Rendezvous #3*

2.3K 166 8
                                    

Langkah kaki Mia menyusuri jalan trotoar menuju Hall tempat dimana European Film Festival diadakan terlihat sangat pasti. Rintik gerimis semenjak sore hari tidak menyurutkan niatnya. Aneh memang, mendekati musim dingin seperti ini turun hujan di Spanyol, cuaca memang tidak bisa diprediksi. Mata Mia tak henti-hentinya memandangi gemerlap lampu kemilauan kota Madrid di malam hari.

Dari jarak pandang Mia berjalan sekarang, ia sudah bisa melihat bagaimana terangnya lampu-lampu yang dipasang tepat di depan pintu masuk. Bagaimana para pelayan sedang menunggu para tamu untuk menitipkan mobil mewah mereka padanya. Mia menoleh ke arah karpet merah. Banyak lampu paparazzi seakan-akan haus memangsa gambar seorang aktor dan aktris dari seluruh penjuru Eropa dan Amerika.

Senyum bahagia Mia mengembang. Dalam hati ia mengucap doa, semoga ini adalah awal yang baik untuk dirinya dan impiannya. Ia kembali melanjutkan langkah kaki yang sempat terhenti.

Baru beberapa langkah Mia berjalan, ia terlonjak kaget. Sebuah siraman air menghujam dirinya sangat keras. Sangat terasa diseluruh badan, sangat basah seperti mandi saja.

Mia yang masih shock dan membulatkan bibirnya itu kini mulai berani membuka mata. Ia mengamati bagaimana basah dirinya disiram air hujan. Di ujung matanya, ia melihat sebuah mobil Porsche dengan kencang baru saja melewatinya.

Mia bersumpah siapapun itu, pasti akan Mia hajar habis-habisan. Tidak peduli dirinya sendiri akan dipenjara beberapa bulan karena hal gila.

Mia berjalan dan mengamati mobil Porsche berwarna kuning emas tersebut, menanti sang pengemudi untuk segera keluar dari sarangnya. Pupil Mia membesar tatkala melihat sang pemilik. Seorang pria memakai tuksedo dengan tinggi sekitar seratus delapan puluh lima senti meter, tubuhnya terlihat gagah dengan kacamata menempel di wajahnya. Tidak asing bagi Mia.

"Ya ampun Matt Damon. Ganteng banget." Tatapan garang Mia sebelumnya kini berubah drastis.

Seolah terhipnotis, Mia berjalan tanpa sadar. Tetapi baru beberapa langkah, ia berhenti dan mengamati dirinya yang masih basah kuyup. Dasar genangan setan, kutuk Mia.

Kilatan lampu paparazzi yang sempat mereda kini beranjak liar. Siapa lagi jika bukan aktor pemenang Golden Globes beberapa kali itu. Mia hanya bisa menggigit kukunya.

"Excuse me, are you a guest on European Film Festival?" celetuk sebuah suara bertanya pada Mia.

"Uhh," pikir Mia sejenak, ia tidak mungkin menghadiri perayaan ini dengan baju basah kuyub. Mau bagaimana lagi, "Ya, tetapi sepertinya aku harus berganti pakaian untuk memasukinya. Aku akan merasa buruk jika tetap dengan keadaan seperti ini."

Pria yang berpakaian seperti pelayanan yang bertugas untuk memarkirkan kendaraan itu hanya bisa tersenyum tipis dan mengangguk pelan. Mia kembali menoleh ke belakang dan mengamati bagaimana para aktris super duper kaya yang mengenakan gaun berlapis berlian itu bergaya di red carpet. Mia bertekad, pasti dia bisa menjadi seperti mereka.

Mia berjalan tak tentu arah. Ia merasa kedinginan dan berusaha menghangatkan diri dengan mengusap kedua lengannya. Sampai pada akhirnya ia kehilangan direktori untuk kembali ke hotel. Bahkan nama hotel tempat ia menginap pun dia lupa. Bagaimana ia akan menceritakannya kepada ayah dan ibu Mia sekembalinya ia ke London?

Sebuah alunan musik yang mengalun lembut dan orang-orang berbicara dengan keras menggelitik telinga Mia. Madrid Night Café Bar, begitulah template yang Mia baca di atas pintu masuk. Mia menoleh ke kanan dan kirinya. Jalanan kota Madrid lebih sepi dari sebelumnya, apa memang sudah larut malam atau Mia memang tersesat di jalan yang gelap dan sepi?

Pikiran Mia menolak untuk masuk ke dalam , tetapi sesuatu yang aneh sedang menarik hati Mia. Pikiran dan hatinya tidak sinkron untuk sekarang ini.

"Halo, apa kau baik-baik saja?" Mia terkejut karena sebuah suara datang dari belakangnya terbukti ia melonjak kaget. Saat Mia menoleh, ia mendapati seorang wanita berkulit hitam dengan rambut ikal pendek dilengkapi ikat kepala terkejut memandangi dirinya.

"Oh My God, you're wet so bad," lanjutnya dan melepas mantel yang ia kenakan dan memakaikannya pada Mia.

"Ini di musim dingin. Kau bisa mati kedinginan memakai pakaian seperti ini sekarang, basah pula. Apa kau hujan-hujanan tadi sore?" tanyanya bertubi-tubi. Bibir Mia seperti berpikir, ia harus menjawab pertanyaan yang mana dulu nih?

"Aku terkena siraman air hujan tadi." Bibir Mia bergetar. Mengetahui hal itu, wanita yang kini memakai baju seperti pelayan itu menarik Mia masuk.

"Ayo, ku buatkan kau kopi panas. Tidak apa. Masuklah," ajaknya ramah. Mia hanya bisa menuruti.

Hawa dingin yang menempel di tubuh Mia berganti menjadi hangat setelah ia memasuki pintu ajaib. Penghangat di café ini sepertinya bekerja dengan baik.

"Duduklah disini, akan ku buatkan kau sesuatu." Mia melirik nametag nya, tertulis Betty. Mia bersyukur bisa bertemu dengannya. "Oh ya, kau mau apa? Kopi atau coklat panas?"

"Chocolate, please," balas Mia. Betty berbicara sesuatu kepada pelayan lainnya dengan Bahasa Spanyol yang memang tidak ia mengerti.

"Apakah tidak apa-apa jika bos mu mengetahui hal ini?" Mia menengadah menatap Betty yang sedang berdiri di hadapannya. Betty tersenyum mendengar pertanyaan itu.

"Aku adalah bos disini." Mia hanya diam tetapi matanya berbicara sesuatu.

"Aku mengenakan baju yang sama dengan mereka agar aku tidak merasa menjadi bos mereka. Aku ingin merasakan hal yang sama seperti mereka, bekerja keras," jelas Betty mengerti apa yang ada di pikiran Mia.

"Ini dia coklat panasmu." Mia menerima secangkir coklat panas dengan kepulan asap menguap ke langit.

Mia mencoba rasanya tetapi ia terkejut ketika lidahnya terasa terbakar. Duh malu-maluin aja sih.

"Pelan-pelan, ini coklat panas bukan coklat hangat," saran Betty. "Siapa namamu, sweetheart?"

"Mia," balas Mia enggan membeberkan nama lengkapnya.

 "Jadi, bagaimana bisa kau berjalan sendirian basah kuyub seperti itu?" Betty menarik sebuah kursi kecil dan mendudukinya berhadapan dengan Mia.

"Aku terkena siraman air hujan saat dalam perjalanan ke European Film Festival. Dan aku lupa jalan pulang menuju hotel."

"Kau seorang aktris?" tidak ada bedanya. Bahkan Betty langsung mengira Mia demikian.

"Belum, aku hanya masih perlu berlatih dan rajin mengikuti audisi." Mia terkekeh pelan di akhir kalimat sembari memundurkan rambut yang menutupi telinganya.

Suara musik dari sudut ruangan lain mengalihkan perhatian Mia. Ia penasaran seperti apa rupa di dalam sana. Betty paham akan bahasa tubuh Mia.

"Jika kau ingin pergi ke dalam tidak apa-apa," celetuk Betty.

"Benarkah?" mata Mia membulat.

"Tapi, kau harus berganti pakaian. Masuklah ke ruangan itu. Ada pakaian pelayan seperti ini. Tapi kau jangan memakai clemek seperti kami nanti kau dikira pelayan disini." Suara Betty yang lembut sangat menenangkan Mia, "Aku ijin pergi ke sana. Aku harus melihat pekerjaan di ruang sebelah."

"Betty," mengetahui namanya disebut, Betty menghentikan langkahnya, "Gracias Muchas."

Hanya senyum ramah yang bisa Betty lontarkan.

Mi Corazone (Marc Marquez Fanfict)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang