3

105 8 0
                                        

Raniya sangat menyukai tempat ini. Ruang baca perpustakaan di lantai dua itu langsung menghadap ke arah lapangan basket yang ada di bawah sana. Dia akan menghabiskan banyak waktu duduk di salah satu bangku....Reval akan melambaikan tangan padanya dari bawah sana. Apakah dia lupa hari ini hari Rabu? Raniya tak melihat Reval di sana.

"Hallo..."
Raniya mendongak saat sesosok tubuh menghalangi pandangannya. Kevin tersenyum samar dan meletakkan buku buku di depannya lalu duduk.
"Apa yang akan kita pelajari hari ini?" tanyanya.
Raniya mengambil selembar kertas dari dalam tasnya.
Dia tersenyum dingin
"Kita akan lihat apa kau mampu mengerjakan soal fisika semester satu ini...."
Kevin membacanya sekilas lalu mulai mengerjakannya.
Seperti Reval...dia ternyata kidal. Dia tidak banyak bicara.
Raniya tak sengaja memandang tas ransel milik Kevin yang tergeletak di atas meja. Rasanya dia mengenal tas itu. Mungkin mirip. Ada ratusan atau ribuan tas yang dibuat di pabrik yang sama. Tangan gadis itu terulur menyentuh tas itu. Tapi Kevin tiba tiba menariknya hingga tas itu terjatuh ke lantai.
"Sori....aku mau ambil penghapus..." ucapnya gugup sambil memindahkan tasnya ke bangku. Sekilas Raniya memandang perubahan sikap Kevin yang aneh. Matanya....ada sesuatu yang janggal. Rasanya Raniya pernah mengenal pemuda yang duduk di depannya.
Raniya menggelengkan kepalanya pelan. Bagaimana bisa dia mengenal Kevin yang baru pindah ke sini seminggu yang lalu. Akhir akhir ini dia merasa tidak bisa mengendalikan diri....terutama mengontrol kemarahannya. Dia merasa begitu defensif kepada semua orang. Sesungguhnya Raniya begitu menyesal telah menyerang Wina di kantin tadi. Gadis itu merasa tak lagi menjadi dirinya sendiri. Dia merasa Raniya yang dulu telah pergi bersama kenangannya tentang Reval.

"Raniya....ini sudah selesai."
Raniya memandang kertas yang diberikan Kevin dan tertegun memandang jari tengah pemuda itu. Sebuah cincin melingkar di jarinya. Cincin itu mirip sekali dengan milik Reval. Dia selalu memakainya.
"Raniya..."
"Oh...ya. Jawabanmu nomor 6 salah. Kau harus mengubah satuannya menjadi satuan internasional. Nah....seperti ini. Kecepatan bukan besaran pokok. Kau terbalik mendefinisikan besaran vektor dan skalar..."
" Fisika memang bukan bakatku...."gumam Kevin.
"Tapi tidak buruk....kau akan menemukan bakatmu. Kau harus menyukainya....mempelajarinya...lalu kau akan memutuskan apa yang lebih penting. Bakat atau kerja keras."
Kevin hanya melongo menyimak ucapan Raniya seolah gadis itu bicara dalam bahasa alien.
"Satu jam sudah habis. Sampai ketemu besok. Jam yang sama. Tempat yang sama." Raniya berkata lalu melangkah meninggalkan Kevin.

Raniya berjalan menuju kantin yang sudah lengang. Bel pulang sudah berbunyi sejam yang lalu. Hanya suara tawa dan derap langkah siswa yang mengikuti ekskul basket yang terdengar.
"Kuenya habis nak Raniya. Besok tolong buat agak banyak. Besok ada ekskul tari sama futsal..." Bu Siti penjaga kantin itu menumpuk kotak kotak kue basah yang sudah kosong dan memberikannya pada Raniya.
"Ini uangnya....semuanya dua ratus ribu."
"Terimakasih,Bu."

Kevin memandang Raniya yang tengah mengikat kotak kotak kue itu di sepedanya dari dalam mobilnya yang terparkir tidak terlalu jauh dari tempat parkir sepeda. Dia menyalakan mobilnya dan menjalankannya pelan pelan saat Raniya mulai mengayuh sepedanya meninggalkan gerbang sekolah. Dia harus tahu dimana gadis itu tinggal.

Kevin menghentikan mobilnya di depan sebuah toko barang pecah belah. Raniya masuk ke sana. Tidak berapa lama dia keluar lagi membawa kotak besar yang tampak berat. Wajahnya tampak gembira. Gadis itu menuntun sepedanya menyusuri jalanan dan berbelok ke sebuah gang sempit. Mobil tak bisa masuk ke sana. Tapi,paling tidak dia tahu gang tempat tinggal gadis itu.
Kevin lalu memutar mobilnya ke toko yang dimasuki Raniya tadi.
"Nyari apa,mas?" Tanya pegawai toko itu.
"Eh....apa ya....setrika." jawab Kevin sambil menyebutkan barang yang pertamakali terlintas di pikirannya.
Pegawai toko itu tertawa,
"Kalo nyari setrika di toko elektronik di sana." Dia menunjuk toko di seberang jalan.
"Eh...ya maaf. Mas tau gadis yang ke sini tadi....yang naek sepeda..."
Pegawai toko itu berpikir sejenak.
"Raniya..."
"Tadi dia beli apa ya.."
"Oven biasa....kenapa nanya nanya?"
"Oh...enggak mas."

Kekasih Untuk RaniyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang