَ بِنَاءً وَأَنزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجَ بِهِ مِنَ الثَّمَرَاتِ رِزْقًا لَّكُمْ فَلَا تَجْعَلُوا لِلَّهِ أَندَادًا وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ
“Yang telah menjadikan untuk kamu akan bumi, jadi hamparan…” (pangkal Ayat 22).
Pikirkanlah olehmu, hai manusia, akan ciptaan Tuhanmu itu. Terbentang luas sehingga kamu bisa hidup makmur di atas hamparan-Nya itu.
“…dan langit sebagai bangunan…” (tengah Ayat 22).
Yang dapat dirasakan melihat awannya yang bergerak di waktu siang dan bintangnya yang gemerlap di waktu malam dan mataharinya yang memberikan sinar dan bulannya yang gemilang cahaya.
“…dan diturunkannya air dari langit,…” (tengah Ayat 22).
Dari atas.
“…maka keluarlah dengan sebabnya buah-buahan, rezeki bagi kamu,…” (tengah Ayat 22).
Maka pandanglah dan renungkanlah itu semuanya, sejak dari buminya sampai kepada langitnya, sampai kepada turunnya air hujan menyuburkan bumi itu.
Teratur turunnya hujan menyebabkan suburnya apa yang ditanam. Kebun subur, sawah menjadi, dan hasil tanaman setiap tahun dapatlah diambil buat dimakan. Pikirkanlah dan renungkanlah itu semuanya, niscaya hati sanubari akan merasa bahwa tidak ada orang lain yang sekasih, sesayang itu kepadamu.
Dan tidak ada pula kekuasaan lain yang sanggup berbuat begitu: menyediakan tempat diam bagimu, menyediakan air dan menumpahkan bahan makanan yang boleh dikatakan tidak membayar. Sehingga jika terlambat hujan turun dari jangka yang terbiasa, tidaklah ada kekuatan lain yang sanggup mencepatkan datangnya.
“…maka janganlah kamu adakan bagi Allah sekutu-sekutu, padahal kamu mengetahui.” (ujung ayat 22).
Tentu kalau telah kamu pakai pikiranmu itu, mengetahuilah kamu bahwa Yang Maha Kuasa hanyalah Dia sendirinya. Yang menyediakan bumi buat kamu hanya Dia sendirinya, yang menurunkan hujan, menumbuhkan dan menghasilkan buah-buahan untuk makananmu hanya Dia sendirinya.
Sebab itu tidaklah pantas kamu buatkan untuk Dia sekutu yang lain. Padahal kamu sendiri merasa bahwa tidak ada yang lain itu berkuasa. Yang lain itu cumalah kamu bikin-bikin saja.
Ayat ini akan diikuti lagi oleh banyak Ayat yang lain, yang nadanya menyeru dan membangkitkan perhatian manusia terhadap alam yang berada sekelilingnya. Ayat ini telah menunjukkan kehidupan kita di atas bumi yang subur ini, menyambung keturunan dari nenek-moyang kita.
Dikatakan di sini bahwa bumi adalah hamparan, artinya disediakan dan dikembangkan laksana mengembangkan permadani, dengan serba-serbi keseluruhannya. Dan di atas kita terbentanglah langit lazuardi, laksana satu bangunan besar. Di atas langit itu terdapat matahari, bulan dan bintang dan awan gumawan dan angin yang berhembus sejuk. Lalu diterangkan pula bahwa kesuburan bumi adalah karena turunnya hujan dari langit, artinya dari atas.
Ayat ini menyuruh kita berpikir dan merenungkan, diikuti dengan merasakan. Bukanlah kemakmuran hidup kita sangat bergantung kepada pertalian langit dengan bumi lantaran hujan? Adanya gunung-gunung dan kayu kayuan, menghambat air hujan itu jangan tumpah percuma saja ke laut, tetapi tertahan-tahan dan menimbulkan sungai-sungai. Setengahnya terpendam ke bawah bumi menjadi persediaan air. Pertalian langit dengan bumi, dengan adanya air hujan itu teratur dengan sangat rapinya, sehingga kehidupan kita di atas bumi menjadi terjamin.
Ayat ini menyuruh renungkan kepada kita, bahwasanya semuanya itu pasti ada yang menciptakan: itulah Allah. Tak mungkin ada kekuasaan lain yang dapat membuat aturan setertib dan seteratur ini. Sebab itu maka datanglah ujung Ayat mengatakan tidaklah patut kita menyembah kepada Tuhan yang lain, selain Allah.
Kamu sudah tahu bahwa yang menghamparkan bumi dan membangun langit, lalu menurunkan hujan itu tidak dicampuri oleh kekuasaan yang lain.
Di sini kita bertemu lagi dengan apa yang telah kita tafsirkan di dalam Surat AL FAATIHAH. Di Ayat 21 kita disuruh menyembah Allah, itulahTauhid Uluhiyah: penyatuan tempat menyembah. Sebab Dia yang telah menjadikan kita dan nenek-moyang kita: tidak bersekutu dengan yang lain. Itulah Tauhid Rububiyah.
Di Ayat 22 ditegaskan sekali lagi Tauhid Rububiyah, yaitu Dia yang menjadikan bumi sebagai hamparan, menjadikan langit sebagai bangunan dan Dia yang menurunkan hujan, sehingga tumbuhlah tumbuh-tumbuhan untuk rezeki bagi kamu. Ini adalah Tauhid Rububiyah. Oleh sebab itu janganlah disekutukan Allah dengan yang lain: itulah Tauhid Uluhiyah.
Maka pelajaran Tauhid didapat langsung dari melihat alam. (HAMKA)
KAMU SEDANG MEMBACA
TAFSIR BUYA HAMKA JUZ 1 ALIF LAAM MIIM
SpirituellesTafsir AL QUR'AN ini ditulis oleh Almarhum Prof. Dr. Syaikh Haji Abdul Malik bin Abdul Karim Amrullah atau yang biasa dipanggil Buya HAMKA. Beliau adalah salah satu Alim Ulama besar di Indonesia, yang menulis tafsir ini saat Beliau dipenjara oleh Pe...