Part 63

6.8K 609 52
                                    

" Ayah pulang lama?"

Untuk kesekian kalinya Taya menanyakan hal yang sama. Sedari tadi bocah gembul itu menantikan Ayahnya pulang kerja.

" Sebentar lagi Bang. Ayah masih di jalan,  sedikit lagi Ayah sampai deh." Baheera memberi penjelasan sesabar mungkin.

Wajar saja Taya merindukan Ayahnya. Selama 4 hari terakhir, Ayahnya berangkat pagi buta dan pulang ketika Taya sudah tidur.

Otomatis tidak ada interaksi antara ayah dan anak itu selama 4 hari kemarin.

Baheera sudah menjelaskan kepada suaminya jika putranya terus mencari-cari, dan memberi pengertian kepada Taya juga jika ayahnya harus kerja lebih lama.

Rindu.

" Taya ndak mau bobo. Tunggu Ayah." Taya cemberut jika ingat kemarin ia tertidur ketika ayahnya pulang.

" Ayah pulang cepat kok nanti." hibur Baheera lagi.

Lagipula sekarang belum jadwal tidurnya Taya, wajar saja kok dia belum tidur. Namun Baheera tidak ingin mengomentarinya, bisa panjang nanti.

Kondisi rumah yang sepi membuat Taya semakin merindukan Ayahnya. Nenek dan Kakeknya pergi keluar sejak tadi pagi dan belum pulang.

Ayahnya pergi kerja.

Lalu di rumah hanya Taya dan Mama saja.

Tadi Taya ingin ikut dengan Ama dan Aminya, tapi Mamanya tidak memberin ijin. Tentu saja Taya sebal.

Mama nggak asik.

" Mama itu suala mobil Ayah!" pekiknya girang.

Benar, hari ini Ayahnya pulang cepat. Tentu saja ia senang.

Mata bulatnya terlihat berbinar senang, Taya hafal mati suara mobil Ayahnya. Ia bisa membedakan suara mobil Ayahnya dengan mobil yang lain.

Bakat terpendam semua anak kecil sepertinya, mengenali suara kendaraan orangtuanya.

" Ayo Mama cepat, Ayah ndak klakson klakson."

Taya menarik tangan Mamanya agar segera membuka pintu. Tangan Taya belum sampai untuk membuka pintu sendiri.

Lagipula nak, Ayahmu itu paling keren sedunia. Tidak perlu klason di depan rumah, cukup turun lalu buka pintu pagar sendiri.

Begitu pintu di buka, Taya tidak sabar menyongsong Ayahnya. Benar-benar merindukan Ayahnya, bahkan tidak lagi peduli dengan seruan Mamanya yang menyuruhnya menunggu saja, soalnya Ayahnya belum turun dan masih memarkirkan mobil.

" Ayah... Ayah..."

Taya melompat-lompat di samping pintu mobil, tidak sabar sekali. Melihat Ayahnya membuat ia senang.

" Ayah....."

Byakta tentu saja senang dengan sambutan putranya, rasanya luar biasa sekali.

" Ayah, gendong. Ayah...."

" Happp. Abang wangi yah, kangen banget sama Abang."

Byakta membawa Taya masuk dalam gendongannya, menciumi seluruh wajah putranya. Byakta senang dengan sambutan yang tak biasa ini, rasanya seluruh lelahnya menguap begitu saja.

" Ayo masuk, kangenannya di dalam saja." Baheera mengintrupsi kegiatan ayah dan anak tersebut. Menggeleng geli dan juga senang.

Ketika sedang akur begini mereka terlihat menggemaskan.

Tidak ada drama dan teriakan.

" Ayo Ayah, Mama masak enak. Taya mau maam sama Ayah." ajaknya senang, tidak lupa ia mengalungkan tangannya ke leher ayahnya.

Mendekapnya erat, tidak peduli jika ia memeluk dengan kencang.

" Abang turun dulu yuk, Ayah mau buka sepatu sama ganti baju habis ini. Abang sama Mama saja yuk. Kita siapin makan buat Taya sama Ayah."

Baheera membujuk Taya agar turun dari gendongan ayahnya, namun yang terlihat adalah wajah cemberut Taya tak rela.

" Sama Ayah."

Baheera menghela napas, merasa tak enak dengan suaminya. Ia paham jika Byakta lelah, namun putra mereka hanya ingin berada dalam gendongan ayahnya saja.

" Tidak apa-apa. Yukk sama Ayah, kita ganti baju dulu yah."

Byakta menghibur istrinya, walaupun lelah seperti apapun jika pulang disambut seperti ini rasanya Byakta rela rela saja direpotkan. Ia tidak keberatan sama sekali. Kompensasi yang ia dapatkan adalah kebahagiaan.

" Yaiii lets goooo..." Byakta membawa Taya sambil berlari kecil, bercanda dengan putranya hingga gelak tawa membahana di rumah mungil mereka.

Inilah keluarga, saling membahagiakan.

NatayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang