وَ إِذْ قُلْتُمْ يَا مُوْسَى لَن نُّؤْمِنَ لَكَ حَتَّى نَرَى اللهَ جَهْرَةً"Dan (ingatlah) tatkala kamu berkata kepada Musa: Wahai Musa! Tidaklah kami mau percaya kepada engkau, sehingga kami lihat Allah itu dengan terang. " (pangkal ayat 55).
Ingatlah hai Bani Israil, bahwa setelah nenek-moyang kamu itu membuat berhala anak lembu sampai disuruh taubat dengan membunuh diri, janganlah kamu sangka bahwa mereka telah berhenti hingga itu saja. Patutlah hal itu menjadi peringatan bagi yang lain. Tetapi tidak! Kesalahan yang lain berulang lagi; ada pula yang berani berkata kepada Nabi Musa a.s., tidak beberapa lama sesudah itu, bahwa mereka belum hendak percaya kepada apa yang diperintahkan oleh Musa a. s., sebelum Musa a.s. memperlihatkan Allah itu terang-terang kepada mereka.
Apakah lantaran mereka tidak juga percaya bahwa Allah Ta'ala itu ada ? Mereka telah percaya, tetapi kepada Musa lah mereka tidak mau percaya kalau Musa a.s. tidak mau mempertemukan mereka pula dengan Allah, sebagaimana Musa a.s. sendiri telah bertemu.
Mengapa Musa a.s. dan Harun a.s. saja yang boleh bertemu dengan Allah dan bercakap dengan Allah terang-terangan ? Bukankah nikmat Allah itu harus rata ? Semua kita ini keturunan Israil, dari Ishak a.s. dan dari Ibrahim a.s.; mengapa maka Musa a.s. dan Harun a.s. saja harus lebih ? Kamipun berhak sebagai keturunan Ibrahim a. s., Ishak a. s. dan Ya'qub a.s. untuk melihat Allah terang-terangan.
Perkataan ini mereka nyatakan lagi setelah Nabi Harun a.s. meninggal dan hanya tinggal Nabi Musa a.s. menghadapi mereka. Akhirnya tentu kamu masih ingat, hai Bani Israil bahwa moyang moyangmu yang berani berkata demikian mendapat hukum setimpal dari Allah:
فَأَخَذَتْكُمُ الصَّاعِقَةُ وَأَنتُمْ تَنظُرُوْنَ
"Maka ditimpalah kamu oleh gempa, dan kamupun melihat sendiri. " (ujung ayat 55).
Di dalam kitab mereka (Kitab Bilangan, Pasal 16) disebutkan, bahwa setelah mereka mengucapkan kata demikian, murka Allah turun, bumipun belah, maka tenggelamlah orang-orang yang ingin melihat Allah itu ke dalam belahan bumi itu, dan menyalalah api dari sudut yang lain, nyala api itu menjilat kemah dan banyaklah pula yang mati terbakar. Yang lain, yang tidak turut dalam gerak yang jahat itu menyaksikan sendiri segala kejadian itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
TAFSIR BUYA HAMKA JUZ 1 ALIF LAAM MIIM
SpiritualTafsir AL QUR'AN ini ditulis oleh Almarhum Prof. Dr. Syaikh Haji Abdul Malik bin Abdul Karim Amrullah atau yang biasa dipanggil Buya HAMKA. Beliau adalah salah satu Alim Ulama besar di Indonesia, yang menulis tafsir ini saat Beliau dipenjara oleh Pe...