60

27 4 0
                                    

Raniya tampak sangat sedih saat melihat Sinta terbaring di kamar itu. Arga juga tampak shock.
"Apa kalian melihat Frans?"tanya Sinta. Raniya memandang Arga dengan bingung. Tak tahu harus menjawab apa.
"Aku melarangnya menemuimu. Aku juga akan memindahkanmu ke rumah sakit lain. Aku tak mau berurusan dengan keluarga Bahtiar."
"Tapi,Om..."
"Cukup,Sinta. Aku takkan membiarkan hidupmu dalam bahaya. Tidak....Aku takkan membiarkan Frans mendekatimu. Kau paham?Aku takkan mengubah keputusanku."

Raniya merasa tak enak hati ada di tengah perdebatan ini. Dia merasa tak berhak ada di tengah tengah keluarga Sinta dan mendengar perselisihan mereka.
"Kita pulang ya. Semoga lekas sembuh. Kita pulang,Om,Tante."Arga pamit sambil menggandeng tangan Raniya meninggalkan kamar itu.
"Aku tak menyangka akan jadi seperti ini."ucap Arga.
"Aku juga. Ku kira Sinta tidak serius dengan Frans. Tapi lihat apa yang dia lakukan. Dia hampir kehilangan nyawa...aku tak percaya....bagaimana dia bisa melakukannya."
Kalo aku ada di posisi Sinta....aku juga akan melakukan hal yang sama demi dirimu,ucap Arga dalam hati.

Raniya mematikan tape yang memutar gamelan pengiring tari gambyong di depannya saat melihat Bobby masuk ke ruangan itu.
"Kita bisa bicara sebentar?"tanyanya.
"Ada apa?"tanya Raniya. Pasti sesuatu telah terjadi. Wajah Bobby tampak cemas.
"Apa kau tahu ke mana Om Lukas memindahkan Sinta? Dokternya bilang Sinta sudah pulang kemaren malam,tapi mereka tak ada di rumahnya."
Raniya menggeleng,"Tidak....aku mau menjenguknya sore ini. Aku akan tanya Arga."
"Dia juga tidak tahu. Aku dengar dari petugas TU,Om Lukas juga mau memindahkan sekolah Sinta. Aku tak sengaja mendengarnya saat aku membayar SPP tadi pagi."
Raniya tampak kaget dan sedih.
"Aku akan mencari tahu nanti. Aku pasti mengabarimu kalo aku mendapatkan sesuatu."
"Thanks,Raniya."
"Gimana keadaan Frans?"
"Buruk. Sangat buruk. Aku tak pernah melihatnya begitu terpuruk. Aku bahkan takut kalo dia akan melukai dirinya sendiri."

"Maafkan aku, Frans. Aku sudah menghubungi beberapa rumah sakit....tapi tampaknya Om Lukas tidak ingin kita tahu dimana Sinta berada. Tere sudah menyuruh orang mengawasi rumahnya. Mereka juga tak ada di sana. Aku akan berusaha semampuku...." Bram berkata sambil memandang Frans yang menatap kosong ke luar jendela kamarnya.
Sudah tiga hari dia tidak ke luar dari kamarnya. Sejak dia datang dari rumah sakit dan melihat Sinta sudah pergi dari sana, Frans tidak berkata apapun. Sikap yang justru membuat Bram khawatir. Dia lebih suka Frans mengamuk dan menghancurkan sesuatu daripada melihatnya bungkam seperti ini. Keadaan tak bisa lebih buruk dari ini. Papanya juga telah melarang Frans untuk menemui Sinta. Dia tak ingin Om Lukas menjadi lebih marah.

"Ku kira aku tahu dimana Sinta berada sekarang."
Kevin berkata pelan saat melihat Raniya duduk di sebelahnya. Gadis itu tampak terkejut.
"Bagaimana kau bisa tahu?Di mana kau melihatnya?" tanya Raniya penasaran.
Kevin menyebut salah satu apartemen mewah di kota itu.
"Mami baru saja membeli salah satu apartemen dan bilang kalo mami lihat Sinta dan keluarganya naik lift di situ."
"Menurutmu mereka tinggal di sana?"
"Ku kira begitu....kau tidak bisa sembarangan masuk ke sana. Mereka sangat melindungi privasi para penghuni di sana."
"Tapi....ibumu punya apartemen di sana kan?Jelas kau punya akses untuk masuk ke sana."
"Tentu....tapi petugas sekuriti di sana bilang kalo seorang penghuni telah memblacklist semua anggota keluarga Bahtiar."
Raniya berpikir sejenak,"Kita akan ke sana dan menemui  Sinta dan kita akan membawa Frans."
"Frans?Kau sudah gila. Frans tidak boleh datang ke sana."
"Kau ingin membantuku atau tidak. Frans tidak akan bertemu Sinta setelah ini....mereka akan pindah ke kota lain atau bahkan ke luar negeri..."
Kevin menarik nafas panjang.
"Oke. Jadi apa rencanamu?"

Kevin dan Raniya melangkah memasuki lobi apartemen dengan penuh percaya diri. Arga melangkah di belakang mereka sambil membawa koper.
"Halo...aku Kevin..."
"Putranya Ibu Ursula...kau datang bersama temanmu?"
Kevin mengangguk.
"Ini teman temanku. Arga dan Raniya."
Petugas itu mengamati Arga dan Raniya. Dia tampak mengingat sesuatu. Mungkin wajah keluarga Bahtiar. Dia melihat ponselnya sesaat.
"Bisa kau bantu dengan ini...."Kevin menunjuk koper yang dibawa Arga. Sementara Raniya melangkah ke arah komputer yang ada di meja sekuriti itu. Arga berdiri di depan meja agar Raniya tak terlihat dari CCTV.
"Hai....apa yang kau lakukan,Nona?Keluar dari situ."
Wajah Kevin berubah pucat. Begitupula Arga.
"Gelangku jatuh dan masuk ke kolong meja,lihat?"jawab Raniya dengan puas sambil menunjukkan gelangnya.
Lukas F lantai 56, batin gadis itu. Lalu dia melangkah mengikuti Kevin dan Arga.
"Kau dapat lantainya?"tanya Arga.
Raniya mengangguk pelan.

"Aku akan pergi ke lantai 56 dan pura pura tersesat. Oke?Lalu selanjutnya adalah tugas Raniya dan terakhir Arga." ucap Kevin saat mereka sudah masuk ke apartemen miliknya.
Arga merasa rencana ini tidak akan berhasil. Dia tidak suka harus bersama Kevin. Tapi dia juga tak rela membiarkan Kevin berdua saja dengan Raniya.

Kekasih Untuk RaniyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang