I Don't Want To Know #37

877 72 15
                                    

Mimpi itu semakin menjadi. Mia melirik ke arah samping dari tempat ia duduk. Ada Marc disana, ia sedang memegangi jamnya sesekali mengetuk-ngetuk kaca mika yang menutupinya. Tak jarang mata elangnya itu melirik ke arah handphone yang tergeletak tak berdaya.

Dari wajahnya, Marc tidak berubah. Masih saja dengan senyuman manisnya, mata elangnya, dan suaranya yang khas. Hanya saja sepertinya ia baru saja merapikan rambutnya dengan cara bercukur.

Mia mengedarkan pandangan. Entah dia berada di jalan dan alamat mana. Satu yang ia tahu pasti, kini ia berada di sebuah restoran terbuka di Paris. Mia terkagum dengan indahnya menara yang disebut Eiffel tersebut. Terdengar arus air di bawah kakinya, sepertinya ia berdiri di atas jembatan sebuah sungai. Marc melirik ke arahnya sedetik kemudian.

"Seperti apa ya dia?" tanya Marc sembari tersenyum. Sepertinya saat berbicara biasa pun, Marc tidak bisa menyembunyikan senyumnya. Sungguh manusia yang penuh senyum.

"Marc, aku minta maaf," ucap Mia lirih. Tapi sepertinya Marc didepannya tidak menggubris ucapannya. Ekspresi wajahnya masih seperti mendengarkan pembicaraan orang. Tetapi kan Mia tidak berbicara lebih dari tiga kata.

"Apa? Kau akan pergi dan bersembunyi dari sini?" balas Marc lagi. Ya, Marc sedang berbicara dengan seseorang. Tubuh Mia tidak bisa ia gerakkan, sepertinya Mia berperan menjadi seseorang saat ini entah siapa. Dan, apa yang sedang ia alami sekarang?

"Tidak bisakah kau bersamaku disini? Bertemu Angela?" Marc menyebut salah satu nama. Angela? Oh tunggu, benarkah Angela yang menjadi cinta lain untuk Marc?

Mia bergerak dengan sendirinya dan masuk ke dalam restauran di bagian dalam memandangi Marc yang sedang duduk di bagian luar. Ya, dia menunggu seseorang. Seseorang bukan dirinya. Tetapi Angela. Entah siapapun itu.

Tak lama kemudian datang seorang wanita dengan rambut pirang sebahu mengenakan mantel abu-abu datang dari belakang Marc duduk. Sejenak mereka terpaku saling memandangi satu sama lain. Mereka berpelukan dan saling menyalami. Mia menyipitkan matanya, tetapi wajah wanita itu tidak bisa ia lihat. Dia membelakangi pandangan mata Mia.

Satu yang menjadi fokus nya, terdapat sebuah cincin indah di salah satu jari wanita tersebut. Apakah dia sudah menikah? Ya, semoga saja begitu. Agar Marc tidak dapat bersama dengannya.

Mia terkejut dengan ekspesi Marc. Dia begitu canggung bertemu dengannya. Seperti mereka sudah lama tidak bertemu ataupun memberi kabar satu sama lain.

Inikah kisah akhir dari semua ini? Tak terasa satu titik air mata jatuh di pipinya. Tiba-tiba tubuh Mia terhentak begitu saja.

Mia dengan berusaha dan perlahan-lahan membuka kelopak matanya. Baru kali ini ia membuka mata saja terasa sangat berat. Ia menangkap sebuah lampu neon di atas langit-langit. Suara sayup kendaraan dan burung berkicauan ditangkap oleh indera pendengarannya.

Mia mengedarkan pandang, ia berada di sebuah ruangan bercat putih. Disamping kanannya terdapat nakas dengan buah-buahan dibungkus parsel. Suara dengan ritme menggugah rasa penasarannya untuk menoleh sejenak. Sebuah mesin monitor detak jantung dengan selang infus menancap di tangan kirinya.

Tenggorokan Mia terasa kering. Ah sial, tenggorokannya terlalu kering sehingga tidak bisa mengucapkan satu kata pun. Seakan-akan baru kali ini ia merasa sangat haus seperti akan mati saja. Mia bergumam tetapi dengan usaha seperti berteriak untuk meminta tolong. Satu orang yang sebelumnya sedang tertidur, sepertinya mendengar teriakan gumaman dari Mia.

Pria tersebut berdiri dan memandanginya penuh rasa bahagia. Mata Mia terasa sedikit rabun hingga pandangannya samar-samar dan kabur. Senyum yang ia tunjukkan sungguh menenangkan. Pria itu terduduk di samping ranjang tempat Mia tergeletak lemah.

Mi Corazone (Marc Marquez Fanfict)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang