Sandcastles #53

778 72 3
                                    

Mia terus memajukan bibirnya ke depan beberapa senti. Hawa panas yang terpancar oleh sinar matahari secara otomatis menaikkan suhu udara di bundaran Sirkuit Termas De Rio Hondo, Argentina. 

Di dalam taksi kuning yang hanya cukup untuk dua orang itu, Mia merasa bad mood.

Bagaimana tidak? Ayahnya tidak mau mengalah dan memesan taksi lain, dan lebih memilih nimbrung bersama satu taksi satu keluarga.

"Apa kita masih jauh, Pak?" tanya Mia sembari mengibas-ngibaskan tangannya di depan wajah untuk menghasilkan angin sejuk.

"Sebentar lagi, Nyonya. Kita akan segera sampai ke sana," balas sang supir dengan logat Spanyol nya yang lugas. Andai saja sang supir tidak berjanggut dan berkumis tebal, mungkin Mia akan jatuh cinta padanya seketika.

"Here we are, Mam." Mia spontan melihat keluar jendela dan terkagum-kagum akan bangunan sirkuit yang sangat megah yang terlihat dari luar.

Setelah berhasil berdesak-desakan keluar dari taksi, Mia segera meraih handphone yang terselip di saku celana jeansnya. Tentu saja, siapa lagi jika bukan Maverick. Belum sampai Mia menekan tombol call hijau, sebuah pesan datang.

'Ku lihat kau sangat cantik dengan baju repsol itu, haha.' Mia mendelik tajam pada layar handphone-nya. Tunggu, jadi Maverick sudah melihat dirinya kini?

Mia mengedarkan pandang dan mencari keberadaan sosok Maverick yang sudah melihatnya lebih dahulu. Seorang pria mengendarai motor skutik biru berlogo Yamaha datang ke arahnya, membuat mata Mia membelalak tajam.

Maverick terlihat sangat berbeda dari yang terakhir ia lihat, pria itu benar-benar mencukur kumis seperti yang Mia pesankan setiap minggunya di telepon. Ditambah, rambut Maverick yang baru dicukur tipis dibagian pinggir sangat menambah pesonanya.

"Itu Maverick?" tanya ayahnya menutupi dahinya karena terika panas matahari menutupi pandang.

Dengan kemampuannya sebagai pembalap professional, Maverick sengaja berhenti mendadak tepat lima senti dari hadapan Mia.

"Kalian sudah lama menunggu disini? Aku tidak sengaja lewat dan melihat kalian keluar dari taksi—" belum selesai Maverick menuntaskan kalimatnya, ayahnya itu sudah nangkring di atas jok motor.

Mia dan ibunya, juga Maverick terkejut dan menoleh pada sang tersangka.

"What? Aku hanya ingin cepat-cepat bertemu Valentino Rossi!" sontak ucapan ayahnya menghasilkan suara tawa diantara mereka bertiga.

***

Mia mengepalkan kedua tangannya menatap pria itu dari balik layar kaca. Bibirnya tak pernah berhenti untuk berbisik, mengucapkan doa yang terbaik untuknya. Mungkin sekarang ini matanya berkaca-kaca. Semuanya sibuk jika hanya ingin menatap dirinya. Lagipula tidak ada pentingnya juga.

Tidak ada yang harus ia pikirkan selain Marc Marquez, ayah dan ibunya sudah aman berada di paddock Yamaha. Bahkan Maverick sampai memberi mereka seragam khusus agar panitia tidak melarang mereka untuk masuk paddock.

Kini, siapa yang tidak takut jika orang yang disayangi ternyata sedang memacu kendaraannya, dengan kecepatan lebih dari seratus kilo meter per jam pula.

Saat Mia memikirkan itu semua, banyak suara teriakan kekecewaan secara tiba-tiba dan memekakkan telinga. Suara itu sangat dekat, bahkan ada di sebelah kanannya. Jose, sahabat Marc Marquez yang sangat amat Mia benci, terlihat sedang memegangi kepalanya kuat-kuat. Ada apa ini?

Mia lihat di atas layar monitor paddock. Motor berwarna orange dengan bernomor balap 93 sedang mencoba menghentikan badannya yang sedang tergeleser di aspal dan gravel. Hatinya mencelos. Serasa gravitasi tak lagi memangnya badannya yang kecil dan tak berdaya.

Mi Corazone (Marc Marquez Fanfict)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang