Beautiful Life Pt. 1 #77

893 77 8
                                    

Marc berdiri di ambang pintu antara ruang keluarga dan pantry. Ia memperhatikan bagaimana Alex dan ayahnya berteriak girang karena tim dari Catalan mencetak angka. Sesekali mereka ber-high five ria. Sudah lama Marc tidak bergabung merayakan kemenangan bersama mereka.

"Aku memutuskan untuk berhenti membalap di MotoGP," celetuk Marc yang membuat Papa Julia dan Alex kaget.

"Apa?" Papa Julia menoleh ke belakang dan menatap Marc menaikkan satu alisnya.

Marc tidak bisa membaca ekspresi dari sorot mata ayahnya dibalik kacamata silinder yang menghiasi wajahnya itu.

"Kenapa? Apa yang kau pikirkan?" tanya Papa Julia meninggikan nadanya.

Alex hanya bisa diam, ia sudah mengerti masalah ini sebelumnya. Mama Roser yang mendengarkan dari dalam kamarnya pun, hanya bisa mengikuti alur cerita hidup anaknya sendiri yang sudah Marc pilih.

"Aku rasa cukup untuk sekarang. Aku sudah memikirkan masa depanku bersama seseorang."

Papa Julia tidak bisa berkata-kata. Ini yang ia tunggu dari dulu, Marc yang sudah berbicara tentang masa depannya. Tetapi dengan berhenti dari MotoGP? Itu bukanlah pemikiran yang terlintas di pikiran Papa Julia.

***

Mia mengetuk pintu rumah itu beberapa kali. Hingga akhirnya munculah dua makhluk sedang menatapnya senang, mata mereka berbinar-binar seakan melihat suatu berlian.

"Mom, Dad." Mia berlari dalam pelukan mereka berdua. Dalam dinginnya malam musim semi, mereka saling berbagi kehangatan di depan pintu.

Mia memegangi cangkir itu dengan kedua tangannya. Bagaimana coklat panas yang menjadi perantara kehangatan di telapak tangan membuatnya nyaman dan tenang.

Ayah dan ibunya yang renta itu sedang menatapnya dengan pandangan penuh arti. Di sofa ruang keluarga, untuk pertama kalinya setelah menikah Mia berhadapan dengan mereka berdua.

"Kau sudah melakukan yang terbaik, Mia," celetuk ayahnya. Tumben sekali memulai percakapan, pikir Mia.

"Aku senang membantu. Aku juga senang karena mendapatkan pengalaman bagaimana rasanya menjadi seorang istri," balas Mia tersenyum selebar mungkin.

Ibunya memandang jam yang menempel di dinding, sudah larut malam. Dan Mia tiba-tiba anak gadisnya itu sudah berada di depan pintu rumah mereka.

"Media pasti akan menyiarkan perpisahanmu dan Nick besok." Mia tahu itu.

***

"Mia, sedang apa kau duduk di jendela seperti itu?" celetuk Jessie, ibu Mia, sembari melahap satu es krim yang baru ia ambil dari dalam kulkas.

"Ah tidak apa-apa," balas Mia masih setia memandangi daun pepohonan yang tumbuh hijau subur di musim semi. Tangannya masih menempel menyangga dagunya.

Angin pergantian musim semi menerpanya. Perumahan itu terlihat sepi. Ia sangat merindukan keramaian kota California. Tetapi sayangnya rumah mewah itu milik Nick seorang. Dan kini, dengan hadirnya Jennifer sebagai pengganti dirinya, Mia segan untuk tetap berlindungdari kerasnya hidup disana.

"Kau ingin es krim?" tawar ibunya meraih remot televisi. Meski remot tersebut sudah diketuk-ketuk pun, layar televisi itu tidak kunjung hidup lalu menampilkan acara yang diinginkan.

"Aku masih sakit, Mom. Kepalaku pening dan tubuhku demam."

Jessie mendapatkan jawaban yang bersuara lemah. Ia mendekati anak semata wayangnya itu cemas. Tangannya bergerak untuk mengelus lembut pundaknya.

Mi Corazone (Marc Marquez Fanfict)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang