We Can Hurt Together #17

1.1K 106 32
                                    


"Kau baru saja menemui anak baru tim Yamaha, huh? Bagaimana rasanya, apa kau langsung menyukainya setelah kau ber—" tanya Jose dengan nada sinis.

"Apa kau juga ingin aku mencium mu dan membuka pakaianku di depanmu seperti penari strip? Ironis sekali ternyata kau sahabat dari sang juara dunia MotoGP," balas Mia menatap tajam dan kembali melangkahkan kaki untuk masuk paddock dari pintu belakang.

"Marc mencarimu tadi, ia terus bertanya pada semua orang di paddock." Mia anggap dirinya sudah menang karena berhasil membungkam Jose selama beberapa detik. "Dia ada di depan sedang bersama motornya."

Mia menghempaskan poninya dengan nafas, ia berpikir jika semua ini akan bertambah kacau saja. Sepanjang mata memandang, tidak ada siapapun disana. Sepertinya semua teknisi dan orang-orang paddock menuju ke kantin seperti teknisi Vinales.

Mia menemukan Marc sedang menatap motornya dan menyilangkan tangan di depan dada. Dia kembali mengenakan baju seragam putih orange kebanggaannya. Ditambah topi hitam yang menambah ketampanannya.

Mendengar suara derap langkah kaki mendekat, Marc menoleh. Mendapati seseorang yang ia cari sudah kembali, bukannya senang, Marc malah mengalihkan pandangannya kembali ke motor. Mia terheran. Apakah Marc sudah mengetahui apa yang baru saja terjadi antara dirinya dengan Vinales?

"Kau tidak pergi ke kantin belakang seperti yang lainnya?" tanya Mia berjalan mendekat dan mentautkan kedua jari-jarinya ke belakang badan.

"Tidak. Aku tidak lapar dan sedang tidak berselera makan."

"Bagaimana hasil latihan mu?"

"Bagus," balas Marc singkat. Ia menggigit jempolnya dan setia menatap motornya. Entah apa yang sedang ia lihat disana.

"Aku pun berpikir sama. Kau pasti hebat dalam hal ini." Mia ikut memperhatikan apa yang sedang Marc perhatikan. Ia sampai mengurutkan pandangan pria itu. Tetapi tidak ada apapun selain nomor 93 yang tercetak di bagian depan motor.

"Kenapa kau mengucapkan hal itu? Semua bisa terjadi saat seorang pembalap berada di lintasan."

"Well, aku yakin kau hebat. Kau mempunyai bakat, kau mempunyai teman yang terlampau baik, kau mempunyai adik yang lucu, kau mempunyai keluarga yang sangat baik, kau mempunyai penggemar, kau mempunyai nama, dan kau mempunyai segalanya." Mia mengangguk membenarkan jawabannya. "Tidak sepertiku," lirih Mia. Entah Marc mendengarnya atau tidak.

Marc melirik Mia dari ekor matanya setelah mendengar jawaban gadis itu. Poni abal-abal Mia berhembus diterpa angin seketika.

"Apa kau tidak ingin naik ke atas motor?" inisiatif Marc tiba-tiba.

"Bolehkah?" tanya Mia meyakinkan.

"Tentu. Akan kubantu." Marc memegangi pinggang Mia untuk membantunya naik ke atas motor.

Mia berhasil naik ke atas jok single seat tersebut. Ia menyentuh dan mengelus setiap inci bagian sampai ia memegang stang kemudi sang motor keramat calon legenda baru.

"Aku tidak yakin kau menjadi juara dunia dengan motor ini," ucap Mia kagum.

Marc yang berada di sisi depan motor dan berhadapan langsung dengan Mia, ia tersenyum senang. Marc kembali merasakan sesuatu yang selama ini hampir ia lupakan. Mia memandang Marc, jarak wajah mereka pun kini bisa dihitung dengan satuan senti.

"Kau tidak apa?" tanya Mia karena melihat sesuatu di sorot wajah Marc yang susah diartikan.

"Sejak kapan kau mengenal Vinales?" tanya Marc yang sangat to the point.

"Oh kau sudah tahu ya." Mia menelan ludahnya dan berpikir cepat memikirkan kata-kata yang akan keluar dari mulutnya.

"Kami sudah bertemu beberapa bulan lalu saat dia melakoni balap di Sirkuit Silverstone. Dia memberiku tumpangan untuk sampai ke lokasi casting. Dan saat aku pergi ke Museum Dali, kami bertemu kembali secara tidak sengaja karena dia hampir menabrakku. Dia juga yang mengantarku kembali ke Madrid. Dan sekarang, dia baru saja memberiku pengetahuan tentang MotoGP." Marc mendengarnya secara seksama. Wajah sayu Mia mengalihkan semuanya.

"Kami tidak ada hubungan apa-apa. Dia mempunyai pacar bernama Kiara," lanjut Mia meyakinkan agar tidak terjadi kesalahpahaman.

"Mereka sudah putus dua hari lalu." Marc mengetahuinya. Mia kagum bagaimana kabar antara sesama pembalap bisa berhembus begitu cepat.

"Ditambah lagi, dia mempunyai segudang penggemar yang akan marah jika aku mempunyai hubungan spesial dengannya. It-itu tidak akan mungkin terjadi. Aku bisa—"

"Kenapa kau membuat alasan yang bernada meyakinkan itu?" potong Marc tersenyum tipis.

"Karena aku sedang meyakinkan seseorang." Marc merasa ge-er seketika.

"Siapa?"

"Diriku sendiri." Marc mentautkan kedua alisnya berpikir, "Aku meyakinkan diriku sendiri agar aku tidak lagi merasakan apa itu lubang di hati. Aku tidak ingin tersesat ke dalam hutan yang bahkan aku tidak tahu jalan keluar. Aku tidak mempunyai pemandu, aku tidak mempunyai cahaya untuk menuntunku keluar. Aku sudah cukup dengan semua itu," seru Mia kembali.

"Aku takut, Marc."

Senyum tipis yang terukir di wajah Marc perlahan sirna. Mata Mia mulai berkaca-kaca. Tangan kanan Marc meraih tengkuk leher Mia dan mendekatkan wajah gadis itu padanya.

"Jangan, Marc. Kau nanti akan menyesal. Kau tidak tahu apa yang baru saja terjadi antara aku dan—" celetuk Mia mengerti kemana arah percakapan ini berakhir.

Tanpa menunggu persetujuan, Marc mulai menikmati ciuman hangat itu. Namun tidak ada respon dari Mia. Tidak menyerah, Marc memperdalam ciumannya. Satu bulir air hangat jatuh dari mata Mia dan Marc merasakannya yang jatuh pada pipi kanannya. Mia perlahan luluh dengan perlakuan Marc, mereka saling berbagi cerita romantis di atas motor RC213V.

Marc mulai melepas ciumannya dan menatap dalam sorot mata Mia. Air mata itu semakin deras dan siap untuk berjatuhan. Marc mulai menghapusnya dengan jari hangatnya.

"Aku menghapus rasa manis Vinales di bibirmu dan menggantikannya dengan perasaan terdalam milikku," ucap Marc lirih. Marc menempelkan keningnya pada kening Mia.

Mia terhanyut dalam suasana itu. Tubuhnya bergetar hebat.

"Tipe pacar seperti apa yang kau inginkan?" tanya Marc sembari memejamkan matanya. Tiba-tiba Mia terkekeh pelan.

"Kenapa kau bertanya hal itu?"

"Karena aku ingin menjadi apapun yang kau mau. Walaupun itu akan menghancurkan hatiku."

Walau dalam mata terpejam, Mia sukses mencubit lengan Marc. Yang dicubit pun hanya bisa mengaduh.

"Aku ingin mempunyai pacar seorang musisi yang bisa berdansa denganku, bisa memasak saat aku terbangun di pagi hari, bisa menjagaku saat aku sakit, menenangkanku saat aku sedih, menjagaku saat aku hamil, berakhir pekan bersama anak-anak, mengantarku ke red carpet dan menghadiri acara perilisan film terbaruku, dan terakhir, aku ingin menatap matahari bersama saat umur hampir membunuh kita berdua," jelas Mia panjang lebar.

"Untukmu aku akan selalu mencoba. Dia mungkin memilikimu kemarin, tapi kau memiliki aku hari ini, besok, dan selamanya. Kau tahu, aku juga selalu menerka-nerka rasanya minum secangkir kopi hitam dimana bibirmu lah gulanya," Jawaban Marc membuat Mia tersenyum lebar. 

Mia mencoba meraih tengkuk Marc dan kembali mencicipi rasa strawberry dari bibir merah Marc. Ia tenggelam dalam lautan kebahagiaan. Diatas motor sang juara dunia sampai ciuman mereka menjadi liar tak terkendali.

Mi Corazone (Marc Marquez Fanfict)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang