Catalonia #6

1.8K 115 4
                                    

Robert berpangku tangan di atas meja resepsionis mengamati Mia yang juga sedang berpangku tangan mengamati kakinya. Cara duduk Mia sangat tidak dibenarkan untuk seorang wanita yang duduk di lobby. Robert yakin pasti pikiran Mia sedang melanglang di luar sana.

"Aku tahu tidak banyak orang yang keluar hari ini. Tapi kau duduk dengan kaki diatas meja itu termasuk penghinaan terhadap dirimu sendiri," celetuk Robert. Tak ada jawaban dari Mia. Ia masih berpangku tangan sampai bibirnya monyong ke segala arah.

"Apa kau sudah mengobati kakimu?"

"Ya. Aku sudah menghabiskan empat balok es dan sepuluh lidah buaya," balas Mia dengan suara serak.

"Darimana kau dapatkan semua itu?"

"Dari resepsionis pria sebelum kau tadi malam." Mia melirik hapenya yang terletak tidak jauh dari kakinya itu. Tidak ada dering dari siapapun.

"Kau menunggu panggilan dari siapa?" Mia setengah kaget karena tanpa suara langkah kaki melangkah, Robert sudah duduk di depannya.

"Bukan siapa-siapa."

"Pasti seorang pria yang kau temui semalam, 'kan?" Mia membelalakkan matanya.

"Bagaimana kau tahu? Kau melihatnya?" tanya Mia setengah berteriak karena saking terkejutnya.

"Aku hanya menebak. Dalam catatan pun kau sepertinya pulang larut tadi malam. Kurasa kau pasti berkenalan dengan seorang pria. Apa kau yakin sudah memberinya nomormu?"

Mia mencoba mengingat-ingat. Berlarian, kakinya lecet, dirinya digendong, duduk di atas jembatan, terjatuh bersama, dan pada akhirnya ia teringat jika ia memberi nomor. Mia menjentikkan jarinya teringat.

"Kau memberinya nomormu?" Robert berantusias.

"Aku memberinya nomor-nomor tanggal lahirku." Robert menepuk jidat lebarnya.

"Huft, aku benar-benar butuh sesuatu untuk menghilangkan kegondokanku karena acara itu." Mia memperbaiki posisi duduknya.

"Aku bisa memberimu tempat-tempat ideal yang menawarkan keindahan Spanyol." Mia menoleh pada Robert yang sedang menaik turunkan alisnya. Huu dasar pria berbibir makelar.

***

Mia mengamati barisan tulisan yang ada di buku catatannya bersampul coklat muda. Ia teringat akan pesan-pesan dari Robert sebelum dirinya meninggalkan hotel. JIka Mia butuh pertolongan, Mia hanya tinggal membuka hapenya dan menelfon Robert, dan Robert akan menelfon teman yang ia kenal yang dekat dengan lokasi itu.

Sebenarnya Robert menuliskan beberapa destinasi tempat indah di tempat itu beserta alamatnya di selembar kertas dan memfotonya. Tetapi karena perihal 'kesehatan mata', Mia rela menulis kembali tulisan-tulisan yang membuat mata terasa terbakar ketika melihatnya karena seperti tulisan cekeran naga.

Mia mengamati sekitar. Ia berada di sebuah lokasi dimana mata memandang hanya rumah-rumah dan bangunan, memang ada kendaraan yang berlalu lalang tetapi kumpulannya bisa dihitung. Ia sudah bersiap dengan mengenakan topi bak Indiana Jones, kaos putih tipis, dan celana adventure selutut juga sepatu khusus yang ia pinjam dari Robert. Bahkan tas yang ia pinjam dari Robert terasa enteng karena Mia hanya membawa minuman, roti dan sapu tangan. Ironis.

Mata Mia menangkap sebuah bangunan besar berwarna merah tua dengan bintik-bintik seperti polkadot tetapi berwarna putih, yang tidak jauh dari posisi dirinya berdiri. Ditambah bangunan itu berwarna merah berkubah bulat transparan dengan telur raksasa yang berjejer di atasnya, diselingi dengan patung-patung keemasan mirip piala Oscar. Oh jadi inikah yang dibicarakan Robert di telfon saat perjalanan di kereta tadi?

Mi Corazone (Marc Marquez Fanfict)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang