The Problem is ... #29

812 69 26
                                    

"Aku ingin memberitahumu, Marc. Tetapi aku tidak yakin, jika aku memberitahumu kau pasti akan marah." Jose telah berpikir jika ia akan berterus terang pada Marc malam ini tentang Mia.

"Tentang apa? Maverick?"

"Tidak. Mia Stone." Marc yang ingin meneguk botol itu mengurungkan niatnya. Ia menyipitkan matanya. Obrolan ini sepertinya akan menjadi panas.

"Kenapa dengan Mia? Kau tidak menyukainya?" Marc belajar untuk tenang.

"Bukan maksudku seperti itu. Tetapi, dia sepertinya dia sudah mempunyai pacar." Terlihat Marc tidak lagi terlihat terkejut, memang sejak pertama Jose dan Mia berkenalan, mereka seperti air dan minyak. Susah untuk bersatu atauapun hanya untuk rukun.

"Kau memang sejak dari awal mengatakan begitu bukan? Kau curiga jika dia sudah mempunyai pacar orang lain?"

"Yah itu semua tergantung kau, Marc. Kau mau percaya padaku atau tidak. Tetapi kau berencana untuk memutuskannya bukan?" Marc berdiri dari posisi duduknya. Ia meletakkan botol itu diatas meja kaca di depannya dan berjalan pergi dari hadapan Jose.

"Lusa kau akan mengadakan rapat dengan petinggi Honda," ingat Jose sebelum Marc pergi dari ruangan tersebut. Bisa ia tebak, Marc pasti akan masuk ke kamarnya dan menatap layar handphone-nya karena merasa kangen dengan Mia. Setidaknya Marc mempunyai seseorang yang dia rindukan. Kalian? Jomblo ya?

***

Pagi-pagi sekali, saat matahari belum juga menampakkan sinarnya, Mia sudah disibukkan dengan berbenah ruang keluarga pasca perkelahian tadi malam. Setiap benda yang ia pegang seperti mempunyai kekuatan sendiri untuk mengembalikan ingatan buruk tadi malam dan semua perbuatan Steve padanya.

Satu-satunya DVD Player yang ia punyai sejak masih kecil kini menjadi barang tidak berguna yang disebut rongsokan. Handphone Steve memang masih disana. Tetapi keadaan untuk hidup tidak mungkin. Ah Mia menepis rasa penasarannya untuk membuka pesan biada itu lagi. Padahal tadi malam ia belum sampai pada pesan yang terakhir kali Steve kirimkan pada Anna sialan itu.

"Sayang, apa yang sedang kau lakukan?" tanya ibu Mia mengeratkan sweater pada tubuhnya. Benar juga, hari ini cuaca terasa dingin, tetapi Mia tidak merasakannya sedikitpun. Sepertinya pikiran dan ingatan tentang sakit hatinya mengambil alih semua indera perasa.

"Sorry, Mom. Aku mengacaukan semuanya," ucap Mia.

"Tidak sayang. Kami yang meminta maaf. Sepertinya selama ini kami terlalu memaksamu untuk terus bersama Steve." Mia langsung mendekap ibunya itu dalam pelukan hangat. Mia menggesekkan telapak tangannya pada punggung wanita paruh baya tersebut.

"Maaf, aku jadi cengeng begini," Mia mulai menghapus air mata yang ada pada ibunya itu, "Ceritakan padaku, siapa yang bernama Marc itu? Apa dia tampan?" goda ibunya.

"Mom," Mia menggigit bibir bawahnya malu. "Begitulah. Dia seorang pembalap—"

"Apa? Pacar barumu seorang pembalap? Siapa namanya?" celetuk sebuah suara muncul begitu saja dari balik kamar. Ayahnya yang masih dengan mata terpejam berjalan menghampiri Mia dan ibunya.

"Dad, kau sudah bangun?"

"Siapa namanya?" pertanyaan Mia tidak ayahnya gubris.

"Marc Marquez. Dia pembalap asal Spanyol, juara dunia MotoGP musim ini." Pernyataan Mia membuat ayahnya membuka matanya lebar-lebar sekarang yang sebelumnya tertutup karena belek.

"M-Marquez? Kau sedang tidak bercanda? Pembalap Repsol Honda?" Kini Mia lebih terkejut. Dari mana ayahnya tahu tentang MotoGP? Sepengetahuan Mia, ayahnya itu hanya menyukai sepakbola saja.

Mi Corazone (Marc Marquez Fanfict)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang