Ada perjumpaan pasti ada perpisahan. Bukankah setiap hal di dunia ini memiliki dua sisi yang saling bertentangan?
Raniya menaiki jembatan penyebrangan itu pelan pelan. Kakinya menapaki satu demi satu anak tangganya. Beberapa perjumpaan sangat menyenangkan. Mengapa perpisahan terasa sangat menyakitkan?. Orang orang yang dia cintai satu persatu meninggalkannya.
Apa mereka tidak tahu, betapa Raniya masih sangat membutuhkan kehadiran mereka dalam hidupnya.
Gadis itu memandang langit yang berwarna jingga dari atas jembatan penyebrangan. Dia selalu merasa optimis dalam hidupnya dan mencoba berpikir positif tentang apapun. Tapi hari ini kepercayaan dirinya seperti dirampas pelan pelan dari hatinya. Dan ketika dia tahu dan sadar, tak ada yang bersisa dari hidupnya. Gadis itu memandang ke arh jalanan yang ramai di bawah jembatan. Lalu dia menyadari bahwa dia hanya sendiri. Ayahnya, Reval dan Sinta telah meninggalkannya tanpa bisa dia cegah dan hentikan. Raniya mengusap wajahnya dan bertanya pada dirinya. Apakah yang dia inginkan untuk hidupnya?"Kak Raniya..."
Raniya menoleh dan melihat seorang bocah kecil yang ikut berdiri di sebelahnya.
" Hai..Bebi...mau jualan?" tanya Raniya saat melihat tumpukan koran di tangan gadis kecil itu.
" Ini baru mau berangkat..."
"Gimana sekolahnya? Seneng?"
" Seneng kak...tapi jadi gak bisa jualan pagi. Cuma Sabtu Minggu aja bisa."
" Gak pa2. Rezeki udah ada yang ngatur. Yang penting bisa terus sekolah."
Bebi mengangguk, " Kemarin Bebi lewat di depan sekolah Kak Raniya. Bagus deh sekolahnya. Sekolahnya anak orang kaya ya, Kak?"
Lama Raniya berpikir, "Enggak juga."
" Bebi ntar bisa sekolah di sana kan , Kak?"
"Bisa...asal Bebi pinter. Bisa sekolah di mana aja yang Bebi mau."
" Bener, Kak?" tanya Bebi dengan mata berbinar. Dan Raniya ingin menangis saat itu juga. Rasanya dia berharap terlalu banyak selama ini. Melihat Bebi, dia jadi merasa bersyukur dengan apa yang dia miliki sekarang.
" Belajar yang rajin....mau kakak bantuin jualan?" tanya Raniya sambil memisahkan koran dan majalah. Raniya sekilas memandang majalah di tangannya dan tersenyum.
Bebi mengangguk dengan gembira.
Raniya menggandeng tangan mungil Bebi menuruni jembatan. Dia berharap koran sore dan majalah itu akan habis terjual dalam waktu singkat hingga Bebi bisa cepat pulang dan punya waktu untuk belajar.
"Bebi duduk aja sini...biar aku jualin semuanya...oke?"
"Tapi Kak..."
" Udah..sini aja..."
Raniya melangkah ke arah jalanan tepat saat lampu lalu lintas itu menyala merah."Raniya...hoi...Raniya...!!"
Gadis itu mencari asal suara dan melihat Bobby melongok dari jendela sebuah mobil dan melambaikan tangannya.
"Apa?"
"Ngapain lo?"
"Berenang. Gak liat aku lagi jualan koran?"
"Eh....iya.Aku beli semua sekalian majalahnya...."Bobby berkata sambil mengeluarkan dompetnya.
"Semua?Buat apa? Jangan."
"Ya elah...buat dibaca lah. Masak dibuat makan.Udah berapa duit? Ntar keburu ijo aku gak jadi beli..."
"Nih...semuanya dua ratus limapuluh ribu."
"Nih...thanks ya..."
"Sama sama."
Jendela mobil itu kembali tertutup. Raniya memandangi mobil Bobby dan uang di tangannya.
"Tin tin tiin"
Raniya tersentak kaget.
"Woi...minggir gak loe....!!"Bobby mengeluarkan koran koran yang baru dia beli. Pekerja bengkel milik Frans tampak heran melihat Bobby yang langsung membagi bagikan koran.
"Eh..ibob...dimana mana orang tuh bagi bagi sembako...bagi bagi duit. Eh elo malah bagi bagi koran." Celetuk salah seorang pekerja.
"Ya elah...perut mulu diurusin. Sekali kali baca koran biar pinter kayak ibob..."
"Pinter ngibul loe , Bob."
Bobby nyengir kuda, "Nih bagiin buat yang laen. Kalo masih ada bagiin juga ke orang orang sekitaran sini."
"Nyusahin aja emang si Bobby."
"Wee...sekali kali amal napa? Eh...si bos ada?"
"Ada...lagi bertapa kali...udah dari pagi gak keluar dari ruangannya. Samperin,Bob. Takut kenapa napa."Bobby mengetuk pintu ruangan Frans. Gak ada jawaban. Langsung aja dia nyelonong gak pake kulonuwun.
Frans sedang duduk di depan komputer dan memandang layar komputer. Tapi Bobby tahu 1000% apa yang sedang dipikirkan Frans.
"Ehem...ehem..."
Frans memandang ke arah pintu.
"Kak Tere nyuruh jemput kamu. Ada yang mau dibicarain. Bapak ibu aku juga udah dateng ke rumahmu. Ayo...pulang sekarang."
"Bob...aku gak mau kamu kepaksa nglakuin ini gara gara aku. Kamu gak perlu ikut....biarin aku pergi sendiri."
"Kamu kenapa sih? Kita udah temenan dari kapan tau...aku gak mau cuma jadi temen saat kamu seneng. Kita bakal melalui ini bersama. Kamu lagi ngalamin masa sulit...aku gak bakal ninggalin kamu sendirian. Oke?"
"Aku baik baik aja. Lihat...aku bisa mengatasi ini sendiri."jawab Frans.
Bobby menggelengkan kepalanya.Frans memandang Bobby yang tiba tiba bisa bicara dengan serius. Wajahnya juga tampak berbeda.Suer...Bobby justru tampak aneh dengan wajah seriusnya itu.
"Untung kamu cowok...kalo enggak...pasti udah jadi pacarku dari dulu..."
"Ih...jijay pacaran sama kamu..."
Frans akhirnya terpaksa tertawa.
"Ya udah...ayo pulang.""Buat kliping ya, beli majalah segitu banyak." ucap Frans.
"Tadi di jalan aku ketemu Raniya."
Bukan jawaban yang diharapkan Frans.
" Lalu?"
"Dia lagi jualan koran di lampu merah."
" Ku kira dia jualan kue." balas Frans.
"Ku kira juga begitu. Kasian ngeliat dia...jadi aku beli semua dagangannya."
Frans memandang Bobby sekilas..
Tumben tumbenan nih anak baik hatinya. Salah minum obat kali ya...Ada yang gak beres dengan otaknya."Kau gak nanya dia soal Sinta?"
Pertanyaan yang paling Bobby benci saat ini. Sesuatu yang ada nama Sinta nya. Kalo bukan Frans yang bertanya, dia gak akan jawab.
"Dia udah pindah beberapa hari yang lalu..."
Tak ada respon dari Frans. Dan ekspresinya tetap seperti itu sampai mereka tiba di rumah keluarga Bahtiar. Dan dia langsung masuk ke kamarnya setelah sampai di rumah."Ibob bawa majalah nih, Kak Tere."
Teresa menoleh sekilas.
"Gak nanya gak interesting. Kalo ibob bawa cewek nah baru aku tertarik."
"Wah...wah...omongannya pedes kayak cabe level 12...."Ucap Bobby sambil cengengesan dan menggelar majalah yang dia bawa di meja yang ada di depan Tere.
"Sejak kapan jualan majalah kayak gini?" tanya Teresa penasaran
"Sejak tadi. Lihat nih ada BTS,ada EXO terus ada IKON yang isinya cogan semua. Kak Tere k popers kan? Wajib punya nih...beli ya...ya...ya"
Teresa ternganga mendengar Bobby yang nyerocos kayak sales panci.
"Ya elah...gak usah dipikir...langsung borong aja."sambung Bobby.
"Pikirin gigi Bobby aja...kenapa bisa off side kayak gitu..."Bram ikut ikutan menggoda Bobby.
"Eits ....Kak Bram gak asik deh...pake maen fisik....mama Bobby bilang Bobby paling ganteng...."
Bram tertawa,"Udah Tere beli aja...kasian kan Ibob..."
"Nah...ini nih suami idaman... ayo istri soleha nurut ama suami." sambung Bobby. Aduh....Ibob..ngomong apa coba?Teresa akhirnya
termakan rayuan Bobby, SPB jadi jadian.
" Berapa nih semuanya?"
"Tigaratus ribu."
"Astaga g-dragon....mahal bingits....kurangin dikit napa?"
"Ya elah....dapetnya susah nih...Ibob mesti rebutan ama fan girl...tau kan fan girl ganas ganas."
Bohong dikit gak pa2 kan? Hidup butuh drama.
Mesti balik modal nih, batin Bobby.
"Ya udah lah..." Teresa mengambil dompetnya.
"Nih...aku tambahin jadi 350."
Mata Bobby langsung ijo liat duit. Dia bersorak dalam hati....rejeki anaknya Pak Soleh....♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡
Part favoritku udah jadi....seneng banget...soalnya ada ayang Ibob he he he. Bucinnya Bobby angkat tangan
eya....eya...eya...
Seneng kali ya kalo punya pacar kayak Bobby....bawaannya ketawa terusss...soalnya liat dia diem aja udah bikin gemes alias lucu.
Udah gitu hidupku kelewat serius selama ini....jadi kalo Ibob jadi pacarku.....( ngayal teroooos)
hehehehe....♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡
KAMU SEDANG MEMBACA
Kekasih Untuk Raniya
Teen FictionKisah Raniya,seorang gadis dari keluarga miskin yang harus survive bersekolah di SMU elit. Dengan kepandaiannya dia berhasil mendapat beasiswa penuh, tapi tak ada yang tahu bahwa dalam hatinya dia menyimpan luka. Semua orang memperlakukannya dengan...