مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ
“Yang menguasai Hari Pembalasan” (ayat 4).
Kita artikan “Yang menguasai”, apabila Maliki kita baca dengan memanjangkan Ma pada Maliki. Dan kita artikan “Yang Empunya Hari Pembalasan”, kalau kita baca hanya Maliki saja dengan tidak memanjangkanya.
Di sini dapatlah kita memahamkan betapa arti ad-din. Kita hanya biasa memberi arti ad-din dengan agama. Padahal diapun berati pembalasan. Memang menurut Islam segala gerak-gerik hidup kita yang kita laksanakan tidak lepas dari lingkungan agama, dan tidak lepas dari salah satu hukum yang lima: wajib, sunnat, haram, makruh, dan jaiz.
Dan semuanya kelak akan diperhitungkan dihadapan hadirat Tuhan di akhirat: baik akan diberi pembalasan yang baik, buruk akan diberl pembalasan yang buruk. Dan yang memberikan itu adalah Tuhan sendirl, dengan jalan yang seadil-adilnya.
Apabila kita telah membaca sampai di sini, timbulah perimbangan perasaan dalam kalbu kita. Jika tadi seluruh jiwa kita telah diliputi oleh rasa Rahmat, pancaran Rahman dan Rahim Tuhan, maka dia harus dibatasi dengan keinsafan, bahwa betapapun Rahman- dan Rahim-Nya namun Dia adil juga.
Memang ada manusia yang karena amat mendalam rasa Rahmat dalam dirinya, dan meresap ke dalam jiwanya kasih sayang yang balas membalas, memberi dan menerima dengan Tuhan, lalu dia beribadat kepada Tuhan dan berbuat bakti.
Tetapi ada juga manusia yang tidak menghargai dan tidak memperdulikan Rahman dan Rahim Tuhan, jiwanya diselimuti oleh rasa benci, dengki, khizit dan khianat. Tidak ada rasa syukur, tidak ada terima-kasih. Jahatnya lebih banyak dari baiknya. Kadang-kadang pandai dia menyembunyikan keadaan yang sebenarnya. Sampai dia mati keadaan tetap demikian. Tentu ini pasti mendapat pembalasan.
Di dunia ini yang ada hanya penilaian, tetapi tidak ada pembalasan manusia. Banyak manusia tercengang melihat orang zalim dan curang, tetapi oleh karena “pandainya” main, tidak berkesan meskipun orang tahu juga. Dan banyak pula orang yang jujur, berbuat baik, namun penghargaan tidak ada. Atau sengaja tidak dihargai karena pertarungan-pertarungan politik.
Di dunia ini tidak ada pembalasan yang sebenarnya dan di sini tidak ada perhitungan yang adil:
Dan mata keridhaan gelap tidak melihat cacat sebagai juga mata kebencian hanya melihat yang buruk saja.
Maka apabila Ar-Rahman dan Ar-Rahim telah disambungkan dengan Maliki yaumiddin, barulah seimbang pengabdian dan pemujaan kita kepada Tuhan. Hidup tidak berhenti hingga kini saja, akan ada sambungannya lagi, yaitu hari pembalasan, hari agama yang sebenarnya. Kita memuji Allah pemelihara seluruh alam dan pendidiknya, kita memuji-Nya, karena Rahman- dan Rahim-Nya dan kitapun memuji-Nya, karena buruk dan baik yang kita kerjakan di dunia ini tidak terbuang percuma, melainkan akan diperhitungkan dan dibalasi dengan adil di akhirat.
Kalau sudah kita rasai dan kita percaya bahwa Dia Maha Pemurah dan Penyayang, tetapi juga dapat berlaku keras kepada yang melanggar sebab dia menguasai penuh akan hari pembalasan, bagaimana sikap manusia lagi? Dan kemana kita hendak membelok lagi? Masih adakah Tuhan lain yang seperti itu? Tidak ada! Kita mengharapkan kasih sayang dan kemurahan-Nya, dan kitapun takut akan pembalasan-Nya. Jiwa kita terombang di antarakhauf, artinya takut, dan raja’, artinya harap. (HAMKA)
KAMU SEDANG MEMBACA
TAFSIR BUYA HAMKA JUZ 1 ALIF LAAM MIIM
SpiritualTafsir AL QUR'AN ini ditulis oleh Almarhum Prof. Dr. Syaikh Haji Abdul Malik bin Abdul Karim Amrullah atau yang biasa dipanggil Buya HAMKA. Beliau adalah salah satu Alim Ulama besar di Indonesia, yang menulis tafsir ini saat Beliau dipenjara oleh Pe...