Countdown #45

722 69 6
                                    


Mia memainkan jari-jemarinya, sesekali ia mentautkan keduanya bersamaan. Debaran jantungnya tidak dapat ia kendalikan. Maverick sesekali melirik Mia dari ujung matanya. Tangan gadis itu gemetar tidak karuan, seakan-akan dirinya akan menghadapi seseorang dan suatu hal yang sangat ditakutinya.

Tentu saja, Mia akan menghadapi kemurkaan dari keluarga Marc. Seandainya Maverick dapat ikut masuk ke dalam, pastinya ia akan membela dan melindungi Mia mati-matian. 

Maverick mencoba menolong dengan menyatakan perasaannya secepat mungkin pada Mia dulu. Tetapi, gadis itu lebih memilih Marc yang dengan jelas Maverick ketahui mempunyai ego yang sangat tinggi.

Maverick meraih tangan Mia dan memasukkan jari-jemarinya ke sela-sela. Ya tuhan, dingin sekali. Mia menoleh, pria itu masih sibuk menyetir dan fokus pada jalanan yang lumayan lengang. Mia paham, Mack mencoba menguatkan.

"Kau pasti bisa," celetuk Maverick.

"Kenapa kau begitu yakin padaku? Aku orang yang selalu gagal," balas Mia mengingat menilik kembali dirinya tentang apa yang telah ia usahakan, mesti menemui kebuntuan tak berarti.

"Karena aku selalu percaya padamu. Kau tipikal orang yang tidak akan menghancurkan kepercayaan orang lain, bukan?" kini Maverick menoleh pada Mia sesekali dan tersenyum manis.

Mia mengeratkan genggaman tangan Maverick padanya.

"Kau ini seperti anak laki-laki yang pergi ke rumah sakit dengan perasaan takut karena ingin disunat saja!" cibir Maverick terkekeh tiba-tiba. Mia menjitak kepala Maverick sedetik kemudian.

Maverick menghentikan mobilnya sekitar lima belas meter dari gerbang rumah Marc. Mia menoleh sebentar pada sopir dadakan yang rela mengantarnya dari Madrid ke Cervera untuknya tersebut.

"Terima kasih sudah mengantarku," ucap Mia tersenyum simpul. Anting yang Mia pakai berbentuk bulu pena tersebut berkilauan diterpa cahaya lampu jalanan yang menyeruak ke dalam mobil. Maverick mengangguk pelan.

"Aku akan menunggumu di café seberang. Jika ada apa-apa. Telepon saja aku. Dalam lima menit aku akan datang." Mia membuka pintu mobil tersebut dan berjalan perlahan menuju kediaman keluarga Marquez.

"Mia!" seru Maverick dari dalam mobil dengan kepala menyembul keluar dari jendela. Yang dipanggil dengan segera berbalik.

Untuk sesaat Maverick terpesona dengan pakaian yang Mia pakai. Dress selutut kesukaannya berwarna biru tua, dengan make-up seadanya. Benar-benar natural.

"Berjanjilah kau tidak keluar dari sana dengan air mata, kau tidak memakai make-up jadi kelihatan jelek nantinya." Mia terkekeh pelan dan membentuk jarinya dengan simbol ok.

"Apalagi kau keluar sampai tidak bernyawa," seru Maverick lagi. Kini Mia mengacungkan jari tengahnya ke wajah Maverick. Pria tersebut tertawa menggeleng. Benar-benar gadis extra ordinary.

***

Untuk sejenak, Mia memandangi pintu rumah tersebut. Masih tidak ada yang berbeda setelah sebulan lamanya ia tinggal. Mia menarik nafas panjang dan mengatur debaran detak jantungnya.

Mia membunyikan bel dan sesekali mengetuk pintu. Tak butuh waktu lama, pintu berwarna kecoklatan tersebut terbuka dengan seseorang yang berdiri di baliknya. Tinggi tubuhnya membuat Mia harus mendongak.

"Mia," sapa Alex dan langsung memeluknya. Fine, setiap kali Alex memeluk dirinya, Mia sulit bernafas.

"Kau tidak mengenakan krukmu lagi?" tanya Alex sembari menggeser posisinya berdiri agar Mia dapat masuk.

Mi Corazone (Marc Marquez Fanfict)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang