61

19 4 0
                                    

Kevin menekan bel di depannya dengan hati hati. Dia memasang ekspresi wajah yang wajar agar tak ada yang curiga.
Pintu itu terbuka. Wanita paruh baya di depannya tampak kaget melihat Kevin. Kevin juga berusaha tampak terkejut.
"Hallo...maaf sepertinya Tante ini tantenya Sinta kan?" tanya Kevin.
"Ya...dan kau temannya Sinta, bukan?" dia balik bertanya.
"Aku Kevin."
"Jadi kenapa kau bisa sampai di sini?"
"Mamiku baru membeli apartemen di sini. Dia menyuruhku ke lantai 65 untuk memberikan kue ini pada temannya." Kevin berharap Tante Melani tidak curiga dengannya.
"Nak...ini lantai 56.Lihat."
Kevin menepuk keningnya.
"Aduh...gara gara Raniya terus mengangguku...aku jadi salah alamat. Sori ya,Tan. Udah ganggu."
"Gak pa2...."
"Oh ya...gimana kondisi Sinta?"

"Siapa yang dateng, Tante?"terdengar suara Sinta dari dalam.
"Ini ada Kevin. Ayo masuk....Sinta udah bangun rupanya."
Kevin mengikuti Tante Melani dan melihat Sinta sedang duduk di sofa.
Kevin mengedarkan pandangannya. Tidak ada tanda tanda Om Lukas. Bagus.
"Hai....Sinta. Aku senang kau sudah sembuh."
Sinta tersenyum lemah.
"Raniya dan Arga pasti senang juga kalo bisa melihatmu. Mereka ada di sini untuk membantuku merapikan apartemen. Kebetulan yang menyenangkan bukan?" Kevin berusaha bersikap wajar agar kedatangannya ke apartemen ini adalah kebetulan semata.

Arga melangkah cepat menuju tempat parkir dan menghampiri mobil Bobby.
"Kau sudah siap?Sekarang kau masuk."Ucapnya.
"Good luck."Bobby mengacungkan ibu jarinya. Frans memakai topi hitam yang diberikan Arga dan berjalan memasuki apartemen.
"Kau kira ini akan berhasil?"tanya Bobby.
"Entahlah...ku harap segalanya berjalan lancar." Ucap Arga sambil memakai jaketnya. Dia memandang Frans yang masuk ke dalam apartemen memakai pakaian serupa dengan yang dia pakai Semoga dia berhasil mengelabui petugas sekuriti itu. Arga mengambil ponselnya dan menelpon Kevin.
"Iya....Frans sudah masuk....rencana kedua."

Petugas sekuriti itu memandang Frans dengan curiga. Frans berusaha untuk bersikap wajar dan berjalan seperti gaya Arga.
"Ayo,Arga....cepat."Kevin melambaikan tangannya ke arah Frans dan mereka berdua masuk ke dalam lift.

"Wah....Raniya, kau tak hanya cerdas....tapi juga pandai memasak."
puji Tante Melani.
Raniya tersenyum meskipun dalam hati dia cemas. Dimana Kevin?"
Terdengar suara bel pintu.
"Biar Raniya yang buka.Pasti Kevin sama Arga. Tante tolong potongin ayamnya ya..."
Raniya bergegas membuka pintu.
Kevin berdiri dengan gelisah. Frans yang berdiri di sampingnya juga tampak gelisah.
"Kemari....kau harus alihkan perhatian Tante Melani....aku dan Frans akan menemui Sinta. Kau paham?"
Kevin mengangguk.
"Ayo, Frans."

Sinta memandang cincin di jarinya dan tak bisa memutuskan apakah dia harus tersenyum atau menangis. Om Lukas telah membuat keputusan untuk meninggalkan kota ini segera setelah semua proses kepindahan sekolah Sinta selesai. Dia tak ingin pergi,tapi dia juga tak bisa membantah keinginan Om nya itu. Tapi dia  juga tak ingin berpisah dari Frans.

Sinta menoleh saat mendengar pintu kamarnya terbuka. Raniya datang membawa kue karamel kesukaannya.
"Lihat...siapa yang datang bersamaku."ucap Raniya sambil menutup pintu.
"Hai, Sinta. Aku datang. Aku sangat merindukanmu."
Sinta tak dapat menyembunyikan kekagetannya. Apa dia sedanhg bermimpi? Mungkin pengaruh obat membuatnya agak linglung.

Frans memeluk Sinta yang tak percaya dengan apa yang dia lihat.
"Frans...bagaimana kau bisa ke sini? Om Lukas..."
"Raniya yang merencanakan ini. Juga Kevin dan Arga....lihat,Aku bawakan kau bunga."
"Terimakasih. Frans....kau terlihat kurus. Kau tidak makan dengan benar..."Sinta menyentuh pipi Frans dengan tangannya. Frans mencoba tertawa. "Lihat dirimu....kau juga terlihat kurus.Apakah masih sakit?"
Sinta menggeleng.
"Kau akan makan bersamaku..."

Bagaimana aku bisa makan? Aku tak bisa menelan apapun....batin Frans.
"Aku akan makan banyak setelah ini."
"Raniya membuat kue yang enak....kemari aku akan menyuapimu."
Sinta mengambil sendok dan menyuapi Frans.
"Enak?"
Frans mengangguk dan tersenyum meskipun di saat yang sama dia juga ingin menangis.
"Raniya selalu yang terbaik. Hei...kau terlihat seperti Arga."
"Mereka menyuruhku menirukan gayanya. Mirip?"
"Buruk. Definetely not you..."

"Kau tahu....kita tak bisa melanjutkan hubungan ini."
"Aku tahu....kau akan pergi. Dan aku sungguh minta maaf padamu...aku sangat menyesal kau harus mengalami semua ini karena aku."
Frans merangkul pundak Sinta dan mencium kedua tangan gadis itu.
"Aku tak ingin membahayakan hidupmu lagi. Aku sungguh mencintaimu."
Sinta mulai menangis pelan.
Raniya tak kuasa menahan perasaannya melihat sepasang kekasih itu.
Sinta terlihat sangat sedih tapi jauh lebih menyakitkan melihat ekspresi kehilangan di wajah Frans.
"Aku ingin kau bahagia....jangan menangis seperti ini.Sshhh...sudah...sudah." Frans menghapus airmata yang mengalir di pipi Sinta.
Raniya benar benar ingin tenggelam ke dalam tanah.
"Aku pergi....sampai jumpa...Kau tahu...aku selalu mencintaimu...." Frans mencium kening Sinta dengan lembut sebelum dia melangkah meninggalkan tempat itu.
Raniya mengikuti Frans dan berpikir. Sungguh tragis akhir kisah ini. Tapi Sinta dan Frans masih lebih beruntung. Mereka telah mengungkapkan perasaannya. Sedangkan Raniya? Reval pergi sebelum Raniya bisa mengatakan apapun tentang perasaannya....

Kekasih Untuk RaniyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang