Water Under The Bridge #20

1K 91 8
                                    

Mia tak berkedip terus memperhatikan bagaimana gaya Marc yang mengenakan jersey Barcelona, saat pertahanan tim kesayangannya hampir kebobolan. Tidak jauh beda seperti ayahnya saat melihat pertandingan Chelsea melawan Manchester United, dua pertandingan terbesar di liga Inggris.

Marc berteriak, Marc memegangi kepala, wajah kecewa Marc, sorakan kemenangan dari Marc benar-benar menghipnotis Mia. Walaupun hanya tiket tribun samping barat yang bisa ia beli, setidaknya hal itu membuat Marc sangat senang. Yah, walaupun selama pertandingan, Marc tidak sekalipun berbicara padanya bahkan hanya untuk menatap.

Setelah selesai dan mengikuti bagaimana kemenangan tim tamu bersorak-sorai keluar dari stadion, Marc mulai tersadar, ia tadi tidak memegangi tangan Mia seperti biasanya. Pantesan kok ada jaring laba-labanya gitu. Marc mengedarkan pandangannya mencari. Bahaya kalau Mia hilang, anak orang lho!

Diantara kerumunan itu tidak ada satupun gadis berambut pirang dengan wajah cantiknya keluar dari stadion. Apa Marc harus mencari ke dalam lagi?

Marc kembali ke tempat duduk di tribun semula. Ia menemukan sesosok makhluk sedang berdiri dan menempelkan handphone-nya di depan daun telinga. Bisa dilihat ekspresi Mia sangat serius. Sepertinya pembicaraan penting.

Menyadari Marc sedang menatapnya, Mia segera menutup teleponnya tanpa mengucapkan perpisahan dan memasukkannya ke dalam kantong celana jeans-nya. Sebisa mungkin ia akan terus tersenyum pada Marc setelah ini.

"Kucing garongku sudah puas menonton bolanya? Sampai aku ditinggal keluar," ucap Mia bernada sinis sembari berjalan mendekati Marc.

"Siapa yang menelepon?" tanya Marc tanpa membalas ucapan Mia.

"Oh tidak. Bos ku yang menelepon." Mia mengusap keringat yang sedikit mengucur di keningnya. Baru kali ini Mia menonton secara langsung pertandingan sepakbola di stadion, dan ternyata panasnya minta ampun.

"Bagaimana kau tahu kalau hari ini ada pertandingan El Classico?" tanya Marc sembari berjalan dengan tangannya mendekap Mia dari belakang.

"Tentu saja. Temanku yang berada di hotel sangat heboh membicarakannya. Dan yah, kurasa kau memang menyukai sepakbola. Apalagi setelah melihatmu tidak bersemangat menyaksikan tarian Flamenco," jelas Mia yang membuat Marc malu. "Apakah sudah sore? Wah tidak terasa ya." Mia mengamati bagaimana cahaya matahari mulai meredup di barat.

"Kau ingin pergi ke suatu tempat yang mengasyikkan?" tawar Marc yang enggan melepas jersey-nya itu.

Mia yang dibawa Marc hampir selama lima belas menit itu terus menerka-nerka. Hingga rasa penasarannya terbayarkan saat melihat tempat dimana keramaian terpusat. Sebuah karnaval di malam hari. Suara teriakan, bau permen gulali, dan musik khas negara Spanyol yang mengudara melalui speaker yang menjulang tinggi di pusat keramaian.

"Karnaval di musim dingin?" Mia bertanya pada Marc dan mentautkan kedua alisnya. Marc menaikkan kedua bahunya memberi jawaban.

"Tidak. Aku takut nanti kau akan dikejar gadis-gadis itu lagi," Mia yang sudah berjalan beberapa langkah ke depan menghentikan diri.

"Tidak apa-apa. Aku sudah memakai topi dan ini malam hari. Tidak akan ada yang menyadarinya." Marc membaca ekspresi tersembunyi di wajah Mia, "Oh atau jangan-jangan kau tidak ingin aku berfoto dengan gadis-gadis itu 'kan? Kau cemburu 'kan? Hmmm." Wajah Marc memerah, begitu pula dengan Mia.

"Aku kan memikirkan kebaikan dirimu dasar kucing garong pembalap ahli mesum." Mia memukul perut Marc yang sixpack, tetapi bukan itu yang membuat Marc sakit, tetapi panggilan hinaan dari Mia untuknya diucapkan dalam satu kalimat pula.

Mi Corazone (Marc Marquez Fanfict)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang