Be Alright #24

913 72 15
                                    

Walaupun nada tersambung yang terdengar dari speaker handphone-nya berhenti, Marc masih saja menempelkannya di depan daun telinga. Apakah Mia belum sampai juga di rumahnya? Padahal gadis itu berangkat tadi siang, dan perjalanan pun mungkin hanya memakan waktu beberapa jam saja.

Angin malam menerpa wajah Marc. Dia termenung di atas balkon rumah. Sudah dua kali panggilan darinya tidak Mia angkat. Mereka sudah berjanji untuk saling memberi kabar dengan telepon setiap pukul delapan malam. Apakah Mia akan langsung mengingkari janjinya seperti ini? Atau ada yang tidak beres dengan keadannya saat ini? Ah, Marc tidak ingin berfikir yang macam-macam.

Saat Marc ingin keluar dan melewati kamar tamu, sejenak ia berhenti di depan pintu berwarna putih itu. Ia membukanya perlahan, sekelebat memori dan bayangan akan Mia muncul di depan mata. Bagaimana rasanya ia mendekap tubuh wanita cantik tersebut.

"Marc?" panggil sebuah suara yang dapat Marc tebak adalah ayahnya.

Tidak ingin terlalu larut dalam suasana, Marc berlari menuruni tangga dan menghampiri ayahnya yang sedang bermain PlayStation bersama Alex di ruang keluarga. Hey, itu kan PlayStation miliknya?

"Alex pe'ak, kenapa kau menggunakan PlayStation ku heh? Kau kan punya sendiri," Marc berkacak pinggang mendelik tajam pada Alex yang duduk di lantai beralaskan karpet madani.

"Ayah yang mengeluarkannya. Dia sudah tahu tempat persembunyian PlayStation-mu. Ayah juga yang memaksa agar menggunakan milikmu, katanya permainan yang ada di dalamnya lebih mengasyikan daripada milikku sendiri. Kau juga sudah men-tamatkan career MotoGP," jelas Alex tidak memalingkan pandangan dari layar televisi.

Marc langsung menoleh pada ayahnya. Papa Julia hanya bisa tersenyum berlagak memelas. Yah, mau dikata apalagi, persembunyiannya sudah diketahui. Marc harus mencari persembunyian lain. Oh ya dimana Mama Roser?

Setelah menjelajahi seisi rumah, Marc menemukan Mama Roser sedang membuat kue di dapur. Mengetahui bahwa inisiatif membuat kue diam-diamnya telah diketahui, Mama Roser menyerah juga.

"Tumben sekali kau mencariku, Marc? Aku baru saja ingin membuat kue untuk mengejutkan kalian semua," tanya Mama Roser. Marc mendekatinya dan mencoba membantu.

"Aku ingin bisa memasak," balas Marc tersenyum tipis. Tidak heran, semenjak Marc mengenal Mia, pria itu semakin penasaran akan hal-hal yang sebenarnya tidak terlalu penting untuknya.

"Mia? Dia memang wanita yang sangat selektif. Bersyukurlah kau dicintainya." Tebak Mama Roser tepat dan akurat.

"Aku tidak tahu bagaimana cara memutuskan hubungan dengannya," pernyataan Marc sontak membuat Mama Roser menoleh kebelakang mendelik tajam.

"Kau baru saja meresmikan hubungan kalian pada kami. Dan kau sekarang ingin memutuskannya? Are you crazy?" Benar, Mama Roser telah kerasukan setan berlogat British dari Mia.

"Aku ingin sekali fokus pada balapan. Mia pernah juga mengatakan bahwa aku egois karena memutuskan sebuah hubungan karena ingin fokus mengejar kejuaraan dunia. Dia juga merasa jika suatu saat aku pasti akan memutuskannya serupa, sepertinya hal itu terjadi sekarang," Marc menghidup-matikan mixer yang ia pegang sehingga adonan yang masih tersisa muncrat kemana-mana.

"Kau sudah besar, Marc. Kau tahu mana yang benar dan mana yang salah. Kau juga mempunyai prioritas dalam hidupmu. Dalam hidup ini, semua orang mempunyai seribu jalan untuk hidup masing-masing. Kau pun sama, kau mempunyai kesempatan untuk merubah suatu keadaan. Tergantung sampai mana hatimu mengijinkan," bijak Mama Roser.

"Tetapi, ketika hatimu memilih untuk berhenti, maka berhentilah. Karena sesuatu yang dipaksakan, tidak akan pernah berhasil walau secuil," lanjutnya.

Mi Corazone (Marc Marquez Fanfict)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang