Part 5

16.5K 1K 2
                                    

" Jangan dekat-dekat, nanti anaknya liat loh. Nangis lagi."

Baheera mengingatkan suaminya agar duduk sedikit menjauh, tidak menempel dengan posisi memeluknya intim begini.

" Lagi asik main dia, susun-susun lego itu. Lagian aku kangen masa sama kamu."

Yaampun, bapak satu anak ini mau menggombal tidak lihat situasi dan kondisi yah.

Tentu saja Baheera senang-senang saja suaminya berperilaku seperti itu.

Tapi kan nggak ada yang tahu isi kepala Taya yang posesif nan pelit berbagi dengan Ayahnya itu apa saja.

" Aku juga heran deh, kenapa sih Taya jadi posesif gini sama kamu. Aku kan jadi susah."

Jika mengingat keposesifan putranya terhadap Mamanya itu membuat Byakta pusing, apa-apa 'Mama Abang', 'Punya Abang', semunya punya Abang.

" Wajar kok, emang lagi masanya dia posesif gini. Masih tahap wajar dan bisa diterima."

Baheera terkiki geli membayangkan wajah masam suaminya ketika anak mereka sudah mode posesif begitu.

" Tapi kadang dia suka pelit loh sama aku Yang."

" Masa?"

" Iya, kalau aku minta punya dia nggak di kasih. Si Taya mah pilih kasih tau Yang, dia cuma mau berbagi sama kamu aja. Sama aku nggak. Giliran aku lagi makan dia suka minta, kalau nggak di kasi aku di bilang pelit."

Astaga suaminya Baheera ini luar biasaya sekali.

Tapi ini mengkhwatirkan tidak yah?

Baheera menatap anaknya yang sedang asik dengan dunianya sendiri, dan tumben sekali bocah tiga tahun itu duduk diam bersama legonya.

Biasanya tidak seperti itu.

Pencitraan itu pikir Baheera keki.

" Klo posesif sih masih wajar sih Mas, tapi kalau pelit kita harus sabar ngajarin dia konsep berbagi. Lagian sama anak sendiri masa cemburuan gini sih."

Baheera tak habis pikir.

Bukan hanya Taya, namun Byakta juga luar biasa sekali kelakuannya.

" PR kita nih."

Aduh ternyata mengasuh anak itu gampang-gampang susah yah. Byakta perlu pikir-pikir lagi untuk punya anak dalam waktu dekat.

Satu saja sudah bikin pusing nan senewen. Kalau ada lagi satu model Taya begini sanggup tidak yah dia sebagai orangtua.

" Yang, dia juga tuh sensitif deh."

" Heh maksudnya gimana?"

" Tahu aja kalau diomongin."

Setelah Byakta membisikan kata-katanya baru saja, Taya langsung menengok melihat posisi orangtuanya.

Iya, sedari tadi mereka berbicara sambil berbisik. Anaknya itu mana rela coba membiarkan orangtuanya berbicara dengan normal.

Pokoknya Taya merasa harus dilibatkan dalam setiap obrolan, walaupun ia tidak akan paham. Yang penting di ajak dulu. Urursan paham belakangan,

" Ayah, jangan dekat-dekat Mama Taya.."

" Ini istrinya Ayah.."

Drama babak kesekian sudah mulai berlangsung, antara anak dan ayah yang tak mau saling kalah.

" Mama Taya..."

Pekiknya marah. Taya paling tidak suka Mamanya jadi punya orang. Semuanya punya Taya.

" Bukan..."

Byakta itu, kalau anaknya belum menangis belum afdol. Dia suka mengeluh kalau anaknya posesif, tapi kadang ia juga tidak sadar suka seperti Taya, tidak mau kalah bahkan sama anaknya sendiri.

" Mama...."

Taya berlari menubruk tubuh Mamanya, mengklaim kepemilikan mutlak itu.

Dengan brutal tangan kecilnya menjauhkan Ayahnya yang masih memeluk Mamanya itu. Ia tidak suka berbagi.

Yang boleh peluk cuma Taya aja. Titik.

Yang lain nggak boleh.

" Mamanya Ayah..."

Byakta terus menggoda, terkadang Baheera merasa lelah harus jadi wasit kedua pria yang beda usia ini. Sedangkan anaknya semakin menangis kencang.

" Punya Taya.."

Pekiknya tidak terima. Tangisannya makin menjadi.

Semoga Pak RT tidak datang untuk komplain karena suara tangisan Taya yang penuh drama, kaya tangisan anak yang disiksa orangtunya.

Pedih.

Padahal memang pandai berpura-pura saja dia.

NatayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang