الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنفِقُونَ
"Mereka yang percaya kepada yang ghaib, dan mereka yang mendirikan sembahyang, dan dari apa yang Kami anugerahkan kepada mereka, mereka dermakan" (Ayat 3).
Lalu diterangkan sifat atau tanda-tanda dari orang yang bertakwa itu, yang kita dapat menilik diri kita sendiri supaya memenuhinya dengan sifat-sifat itu.
Inilah tiga tanda pada taraf yang pertama.
Percaya pada yang ghaib. Yang ghaib ialah yang tidak dapat disaksikan oleh pancaindera: tidak nampak oleh mata, tidak terdengar oleh telinga, yaitu dua indera yang utama dari kelima (panca) indera kita. Tetapi dia dapat dirasa adanya oleh akal. Maka yang pertama sekali ialah percaya kepada Allah, zat yang menciptakan sekalian alam, kemudian itu percaya akan adanya hari kemudian, yaitu kehidupan kekal yang sesudah dibangkitkan dari maut.
Iman yang berarti percaya, yaitu pengakuan hati yang terbukti dengan perbuatan yang diucapkan oleh lidah menjadi keyakinan hidup. Maka iman akan yang ghaib itulah tanda pertama atau syarat pertama dari takwa tadi.
Kita sudah sama tahu bahwa manusia itu dua juga coraknya: pertama orang yang hanya percaya kepada benda yang nyata, dan tidak mengakui bahwa ada pula di balik kenyataan ini sesuatu yang lain. Mereka tidak percaya ada Tuhan atau Malaikat, dan dengan sendirinya mereka tidak percaya akan ada lagi hidup akhirat itu.
Malahan terhadap adanya nyawapun, atau roh, mereka tidak percaya. Orang yang seperti ini niscaya tidak akan dapat mengambil petunjuk dari AL QUR'AN. Bagi mereka koran pembungkus gula sama saja dengan AL QUR'AN.
Kedua ialah orang-orang yang percaya bahwa di balik benda yang nampak ini, ada lagi hal-hal yang ghaib. Bertambah banyak pengalaman dalam arena penghidupan, bertambah mendalamlah kepercayaan mereka kepada Yangghaib itu.
Kita kaum Muslimin yang telah hidup empat belas abad sesudah wafatnya Rasulullah SAW dan keturunan-keturunan kita yang akan datang di belakangpun Insya Allah, bertambah lagi keimanan kepada yang ghaib itu, karena kita tidak melihat wajah beliau. Itupun termasuk iman kepada yang ghaib.
Maka tersebutlah pada sebuah hadits yang dirawikan oleh Imam Ahmad, ad-Darimi, al-Baqawardi dan Ibnu Qani di dalam Majma'ush-Shahabah, dan ikut juga merawikan Imam Bukhari di dalam Tarikhnya, dan at-Thabarani dan al-Hakim, mereka meriwayatkan daripada Abi Jum'ah al-Anshari:
"Berkata dia (Abu Jum'ah al-Anshari): Aku bertanya ya Rasulullah! Adakah suatu kaum yang lebih besar pahalanya dari pada kami padahal kami beriman kepada engkau dan kami mengikuti akan engkau? Berkatalah beliau: Apalah akan halangannya bagi kamu (buat beriman kepadaku), sedang Rasulullah ada di hadapan kamu, dan datang kepada kamu wahyu (langsung) dari langit. Tetapi akan ada lagi suatu kaum yang akan datang, sesudah kamu, datang kepada mereka Kitab Allah yang ditulis di antara dua Luh, maka merekapun beriman kepadaku dan mereka amalkan apa yang tersebut di dalamnya. Mereka itu adalah lebih besar pahalanya daripada kamu".
Dan mengeluarkan pula at-Thayalisi, Imam Ahmad, dan Bukhari di dalam Tarikhnya, at-Thabarani dan al-Hakim, mereka riwayatkan daripada Abu Umamah al-Baihili:
"Berkata dia (Abu Umamah), berkata Rasulullah SAW "Bahagialah bagi siapa yang melihat aku dan beriman kepadaku, dan bahagia (pulalah) bagi siapa yang beriman kepadaku, padahal dia tidak melihat aku (tujuh kali)".
Hadist ini dikuatkan lagi oleh yang dirawikan Imam Ahmad, Ibnu Hibban dari Abu Said al-Khudri:
KAMU SEDANG MEMBACA
TAFSIR BUYA HAMKA JUZ 1 ALIF LAAM MIIM
SpiritualTafsir AL QUR'AN ini ditulis oleh Almarhum Prof. Dr. Syaikh Haji Abdul Malik bin Abdul Karim Amrullah atau yang biasa dipanggil Buya HAMKA. Beliau adalah salah satu Alim Ulama besar di Indonesia, yang menulis tafsir ini saat Beliau dipenjara oleh Pe...