Stone Cold #42

840 67 23
                                    

"Apa yang kau tulis?" tanya Mia penasaran. Tiba-tiba saja Maverick tersenyum menyeringai bak serigala.

"Dasar kepo! Lipat kertasmu dan ikatkan pada benang yang tertali di balon." Mia menuruti. Kertasnya yang berwarna hijau muda tertaut saling bergandengan dengan kertas impian milik Maverick.

Mia tersenyum puas tatkala mengingat apa yang ia tulis di dalam sana. Maverick bertingkah seolah-olah apa yang ia kerjakan akan menjadi kenyataan.

Maverick menilik arloji yang melingkar dengan indah di pergelangan tangan kirinya, dua menit menuju tahun baru. Ia harus segera melepaskan balon itu ke angkasa gelap sana.

"Akan ku lepaskan, kau sudah siap?" tanya Maverick dengan nada antusias. Mia mengangguk semangat.

Maverick meraih tangan Mia dan memposisikan memegang tali benang sebagai ekor balon tersebut. Dengan tangan halus Maverick yang memegangi tangannya dengan romantis, Mia merasakan kehangatan tersendiri.

"1 ... 2 ... 3!" mereka menghitung bersama dan melepaskan balon tersebut. Mia bertepuk tangan pelan sembari mendongakkan kepala memandangi balon yang ternyata bisa melayang tersebut. Toh tidak sampai satu jam balon itu pasti akan pecah dengan sendirinya.

"Mia, pejamkan mata dan buatlah harapan," celetuk Maverick yang ternyata sudah bersiap dengan lilin yang menyala di depan wajahnya. Loh, hidupin apinya gimana? Sakti mandraguna ya?

Mia menurut saja dan memejamkan matanya. Ia berseru kembali akan semua impian dan cita-citanya dalam hati. Maverick mencuri kesempatan tersebut dengan memandang Mia yang terkena sinaran lilin, tetap terlihat cantik. Mereka sepertinya tidak tahu malu karena duduk diatas atap mobil ditengah-tengah hamparan jutaan manusia.

"Tiuplah lilin ini."

"Together," lanjut Mia. Maverick tidak menyangka bahwa Mia akan mengatakan pernyataan tersebut.

"Hufff!" tanpa aba-aba mereka meniup lilin secara bersamaan.

Tiba-tiba suara teriakan datang dari sekitar mereka. Suara ledakan kembang api menyeruak saling bersahutan. Cahaya dari kembang api yang saling berlomba menampilkan kumparan beberapa bentuk yang keren mengalahkan cahaya lampu dari gedung-gedung pencakar langit di sekitar.

Mia tertawa senang. Maverick pun melakukan hal yang sama. Mereka menatap bagaimana indahnya kota Madrid disertai gemerlap cahaya dan suara teriakan akan kembang api yang menyala-nyala di angkasa.

"Lihat, bentuk apa itu?" celetuk Vinales menunjuk satu kembang api yang baru saja meledak.

"Kelinci kurasa. Kau belum pernah melihatnya?" balas Mia dengan nada mengejek.

"Oh aku pernah melihat yang lebih baik dari itu," Maverick tak kalah, ia melemparkan pandangan menghina. Mia terkekeh, mengerti juga pria itu saat dirinya sedang mengejeknya.

Tanpa ada hujan atau badai, Mia meninju lengan kiri Maverick. Yang ditinju pun mengaduh pelan dan merasa kaget.

"Aww! Apa kau gila?" cibir Maverick bercanda.

"Tak kusangka kau ternyata romantis juga," puji Mia. Maverick tahu ini hanyalah trik tipuan agar hasrat jahil Mia terpenuhi dengan melihat wajahnya memerah.

"Kau ini. Tentu saja, mungkin aku adalah pembalap MotoGP paling romantis tahu!" walau demikian, Maverick tetap saja merasa hatinya berbunga-bunga.

"Terima kasih, jagoan. Kau benar-benar membuatku bahagia malam ini." Mia mendekatkan wajahnya dan mengecup pipi kiri Maverick dengan mesra. Mia sengaja meninggalkan bekas basah untuk menggoda pembalap dengan nomor 25 itu.

Mi Corazone (Marc Marquez Fanfict)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang