Don't! #16

1.1K 88 22
                                    

Mia belum pernah merasakan tekstur halus tangan itu. Ia bertanya-tanya siapa. Tangan yang menutupi mata Mia perlahan melepaskan diri. Mia berbalik dan melihat Vinales sedang tersenyum jahil padanya.

"Vinales! Tanganmu itu terlalu lembut untuk ukuran seorang pembalap." Mia tersenyum. Vinales terlihat gagah mengenakan seragam bertuliskan Yamaha dan topi berlambang M di kepalanya. Tidak kalah gagah dengan Marc. Why is she compared them both now? Isn't funny?

"Bagaimana kabarmu? Seharusnya kau datang lebih awal dan melihatku beraksi di atas Yamaha M1."

"Maaf Mack, aku ada masalah di jalan. Jadi aku terlambat, tapi lain kali aku pasti akan datang lebih awal."

"Kau pasti datang bersama mereka bukan?" tunjuk Vinales kebelakang dengan jempol kirinya.

"Mmh ... bagaimana kau tahu?" Mia menatap jauh ke belakang dan menemukan fakta bahwa Marc sedang menatapnya.

Ya, Marc sedang menatap Mia dan Vinales yang sedang berbicara. Sepertinya ia sudah siap untuk menjelajah sirkuit dengan motonya, terlihat bagaimana Marc menunggangi motornya yang sudah siap. Tetapi ia memilih sejenak berhenti di depan, untuk melihat Mia dan Vinales yang tertangkap basah sedang melakukan pertemuan rahasia. Dalam benak Marc pasti menggerutu, oh ini ya teman Mia yang dibicarakan?

"Ayo ku tunjukkan seisi paddock dan kuajari kau istilah dalam MotoGP." Tangan Vinales menggenggam tangan Mia dan diajaknya ia masuk ke dalam istana barunya.

Mia mengekor Vinales sembari ia merelakan tangannya untuk ditarik pria itu. Mia menoleh ke belakang, tidak ada lagi seorang Marc dan motornya kecuali orang-orang dari Honda.

"Wow, ini hebat," puji Mia setelah berhasil masuk. Tidak jauh berbeda dari isi paddock milik Marc tetapi disini lebih tertata rapi. Atau Mia saja yang tidak teliti setelah masuk ke paddock milik Marc? Anehnya lagi, tidak ada siapapun di dalam paddock milik Vinales.

"Dimana semua orang?" tanya Mia penasaran.

"Mereka sedang beristirahat. Aku bersama mereka ingin ke kantin belakang, tetapi setelah melihatmu yang berjalan sendirian, aku menghampirimu." Hanya anggukan yang Mia lontarkan.

"Ini motor kesayanganku. Yamaha M1. Dia akan menjadi yang tercepat musim depan." Vinales menunggangi motornya dan bergaya seakan-akan ia sedang berada di lintasan. Mulutnya pun ia bunyikan seperti bunyi motornya. Seperti anak-anak saja. Mia tertawa pelan melihat hal tersebut.

"Kau terlihat keren, Mack. Kiara pasti bangga padamu," ucapan Mia membuat Vinales terdiam untuk sejenak.

"Kami tidak ada hubungan lagi." Vinales turun dari motornya dan memakai jaket dari tim biru.

"Ap-apa? Benarkah? Kapan?" Mia membelalakkan matanya seakan-akan ia mengenal Kiara. Sang gadis juara dunia motocross.

"Sejak aku bertemu seseorang dan hampir menabraknya di depan museum." Vinales berjalan keluar dari pintu paddock belakang. Seperti yang ia duga, tanpa disuruh pun Mia mengekor di belakang. Gadis itu mati penasaran.

"Yang kau maksud itu aku? Maaf ya, tetapi aku tidak pernah menggoda mu atau mengusik hubungan kau dan Kiara, Maverick Vinales." Mia menekankan kalimat akhir.

"Oke, bagaimana bisa kau mengenal Marc Marquez?" Maverick menghentikan langkahnya dan berbalik menatap Mia.

Kalaupun reflek Mia sedang lengah sedikit saja, mesti hidungnya sudah menabrak Vinales yang lebih tinggi sedikit darinya siang itu. Entah, mungkin karena faktor sepatu yang Vinales pakai.

"Itu bukan masalahmu. Aku tidak akan menceritakannya, nanti kau malah ngebet mengejarku dan bertambah suka padaku. Jadi ribet tuh kan urusannya." Mia memajukan bibirnya ke depan dan menyilangkan tangan.

Vinales tersenyum puas karena berhasil menggoda gadis itu.

"Kau ini, mana mungkin aku memutuskan pacarku hanya karena aku bertemu yang lebih cantik darinya. Aku hanya ingin lebih fokus merebut juara dunia musim nanti." Mia ikut memperagakan bagaimana Vinales berbicara karena mood-nya sudah terlanjur hancur.

"Apakah semua pembalap egois seperti itu? Memutuskan sebuah hubungan hanya karena ingin fokus balapan? Ayolah, kalau kau memang benar-benar ingin fokus balapan, tidak seharusnya kau memutuskan perasaan Kiara. Karena yang aku tahu, perasaan tidak bisa dibandingkan dengan apapun di dunia ini," ceramah Mia panjang lebar, cepat, dan akurat.

"Apakah kau memang se-istimewa ini?" tanya Vinales setelah mendengar ceramah dan tiba-tiba merasakan betapa spesialnya gadis seperti Mia.

"Apa maksud mu?" secepat emak-emak naik motor di jalanan, Vinales sudah meremas lembut bibir Mia. Tangan kirinya bergerak cepat meraih tengkuk untuk mendekatkan wajah Mia padanya.

Mia mendelikkan matanya, apa yang sedang terjadi? Kenapa wajah Vinales dekat sekali dengan pandangan matanya? Bibir Mia yang ranum merasakan kehangatan disana. Tangan kanan Vinales menggapai pinggang Mia agar tubuh gadis itu bisa ia dekap.

Lama mereka dalam posisi seperti itu, Vinales merasakan jika Mia belum bisa menikmatinya. Ia melepasnya dan menatap dalam pada mata nya.

"Aku anggap itu sebagai pernyataan perasaan hatiku padamu, tetapi aku juga menyadari bahwa kau belum sepenuhnya siap untuk menjadi milikku," Vinales berbisik di telinga Mia.

Deru nafas Vinales dapat Mia rasakan. Ia menatap bibir yang sangat dekat dengannya itu. Vinales menge-tes sebuah perasaan dengan ciuman? Dasar manusia mencuri kesempatan dalam kesempitan.

Tidak! Mia tidak ingin kembali mencicipi nya, ia tidak ingin tersesat lebih dalam ke sebuah hutan permasalahan yang tidak ia tahu jalan keluarnya.

"Terima kasih untuk tur MotoGP nya. Aku ada urusan yang harus dikerjakan." Satu langkah ke belakang, Mia putuskan dan berjalan perlahan untuk menghindar dari hadapan Vinales.

"Aku tidak akan memaksamu, Mia," seru Vinales. Mia yang mendengar itu berusaha untuk tidak menggubrisnya. Ia tidak tahu lagi apa yang terjadi pada dirinya.

"Kalaupun untuk bisa bersama mu hanya dengan cara merelakan harga diriku, aku siap di cap sebagai orang ketiga dalam hubunganmu dengan Steve." Pernyataan VInales sukses menghentikan langkah Mia. Ia berhenti sekitar sembilan langkah dari posisi awal. Ia harap Vinales tidak berjalan mendekatinya lagi.

Mia tidak tahan dan berbalik menatap Maverick dalam-dalam.

"Aku senang mendengar itu darimu, Mack. Tetapi di suatu tempat, seseorang masih berusaha melupakanmu dengan kesanggupannya yang nyaris tak ada," tegas Mia.

"Aku rela menunggu mu asal pada akhirnya detik ditukar temu selama yang Tuhan mau." Mia tersenyum manis mendengarnya dan kembali melangkahkan kaki.

Pikirannya runyam. Ia tidak fokus, Mia butuh Aqua. Eh. Apakah ini semua karena kata-kata Vinales ataukah karena ciumannya? Layaknya virus, otak Mia seperti berhenti berpikir. Tidak sadar sudah berapa jauh dirinya berjalan, kini ia melihat Jose sedang berdiri menunggunya.

Mia sudah siap dengan segala persenjataan kata-kata untuk membalas nyinyiran dari pria bermulut wanita itu. Huh!

"Kau baru saja menemui anak baru tim Yamaha, huh? Bagaimana rasanya, apa kau langsung menyukainya setelah kau ber—" tanya Jose dengan nada sinis.

"Apa kau juga ingin aku mencium mu dan membuka pakaianku di depanmu seperti penari strip? Ironis sekali ternyata kau sahabat dari sang juara dunia MotoGP," balas Mia menatap tajam dan kembali melangkahkan kaki untuk masuk paddock dari pintu belakang.

"Marc mencarimu tadi, ia terus bertanya pada semua orang di dalam." Mia anggap dirinya sudah menang karena berhasil membungkam Jose selama beberapa detik. Ternyata pria itu masih saja berani berbicara.

Mi Corazone (Marc Marquez Fanfict)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang