Dec 28, 2017

27K 1.7K 34
                                    






"Ada yang ingin kau katakan?"

Jungkook menggeleng.

Pemuda di hadapannya menaikkan sebelah alis sebagai respon.

"Ada keluhan?"

"Tidak."

Lagi―Jungkook menggeleng. Kali ini sudut bibirnya sedikit tertarik kecil.

Pemuda itu menghela nafas keras. Membolak-balik lembaran kertas berkas di tangannya sebelum separuh membantingnya di meja.

"Aku tidak bisa membantumu jika kau terus diam seperti ini, Jungkook-ssi." Keluh pemuda itu.

Jungkoo tersenyum, kemudian mengangguk mengiyakan. Tangannya mengetuk-ngetuk lutut tak sabaran, seolah berharap secepat mungkin keluar dari ruang serba putih ini.

"Aku memang tidak perlu dibantu, Namjoon hyung."

Pemuda yang dipanggil Namjoon hyung itu menghela nafas lelah, kemudian melipat tangannya di meja dan menatap Jungkook intens.

"Seokjin menitipkanmu padaku agar aku tahu, Jeon." Tukas Namjoon. "Kalau seperti ini, akan sia-sia saja."

Jungkook diam mendengarkan, dengan senyum masih terpatri.

"Aku akan bicara dengan Jin hyung. Jadi, Namjoon hyung tidak disalahkan."

Kembali, Namjoon mendesah. Kali ini menyisir rambutnya kasar. "Aku membantumu karena aku memang ingin membantumu. Tanpa paksaan. You get me?"

Tidak ada respon yang berarti dari pemuda Jeon.

"Listen. Bagaimana kalau aku mengatur jadwal terapi psikologis untukmu? Tidak ada aturan, tidak ada paksaan, dan tentu; tidak ada sentuhan." Namjoon menjilat bibir antisipatif.

"Deal?"

Jungkook terkekeh. Menutup mata membuat Namjoon menunggu dua detik hingga manik si pemuda Jeon terbuka.

"No deal." Jawabnya mantap; membuat Namjoon mengerutkan kening. "Aku tidak butuh terapi, Hyung tahu itu." Jungkook menaikkan kedua alis memandang Namjoon. Kemudian tangannya memakai sarung tangan yang sedari tadi ia genggam erat."

"Well―kurasa sampai disini?" Jungkook mengerling.

"Terima kasih telah meluangkan waktumu―

Dokter Kim."

.
.
.

―Celestaeal; Dec 28, 2017 [04.01 pm]

Petite PièceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang