4

86 8 0
                                    

Raniya mengangkat wajahnya dari buku biologi yang sedang dia baca saat dia mendengar temannya berbisik bisik.
Pak Rusdi berdiri di depan kelas bersama dengan Kevin.
Huh....Raniya kesal mendengus saat Kevin tersenyum ke arahnya. Kenapa cowok itu ada di sini? Menyebalkan.
Raniya kembali menekuni buku biologinya.
"Raniya,Kevin akan duduk bersamamu..."
Hah?!Raniya menggeser duduknya saat semua mata cewek di kelas itu terarah padanya. Raniya melempar senyum sinis ke arah Wina yang mendelik marah kepadanya.

Kevin meletakkan tasnya di meja. Raniya menoleh sesaat. Dia tidak memakai ransel yang dia pakai kemarin.
Cincin itu juga tak lagi ada di jarinya. Kenapa aku peduli,batin Raniya. Kevin bisa memakai apapun yang dia suka.
"Kau tidak bertanya kenapa Pak Rusdi memindahkanku ke kelas ini?"Kevin tampaknya ingin membuka percakapan.
"Aku tak tertarik mendengarnya." Jawab Raniya tanpa mengalihkan pandang dari bukunya.
"Baiklah....aku hanya ingin kau tahu. Mereka bilang ada satu kursi kosong di sini...murid yang lama sudah meninggal...jadi aku menggantikannya."
Raniya sontak berdiri mendengar perkataan Kevin dan membanting buku tebal yang dibacanya ke meja dengan keras. Seisi kelas menoleh ke arah mereka.
"Kau bisa diam tidak hah?! Aku tidak peduli meskipun kau pindah ke mars! Jangan coba coba bersikap baik padaku!"
Raniya meraih tasnya dan berlari meninggalkan kelas dengan marah. Kevin hanya bisa memandang kepergian gadis itu dengan bingung.
Apa ada yang salah dengan ucapannya?

Raniya berlari menuju gerbang sekolah yang terkunci karena jam pelajaran belum berakhir. Dia memandang ke luar gerbang dengan sedih lalu menoleh dan memandang gedung sekolah megah yang menjulang di belakangnya.
Dulu saat ayahnya masih hidup,dia selalu berhenti di depan gerbang dan akan berkata pada Raniya kecil
"Kau akan sekolah di sini kalau sudah besar,Nak. Ayah akan sangat bangga kalau kau bisa sekolah di sini..."

Raniya tersenyum kecil.
"Aku sudah ada di sini,Ayah." Bisiknya pelan. "Tapi maafkan aku....aku sudah tidak tahan lagi..."
Raniya merasa sangat kecewa. Ini tak seperti yang diinginkannya.
Sebuah tepukan lembut terasa di pundaknya,gadis itu menoleh pelan dan melihat seorang gadis cantik berdiri di sebelahnya. Sinta tersenyum kecil.
"Aku mencarimu di kelas....mereka bilang kau pergi. Kenapa?  Kau tidak berencana kabur dan memanjat pagar kan? Hanya Reval yang pernah...."kalimat Sinta terhenti saat melihat wajah Raniya.
"Maafkan aku....aku tidak bermaksud..."
Raniya menggeleng pelan.
"Aku hanya rindu saat aku berada di luar pagar itu....tapi apa yang bisa kulakukan?"
Sinta tersenyum lembut.
"Kau dipanggil Pak Fath. Panitia lomba itu sudah datang untuk wawancara."
Sinta mengamati Raniya sesaat,
"Kau baik baik saja?" Tanyanya.
"Aku baik baik saja..."jawab Raniya sambil memaksakan seulas senyum lalu mengikuti Sinta menuju kantor Kepala Sekolah.

"Raniya..."
Raniya menoleh ke belakang sebelum menutup pintu ruangan Kepsek  di depannya.
"Good luck. Aku tahu kau bisa. Buktikan."
Raniya menarik nafas,"Aku tahu,Reval. Sudah saatnya."

"Nah..ini adalah Raniya kami." Pak Fath tersenyum puas saat Raniya duduk di depannya.
Raniya tersenyum ke arah dua orang di depannya. Dia meluruskan punggungnya dan mengangkat wajahnya sedikit. Sesuatu yang jarang sekali dia lakukan. Raniya tidak begitu suka tapi dia harus terlihat percaya diri.
"Prestasinya sangat impresif,Pak Fath. Dua medali untuk kimia dan Fisika." Ucap salah satu dari
mereka.
"Setelah lima tahun tanpa prestasi apapun....anda membuat sekolah ini kembali ke jalur cepat." Sahut yang lain.
Senyum Pak Fath semakin lebar "memang sudah waktunya."

 

Kekasih Untuk RaniyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang