I Can't Make You Love Me #46

831 70 8
                                    

"Dia tidak lagi mempunyai hubungan dengan Marc, karena sebelum bertemu dengannya, Mia mempunyai tunangan yang akan segera menikah setelah Mia mendapatkan impiannya. Tentunya, seharusnya sekarang tidak mungkin ia akan kembali ke rumah selingkuhannya, hanya akan mempermalukan harga dirinya sendiri," potong Jose tiba-tiba.

Masih terngiang kata-kata pedas dan terbuka juga jujur terang-terangan, fakta buruk tentang dirinya telah diucapkan oleh seorang yang memang tidak pernah ia sukai. Mia menoleh pada Papa Julia dan Mama Roser juga Alex, mereka mendelik tajam.

"Apa yang kau bicarakan Jose?" tanya Alex menyenggol bahu kiri Jose.

"Sudahlah, urusan melepaskan jangan terlalu melibatkan perasaan. Apalagi kalau masih saling sayang. Hanya menyiksa saja!" Mata Mia menyapu pandang kanannya. Tidak ada tindakan dari Marc, ia hanya mendengarkan dan mengikuti alur cerita yang akan terjadi selanjutnya.

Mia mengambil tisu dan mengusapkannya. Ia sepertinya tidak perlu berlama-lama lagi. Kini ia berusaha sekuat mungkin membendung air mata yang akan tumpah. Tetapi ia sudah berjanji untuk pulang tanpa menampakkan air mata pada Maverick Vinales.

Mia mengambil piring mereka satu per satu dan membawanya ke wastafel untuk ia cuci. Meskipun dalam keadaan yang buruk, Mia masih menjunjung tinggi budaya kesopanan warga Britania. Mia membuka keran dengan tangan bergetar dan bibir bawah yang ia gigit dengan keras. Meski demikian, reflek sesenggukan tidak dapat Mia hindari.

Satu per satu mereka semua bubar tanpa mengucapkan sepatah kata. Papa Julia beranjak dari kursinya sampai timbul bunyi decitan keras. Diikuti Alex, dan terakhir Jose yang membanting tisu. Marc menoleh sesekali pada Mama Roser. Wanita paruh baya itu masih sibuk memakan buah pir yang tersedia.

Marc menyentuh punggung tangan ibunya meminta ijin untuk pergi. Kini, di dalam ruangan tersebut hanya ada Mama Roser dan Mia.

Mama Roser mengerti, gadis itu sedang menahan tangisnya sampai wajahnya berubah jelek meskipun tubuh kecilnya membelakangi pandangan Mama Roser sendiri.

Mia tidak tahan, air mata yang banjir mulai keluar dari matanya. Tangannya berpegangan pada pinggiran wastafel menahan dirinya sendiri agar tidak jatuh tergeletak lemas di lantai. 

Ia bersyukur bagaimana bunyi air keran samar-samar menutupi tangisan sesenggukannya. Ia tidak peduli citranya dengan Mama Roser. Mia paham, pasti Mama Roser akan memakluminya karena perihal sesama perasaan wanita.

Mama Roser berdiri dari duduknya dan berjalan. Tangannya memegangi pundak Mia. 

Mia segera menghentikan tangisannya dan secepat kilat menghapus air mata dengan lengan baju. Setelah dirasa selesai, ia berbalik menatap Mama Roser berusaha tersenyum sebisa mungkin.

"Ada yang bisa kubantu, Ma?" tanya Mia dengan mata memerah. Mama Roser merasa kasihan padanya.

Sebuah pelukan Mama Roser layangkan untuknya. Mia terkejut dengan perlakuan tersebut.

"Jika kau ingin menangis, menangislah. Aku mengerti perasaanmu. Aku mengerti beban yang kau alami." Seketika tangis Mia kembali pecah. Di atas bahu itu, Mia menumpahkan segala kesah, kecewa, marah menjadi tangisan.

"Maaf aku berbohong. Maaf aku mengecewakanmu. Maaf aku membuatmu marah," celetuk Mia tidak jelas.

"It's okay. Aku bahkan tidak merasa dibohongi. Kau gadis yang sangat baik, Mia." Mama Roser mengelus lembut punggung Mia dengan telapak tangannya. "Kau bahkan lebih baik dariku sewaktu aku muda dulu."

***

Terdengar suara langkah kaki menuruni tangga. Mia tahu itu pasti Marc. Terlebih, Alex dan Papa Julia sedang bermain PlayStation di kamar Alex. Jose? Mia benar-benar masa bodoh. Mungkin ikut dengan mereka.

Mi Corazone (Marc Marquez Fanfict)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang