Ga ngerti lagi kemana rasa egois gue yang sudah mendominasi kehidupan gue selama beberapa bulan ini. Rasa egois dimana gue ga pernah mau dengerin Chanyeol.
Rasa itu lenyap gitu aja saat gue melihat chanyeol datang dari lorong rumah sakit memanggil gue.
Gue butuh dia, Tuhan.
Gue ga mau membohongi diri gue sendiri lagi kali ini. Dan karena rasa rindu gue yang sebegitu beratnya gue tak mampu melepaskan diri dari dia. Kecuali saat masuk keruangan Papa. Dia ga pernah mau ikut dengan alasan yang selama ini selalu ia pegang teguh.
Chanyeol enggak mau ganggu gue jika itu berkaitan dengan keluarga, ia memberi gue waktu untuk menjadi seorang anak seutuhnya kepada orang tua gue tanpa perlu mengingat kalo gue ini adalah istri seseorang. Dan itu juga yang berusaha gue terapkan pada diri gue, memberi chanyeol waktu disaat dia sedang bersama keluarganya juga.
Dan hingga kepergian papa chanyeol selalu bersama gue, memeluk gue erat dan menguatkan gue.
Kalo dia enggak sayang gue buat apa dia terbang jauh-jauh dari US ke Australia? Toh papa gue yang sakit bukan gue kan?
Dan Chanyeol melakukan itu, datang jauh-jauh tanpa memikirkan apa yang ia tinggalkan dan terus memeluk gue tanpa lelah.
Di pesawat pulang bersama Jenazah papa, Chanyeol terus memeluk gue. Dia cerita kalo gue enggak sadarin diri seharian. Dan Axel sama sekali enggak rewel.
Gue masih belum bisa menelaah kata-kata apa lagi yang dikatakan Chanyeol selain itu. Karena otak gue stuck saat para dokter berlali melewati gue, lalu mas kama keluar dari ruangan papa dan meluk gue dan Chanyeol dan dunia gue gelap lagi.
Apa bisa gue hidup tanpa papa?
Papa, sosok yang enggak pernah gue tolak setiap kata-katanya.
Semua yang gue laluin bersama papa kembali diungkit otak gue, kenangan dimana papa dengan sabarnya ngajarin gue naik sepeda roda tiga, papa yang anterin gue kemana-mana, papa yang selalu mendukung gue disaat gue bersiteru dengan Mas Kama.
Dan yang terakhir dan membuat gue menangis saat wajah papa dengan senyum mengembangnya meletakkan tangan gue diatas tangan Chanyeol.
"Demi papa"
Gue masih ingat dengan benar wajah papa.
Papa.
Apa kala bisa hidup tanpa papa?
...
Suasana dirumah cukup ramai, gue sampai gatau siapa aja yang datang untuk melihat jenazah papa untuk terakhir kalinya.
"Bang, Kal? Mau makan dulu?" Sehun masuk kekamar dimana gue masih belum bisa lepas dari Chanyeol. Sehun dan yang lain tadi jemput kita dibandara.
"Makan sayang?" Tanya Chanyeol, dan gue menggeleng. Mana mungkin gue makan dalam keadaan kayak gini.
"Mungkin nanti hun" balas Chanyeol. Tanpa memaksa Sehun pergi dan meninggalkan gue dan Chanyeol berdua dikamar.
"Kita turun yuk" ajak Chanyeol.
"Aku gabisa tanpa papa" kata gue mengabaikan yang chanyeol katakan. Tanpa membalas apa yang gue katakan Chanyeol memeluk gue erat.
"Ada aku" katanya tanpa henti.
Satu jam kemudian jenazah papapun dimakamkan. Gue masih belum bisa berdiri dengan tegak, dengan bantuan Chanyeol dan Sehun gue menatap pusara papa tanpa air mata. Seolah air mata gue sudah kering karena terlalu banyak menangis dalam dua hari ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
We got Married! ; Chanyeol [Telah Terbit]
Fanfic(SUDAH TERBIT) Bisa didapatkan di Gramedia Seluruh Indonesia & Toko Buku kesayangan Anda ❤️ #1 in Fanfiction - 22 September 2017 #1 in Fanfiction - 30 Januari 2018 #1 in Fanfiction - 31 Maret 2018 #1 in Fanfiction - 20 April 2018 #1 in Fanfiction...