Suara langkah yang datang berdecakan dengan suara sepatu menghantam genangan hujan mendekat ke arahnya. Tiba-tiba tubuhnya merasa lebih hangat untuk sejenak dan terhindar dari guyuran air hujan yang deras.
Mia membuka telapak tangan yang menutupi wajahnya dan mencari tahu orang yang sedang berjongkok di depannya ini. Pria itu membawa payung putih dan mengenakan sebuah mantel pada tubuh Mia.
"Aku minta maaf. Aku datang terlambat," ucapnya dengan suaranya yang terdengar selalu indah bagi Mia.
"Kau tidak perlu datang kembali. Aku tidak akan memaafkanmu," balas Mia mengalihkan pandangannya dan memajukan bibirnya beberapa senti ke depan. Walauapun ia merasa masa bodoh pada Marc di depannya, tetapi payung yang Marc bawa membuatnya teramat sangat bersyukur untuk saat ini.
"Aku tidak perlu memohon maaf padamu. Karena dengan melihatmu berada disetiap pandanganku, membuatku merasa bahagia walaupun kau tidak seutuhnya milikku," jawab Marc berjongkok dan mengamati Mia yang sedang mengeratkan mantel tersebut pada tubuhnya yang menggigil.
Mia merasa pipinya memerah saat ini. Ia tidak dapat menyembunyikan perasaan bahagianya. Marc mengetahui hal itu, ia tersenyum simpul. Tangan kiri Marc mengelus lembut pipi Mia.
"Aku bisa terus terjaga demi untuk mendengar desah nafasmu. Melihatmu tersenyum dalam tidurmu. Aku bisa menghabiskan seluruh hidupku dalam kepasrahan yang indah ini. Aku bisa terus kalah dalam saat seperti ini selamanya. Ya, tiap saat yang kuhabiskan bersamamu adalah saat yang sangat berharga." Marc menempelkan keningnya pada kening Mia.
Hujan semakin deras dan menambah irama rintikan yang mengenai payung mereka dan genangan air. Saat kening mereka berdua bertemu, Marc benar-benar merasakan tubuh Mia sangat dingin dan terus saja menggigil. Gadis itu bisa terkena hypothermia.
"Kau kedinginan—"
"Kau menyebalkan, Marc. Kau seperti anak-anak. Kau bodoh. Kau egois, Marc. Aku tidak akan mem—" Marc melumat bibir Mia yang kaku. Dengan seluruh perasaannya, Marc menikmati hangatnya perasaan aneh yang menerpanya.
Mia segera melepas ciuman tersebut. Tetapi tangan kiri Marc mencegahnya dengan cara menekan tengkuk Mia. Dengan sekali hentakan tersebut, tangan Mia meraih tangan Marc yang sedang memegang payung untuk mereka berdua.
Mia juga merasakan, tangan Marc dingin. Pasti pria itu sedang kehujanan walaupun dirinya berada di bawah perlindungan payung. Dalam benak Mia, walaupun tangannya tidak kalah dingin dari Marc, ia berusaha untuk menghangatkan dengan telapak tangannya.
Mia berhasil melepas ciuman maut yang dapat menghantarkannya ke langit ketujuh tersebut. Nafas mereka tersengal-sengal karena habisnya pasokan oksigen karena ciuman manis itu.
"Kau berkata kau adalah temanku. Tetapi kau malah nyosor begitu," goda Mia terkekeh pelan. Marc ikut tertawa.
"Aku akan menjadi penyembuhmu," celetuk Marc yang spontan mendapatkan satu ciuman dalam dari Mia.
***
Walau berjalan menggunakan kruk, Mia tetap saja bersikukuh untuk mengenakan sepatu heels kacanya. Walaupun ibunya itu sudah berusaha melarang, tetapi Mia tetap saja ngeyel. Ini adalah kencan pertamanya dengan Maverick Vinales. Dia tidak akan mengecewakan pria tersebut.
"Kau ini, sudah dibilang ibumu juga ngeyel," celetuk ayahnya dari balkon melakukan ritual sorenya yaitu membaca koran ditemani secangkir teh hangat.
"Come on, Dad. It's my first date with Maverick Vinales," balas Mia masih menyisir rambut pirang indahnya. Dia seperti sociopath saja, mengagumi diri sendiri terlalu berlebihan di depan cermin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mi Corazone (Marc Marquez Fanfict)
Fiksi PenggemarDua orang yang dipertemukan entah karena nasib atau perasaan. Mia dan Marc adalah dua orang pemimpi besar yang dipertemukan secara tidak sengaja. Akan tetapi Mia tersesat ke dalam perjalanan perasaan yang tidak bisa ia tebak. *Setiap part sedikit, j...