59

20 4 0
                                    


Raniya melangkah tergesa gesa menuju ruangan Pak Rusdi, Kevin dan Arga juga melangkah dengan gugup di belakangnya. Sesuatu yang buruk telah terjadi. Dan kabar itu menyebar lebih cepat dari bencana kabut asap.
Bobby sudah ada di kantor Pak Rusdi dengan plester besar menempel di keningnya. Dia tampak gelisah dan khawatir. Tak ada kegembiraan yang tersisa di wajahnya yang biasanya selalu terlihat kocak.
"Jadi....apakah kalian memang sudah memiliki hobi baru?"tanya Pak Rusdi sambil memainkan jari jarinya.
"Membuat masalah....bukan masalah kecil....Polisi ingin meminta keterangan dari kalian."
Mereka saling berpandangan. Seorang pria berseragam polisi masuk ke ruangan itu dan duduk di hadapan mereka. Dia mengambil sebuah buku kecil dan alat rekam.
"Aku ingin bertanya pada kalian tentang beberapa hal. Raniya, Kevin dan Arga...."
"Bobby....kau akan dimintai keterangan di ruangan Pak Fath."
 
Bobby memandang ketiga adik kelasnya itu dengan gelisah saat dia berjalan meninggalkan kantor Pak Rusdi.

"Aku takkan menghukum kalian kali ini...tapi kalo sampai terjadi hal seperti ini lagi.Aku terpaksa memanggil orangtua kalian. Dan kau Raniya,apa yang terjadi denganmu? Apa kau tidak sadar, membiarkan Sinta berhubungan dengan Frans, kau membuat hidup sahabatmu dalam bahaya. Aku tak percaya ini."
Raniya menggelengkan kepalanya dengan penuh penyesalan. Kenapa hal seperti ini bisa terjadi?
"Ayo sana...kembali ke kelas."

Raniya memandang ruangan redaksi majalah sekolah di hadapannya dengan sedih. Dia memikirkan perkataan Pal Rusdi. Mungkin ada benarnya. Sinta tertembak semalam....Raniya ikut merasa bersalah. Bobby sudah menceritakan segalanya. Bagaimana Sinta telah membahayakan dirinya. Hidupnya bisa saja berakhir saat itu. Kenapa cinta monyet ini bisa begitu membutakan? Sinta telah dibutakan oleh cinta dan melupakan akal sehatnya.

"Kau baik baik saja?"tanya Arga.
Raniya menggelengkan kepalanya.
"Aku bertanya pada Bobby dimana Sinta dirawat. Sepulang sekolah kita bisa menjenguknya."
"Tentu...aku ikut." jawab Raniya.

"Ada yang bernama Frans di sini?"
Dokter itu bertanya.
"Aku Frans. Bagaimana operasinya?"
"Semuanya berjalan lancar. Dia sudah dipindahkan ke kamar dan dia mencarimu begitu sadar. Ayo ikut denganku..."
"Tidak. Dia tidak boleh menemui Sinta."
Sedikit kegembiraan langsung menghilang dari wajah Frans saat mendengar perkataan Om Lukas.
"Aku tak mengerti ada apa dengan kalian. Tapi pasienku ingin bertemu dengan pemuda ini. Gadis itu baru saja melewati masa kritis.Ayo, Nak. Ikut aku. Kalian bisa menyelesaikan masalah kalian setelah ini."

"Lihat....aku datang bersama,Frans." ucap dokter itu sambil membuka pintu kamar. Frans tak kuasa menahan tangisnya. Tapi dokter itu memberi isyarat agar Frans tenang.
"Jangan membuat dia stress...oke?Aku memberi waktu lima menit."

"Hai....Sinta."
"Frans,kau tidak apa apa?Aku takut sekali,Frans...tapi aku lega sekarang.."
Frans mengangkat wajahnya dan memandang langit langit kamar itu, berusaha menahan airmatanya.
"Jangan melakukan hal seperti ini lagi .... kau sungguh bodoh....jangan coba menyelamatkan aku....aku tak bisa melihatmu seperti ini..."ucap Frans sambil memegang tangan Sinta.
"Aku baik baik saja." jawab Sinta.
"Aku mencintaimu,Sinta."
"Aku tahu."jawab Sinta sambil tersenyum.
Frans memandang Dokter yang baru saja masuk,"Aku pergi dulu....kau harus istirahat."
"Kau akan datang lagi nanti kan ?"
"Tentu....aku pasti datang. Nah...sekarang istirahat dulu."
Dengan enggan Sinta melepaskan tangan Frans.

Pintu itu tertutup di belakang Frans.
Rasanya sungguh menyakitkan berdiri di tempat ini. Frans tak dapat lagi menahan penyesalannya.
"Aku tak mengijinkan Frans bertemu Sinta lagi. Juga seluruh keluarga Bahtiar. Kalian telah membuat Sinta mengalami ini semua."
"Tapi Om..."Bram berusaha bicara
"Cukup....kalian sebaiknya pergi."
Om Lukas berkata sambil melangkah pergi menuju kamar Sinta.
"Maafkan aku,Tante Melani..."Frans berusaha mengejar Tante Melani yang berjalan mengikuti suaminya.
"Tidak apa apa, Frans. Lukas sedang marah. Aku akan bicara dengannya nanti."
"Aku sungguh menyesal."
"Aku tahu...tak ada yang ingin hal seperti ini terjadi. Sebaiknya kau pulang dulu.."

Kekasih Untuk RaniyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang