Future Husband #49

939 72 60
                                    

Mia tak henti-hentinya memamerkan senyumnya pada pengunjung bandara. Walaupun Mia sangat menyayangkan keputusan Maverick untuk tidak mengantarkannya ke bandara internasional ini, karena ada beberapa hal yang tidak bisa Maverick katakan.

Persetan dengan perasaan dan persetan dengan cinta! Mia tidak butuh itu semua. Toh dia tetap hidup tanpa dua hal omong kosong tersebut.

Ia menurunkan kacamata hitam nyentriknya dan membaca deretan huruf tiket pesawat yang ada di tangannya. Ia mendongakkan kepala mengurutkan tulisan tempat tujuannya di monitor schedule yang terpampang diatasnya.

Well, masih ada waktu satu jam lagi. Mia akan pergunakannya baik-baik dengan duduk manis dan membaca buku yang sudah ia siapkan. Mia mulai membolak-balik halaman tempat dimana terakhir kali ia membacanya.

Buku yang berjudul Fifty Shades Darker karangan E. L James tersebut sangat menarik minat Mia untuk dibaca. Apalagi mengingat bagaimana Maverick membacakannya tadi malam sebelum mereka terlelap tidur. 

Betapa lucunya aksen Maverick dengan suara anehnya, ditambah kumis imut-imut manjah. Oh ya, Mia memaksa Maverick untuk mencukur kumis lele nya, dan Maverick menurut saja.

"Tak kusangka ternyata Christian sangat bernafsu, bahkan berada di titik puncak birahinya. Di dalam lift itu dengan tangannya yang meraba vaginaku dengan lembut, membuatku bertambah bergairah dan tak sabar untuk mencicipinya malam ini," Mia membacanya terlampau keras, bahkan orang-orang yang duduk disampingnya pun meliriknya dengan tatapan tajam.

"Ayo sayang, lebih baik kita pergi dari sini. Kau mau es krim?" ucap seorang ibu membawa pergi anaknya yang masih berumur empat tahun dengan paksa. Mia melirik dari ujung matanya dengan terkekeh sinis.

Ia menghembuskan nafasnya dan mulai membaca kembali novel gelap se-gelap hati mantan tersebut dengan kacamata hitamnya.

Marc memacu mobil BMW nya dengan kecepatan luar biasa. Bahkan setelah ia memasuki area bandara dimana diharuskan menurunkan kecepatan maksimal empat puluh lima kilometer per jam pun tidak ia hiraukan.

Ia adalah seorang pembalap MotoGP, tetapi entah darimana ia mendapat kekuatan adrenalin ekstrim untuk mengendarai mobil seperti itu. Kalaupun menabrak ya sudahlah, Marc masih mempunyai dua mobil seperti ini di garasinya. Horang kayah!

Tidak lupa ia mengambil topi dan mengeratkannya di kepala, ia pun langsung berlari ke dalam bandara. Matanya menyapu isi seluruh orang-orang yang berlalu lalang.

Gadis mengenakan celana jeans ditambah baju pink yang ia cari tidak kunjung bertemu. Bukan Ria from Bali lho ya! 

Sampai akhirnya, Marc berada tepat di bawah monitor schedule, keberangkatan London masih ada satu jam lagi. Tapi dimana dia?

Marc hampir merasa putus asa, mungkin sudah ada sepuluh menit ia mencari. Ia berkacak pinggang dan menghembuskan nafas berat. Marc berbalik dan mendapati seseorang mengenakan kacamata hitam dengan jaket berbahan jeans kaos pink dan celana levis. Terlihat tomboy dan macho. Meski begitu, tiba-tiba jantung Marc kembali berdetak kencang.

"Mia?" panggil Marc lirih dan berjalan mendekatinya.

Yang dipanggil hanya bisa mendongakkan kepala dan menurunkan sedikit kacamata hitamnya. Mia membelalakkan matanya menemui Marc berada di depannya kini. Berdiri menatapnya dengan keringat mengucur di kening.

Mia berdiri dari duduknya, melemparkan pandangan tidak percaya. Dengan sekali hentakan Mia berhasil menggapai gagang kopernya dan berjalan setengah berlari dari hadapan pria yang seumur hidupnya tidak ingin ia lihat lagi.

Mi Corazone (Marc Marquez Fanfict)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang