Part 28

8.3K 590 3
                                    

" Mama buat puding mangga nih buat Taya."

Baheera mencoba menarik perhatian bocah kecil itu. Sengaja membuat makanan kesukaan putranya. Kejadian semalam membuatnya merasa bersalah.

Sejak bangun dari tadi Taya hanya melirik takut pada ibunya. Tentu saja Baheera merasa sedih.

" Wahhhh, ada mangga juga yah di dalamnya. Nggak rasa mangga saja. Buat Ayah yang banyak yah...."

Byakta sengaja menggoda putranya. Membantu istrinya untuk menarik perhatian bocah gembul itu.

Mata bulat itu melirik penuh minat pada piring berisi puding mangga favoritnya. Tapi Taya kan gengsi. Ibaratnya, Taya itu seperti anak cewek yang harus di rayu-rayu.

" Yang paling besar buat Ayah yah Mama. Sepertinya Taya nggak suka." goda Byakta sengaja.

" Wah jangan dong. Ini kan puding kesukaan anak Mama. Buat Ayah yang kecil saja yah. Sedikit."

" Tapi Taya nggak mau Ma. Sini-sini Ayah makan. Enak banget nih."

Bocah gembul itu melirik sebal tapi gengsi ke arah piring yang berisi potongan puding mangga favoritnya yang sudah masuk dalam mulut ayahnya.

Ini dilema hidup.

Pengen tapi gengsi.

Taya nggak suka yah di kompori begini. Lemah iman. Suka tergoda.

" Wah ini enak banget. Hmmm......" Byakta sengaja memasukkan potongan besar dalam mulutnya.

Baheera dan Byakta terkekeh geli mendapati anak mereka yang super gengsi itu.

Mau tapi sok jual mahal

Apalagi mata bulat itu menatap penuh minat ke arah makanan favoritnya.

" Buat Ayah semua yah." Byakta sengaja mengambil semua puding dipiring yang disajikan Baheera.

" Sini Mama, Ayah suapin. Hmm enak banget yah. Sayang sih Taya nggak suka."

Byakta sudah menghabiskan dua potong puding mangga buatan istrinya. Melirik lucu ke arah putranya yang gengsian tapi pengen itu.

Melihat puding kesukaannya sudah dimakan habis Ayahnya membuat tangisan Taya pecah.

Taya nggak suka kalau nggak di bagi.

Taya kan mau di bujuk.

" Huwaaaa hiskkkk...."

Byakta panik mendapati putranya menangis. Tujuannya bukan seperti itu. Niatnya cuma mau godain saja. Habisnya putranya sok jual mahal sekali.

" Lah kenapa nangis sih Bang? Kan tadi Abang ditawarin Mama nggak jawab. Bukan salah Ayah yah kalau Ayah makan."

" Punya Taya... Hiksss...." walaupun mengaku itu punyanya, namun Taya tidak berajak sama sekali dari duduknya.

Benar-benar yah si Taya ini. Kalau ngambek lama. Harus bujuk-bujuk yang butuh waktu.

" Tadi waktu di tawarin Mama, Taya nggak jawab loh. Jadi buat Ayah berarti. Kalau Abang nggak kebagian bukan salah Ayah. Salah Abang."

Bukannya berhenti, bapak satu anak ini malah terus menggoda putranya. Tentu saja Taya semakin sedih. Sedangkan Byakta senang.

Dosa tidak yah kalau hoby Byakta itu membuat putranya menangis?

" Mama.....hiksss.. Ayah maam punya Taya. Ayah gendut...." adunya manis.

Baheera tentu senang, putranya berlari kearahnya. Mengadukan soal ayahnya. Tapi yang paling membuatnya senang, tentu saja karena putranya sudah tidak takut  atau marah.

" Taya yang gendut. Ayah mah ganteng."

" Mamaaa....." adunya kesal.

" Taya yang paling ganteng. Wangi juga, nggak gendut kok. Ayah yang gendut, soalnya makan puding Taya tadi."

Baheera memeluk putranya gemas, sambil memberikan ciuman sayang di kedua pipi putranya.

" Ayah gendut. Maam punya Taya.."

" Tadi Abang nggak mau loh. Jual mahal sih tadi."

" Taya ndak jual-jual. Puding Taya itu. Iya kan Mama?"

Baheera tersenyum gemas, sepertinya Taya salah memahami arti kata jual mahal. Tidak lupa juga Taya suka sekali mencari pendukung.

Mungkin nanti Taya bisa jadi politikus.

NatayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang