Sign Of The Times #28

800 70 17
                                    

Steve mengeraskan volume DVD player yang baru saja ia sentuh dengan jari-jemarinya. Segera setelah musik berteriak-teriak ke penjuru sudut ruangan, Mia dan keluarganya, juga Steve berdiri berjingkrak-jingkrak dan menggoyangkan badannya mengikuti irama lagu.

"I don't want a lot for Christmas. There is just one thing I need." Mia bernyanyi mengikuti lirik lagu yang disenandungkan dengan merdu oleh Mariah Carey.

Walaupun hanya dihadiri Steve saja sebagai tamu, tetapi Mia merasa senang pada perayaan natal kali ini. Kedua orang tuanya pun masih berada bersamanya bersuka ria.

Steve menuangkan sebotol wine pada dua gelas yang berhiaskan satu kaki sebagai penyangganya. Ia sodorkan minuman itu pada Mia. Sedangkan Ayah Mia sedang berdansa romantis bersama sang istri di ujung sudut ruangan lainnya.

Mia tak henti-hentinya mengibas-ibaskan rambutnya seperti trio macan. Steve juga mengikutinya walaupun rambutnya lebih pendek dan terkesan rapi. Mia yang melihat itu tertawa keras. Betapa idiotnya Steve.

Steve mendekati Mia dan merangkul pinggang gadis itu untuk mendekat padanya walaupun tangan kanannya sedang memegang segelas wine. Mia yang notabene lebih pendek dari Steve meraih tengkuk pria itu dan segera mencium bibir manis berwarna kemerahan tersebut. Seperti yang diduga, karena Steve baru saja meminum wine, bibirnya pun masih tersisa rasa wine manis yang diminum.

"It's been a long time since we kissing," celetuk Steve melepas ciumannya tersadar.

Merasa kandung kemihnya penuh, Steve ijin ke kamar mandi. Lah, ini bukan waktu yang pas. Mia mengangguk mengijinkan dan membawakan segelas wine yang sebelumnya Steve pegang. Sejenak Mia menunggu, tiba-tiba pandangan matanya terarah pada suatu benda alumunium yang tergeletak di atas meja dekat dengan pohon natal.

Ya, handphone Steve. Tiba-tiba ingatan Mia kembali mengembara dimana tadi pagi ia bertemu dengan sang produser. Kata ajakan untuk membuka handphone Steve menggema di kepalanya. Tidak, Mia tidak ingin membuka privasi orang. Terlebih dia juga sudah memercayai pacarnya itu.

Mia melirik kembali, layar handphone yang mati itu seakan-akan berbicara dan mengundang hasrat Mia. Ah bodo amat, daripada penasaran. Semoga saja Steve tidak mengunci iPhone-nya dengan sidik jari.

Ketika Mia memencet tombol lock, hanya ada password angka disana. Ah tunggu, Mia tidak pernah diberitahu Steve tentang kode apapun itu termasuk kode handphone-nya.

Mia mencoba mengetik deretan angka sesuai tanggal ulang tahun Steve. Gagal, Mia kembali mencoba mengetikkan tanggal jadian mereka. Gagal, atau jangan-jangan tanggal ulang tahun Mia? Aha, Steve menggunakannya sebagai pengingat ya?

Mia menoleh ke arah kamar mandi berjaga-jaga, masih belum ada tanda-tanda kehadiran Steve keluar dari sana. Satu ikon yang ada pada menu mengundang rasa penasaran Mia. Ia menekan ikon dengan nama messaging berlogo pesan berwarna hijau.

Lagipula, Mia dan Steve tidak pernah saling berbagi pesan singkat. Mereka langsung menelepon satu sama lain. Tetapi, pemandangan disana membuat Mia membelalakkan matanya. Satu nama kontak bertuliskan Anna berada di ujung atas daftar pesan. Ah tidak, mungkin mereka hanya membahas tentang audisi kemarin.

Satu emotikon bergambar aneh muncul disana. Mia membaca pesan tersebut dari awal. Betapa terkejutnya ia ketika menemukan sebuah foto-foto bugil antara Steve dan Anna. Mereka berfoto di tempat tidur yang ... tunggu, ini tempat hotel dimana ia menginap kemarin. Sepertinya berbeda kamar dengannya. Mia mengucek matanya agar lebih jelas dan semoga saja ini semua hanyalah ilusi semata.

Mi Corazone (Marc Marquez Fanfict)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang