Hold Up #30

827 75 17
                                    

Marc sudah siap dengan jas dan dasinya. Ia tundukkan kepalanya dan memandang sebuah handphone-nya yang tergeletak di atas nakas kamar tidurnya. Dua hari berlalu pasca natal. Tidak ada panggilan dari seseorang yang ia tunggu-tunggu.

Seseorang mengetuk pintu kamarnya dan tanpa ijin darinya sudah membuka pintu lebih dahulu. Mungkin Marc tahu alasannya, orang tersebut menginginkan Marc agar tidak berlama-lama.

"Marc? Ayolah, sudah dipanggil Emilio," Alex menyembulkan kepalanya dengan keadaan wajah capeknya. Marc tahu apa yang barusan adiknya itu lakukan. Alex senang bersepeda menghabiskan waktu setelah ia bangun tidur.

"Kau tidak ingin ikut?" tanya Marc meraih handphone-nya dan berjalan keluar dari kamar.

"Untuk apa, lagipula pertemuan ini diadakan oleh Honda Racing Corporation. Butuh waktu beberapa tahun lagi agar aku bisa sekelas denganmu di sirkuit." Alex menyeka keringat yang bercucuran di wajahnya.

Marc mempercepat langkahnya dan mendahului Alex, ia tidak ingin manajernya marah karena terlalu lama menunggu. Walaupun pertemuan ini tidak terlalu penting bagi dirinya, setidaknya Marc bisa menyalurkan apa yang menjadi permasalahannya ketika menunggangi RC213V nantinya.

"How is Mia?" seru Alex bertanya sebelum kakaknya itu menuruni tangga. Tetap saja, Marc pura-pura tidak mendengarnya dan terus mempertahankan ritme berjalan.

***

Mia merasa canggung dan kikuk ketika duduk bersama dengan Steve. Walaupun mereka memesan tiket kelas pertama di pesawat yang mereka tumpangi dengan kenyamanan privasi, tetap saja Mia merasa tidak ingin terlalu dekat atau terlalu akrab lagi dengan pria itu.

"Bisakah kau mengambilkanku data perusahaan itu?" pinta Steve masih sibuk mengolah laptopnya tanpa menoleh. Mia melemparkan pandangan aneh pada Steve.

Merasa apa yang ia minta tidak kunjung terkabul, Steve kini menoleh pada Mia. Selama satu tahun bersama, ia paham arti pandangan tersebut. Steve menundukkan kepala dan mulai menemukan satu stopmap yang ia cari.

"Sorry," ucapnya. Entah memang disengaja atau tidak tetapi hal tersebut membuat Mia geram. Sejak kejadian beberapa hari lalu, semua hal yang berhubungan dengannya, reflek Mia pasti langsung membencinya.

Mia langsung memencet tombol penutup self desk yang berada di bawah jari telunjuk kirinya, pintu pun tertutup dan demi apapun, ia sedang malas hanya untuk berbincang-bincang dengan Steve. Mia berjanji pada dirinya sendiri, walau Steve memberikannya setumpuk sahamnya ataupun seluruh emas di dunia, ia tidak akan kembali ke sisi pria kurang ajar itu.

***

Barajas Madrid International Airport. Mia kembali membaca papan bandar udara terbaik di Spanyol tersebut. Rasanya seperti déjà vu. Satu hal yang akan ia ingat pasti tentang Spanyol, yaitu kisah cinta, ciuman, dan Marc Marquez. Entah apa yang sudah Marc tanamkan pada otak dan benak Mia hingga gadis itu selalu terbayang akan dirinya. Akan Mia putuskan, setelah ini, dirinya akan menemui Marc.

Steve melirik Mia dari ujung matanya, gadis itu terlihat terus menyunggingkan sesungging senyum sejak ia tiba di bandara. Bisa Steve tebak, pasti tentang pria bernama Marc itu.

"Dimana kita akan melakukan meeting?" nada bicara Mia pun berubah drastis dari sebelumnya saat berada di dalam pesawat.

"Mungkin dekat dari sini. Ayo," ajak Steve. Ia hampir saja menarik tangan Mia, tetapi secepat kilat ia sadar jika tindakan yang akan ia lakukan akan membuat gadis itu semakin bad mood dan ilfeel padanya saja.

Mi Corazone (Marc Marquez Fanfict)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang