Part 131

5.2K 685 127
                                    

" Abang say sorry sama Ayah. Ayah sedih loh."

Baheera menyamakan posisinya dengan Taya. Memastikan jika putranya itu bisa menatap matanya.

" Ayah sedih deh, mobilnya dicoret sama Abang. Harus masuk bengkel." Baheera memastikan jika Taya tahu apa yang ia lakukan tidak baik.

Bagaimana bisa Taya memiliki ide untuk membuat maha karya dibody mobil ayahnya. Bukan coretan kapur. Tapi menggunakan benda entah apa sehingga mobil ayahnya penuh baret.

" Mobil Ayah lusak?" Taya menatap ayahnya polos. Belum merasa bersalah jika ia menjadi pelaku yang menyebabkan mobil ayahnya masuk bengkel.

" Mobilnya baret. Nggak mulus lagi, nggak kinclong."

Baheera keki sekali dengan putranya. Polosnya itu loh, menguji kesabaran sekali.

" Abang pakai apa gambarnya?"

Akhirnya Byakta bisa menguasai diri, miris melihat keadaan mobilnya. Tapi tidak bisa marah kepada putranya.

Banyak cara untuk memberitahu Taya jika yang dilakukannya itu salah dan merugikan orang lain. Emosi tidak akan memberikan solusi.

Marahpun tidak akan membuat kondisi mobilnya kembali seperti semula. Byakta dan Baheera perlu belajar untuk mengontrol emosi.

" Taya pakai ini, batu kecil Ayah. Gambal pakai kapul hilang gambalnya. Jadi Taya gambal ini ndak hilang." jawabnya polos.

Baheera menghela napas pasrah. Mau nangis rasanya. Cobaan sekali.

Diantara mereka berdua, Byakta lebih sabar dan tenang menghadapi ulah putranya.

" Abang dengarin Ayah yah nak," Byakta memastikan jika atensi putranya tertuju kepadanya " kalau mau gambar boleh kok. Ayah senang kalau Abang suka gambar. Tapi gambarnya dikertas aja. Kalau mau ditembok juga boleh, tapi harus ijin. Pakai pulpen atau spidol yang bisa dihapus juga yah. Nah kalau gambar dimobil nanti rusak mobilnya. Nggak bisa naik mobil kita, soalnya sakit dia. Masuk bengkel dulu biar sehat."

" Mobil Ayah lusak? Taya gambal-gambal lusak?"

Sepertinya Taya memahami jika ia salah. Taya nggak tahu kalau nanti mobilnya bisa sakit.

Bagaimana dong?

" Iya Nak, mobilnya jadi rusak karena gambarnya pakai batu. Kalau gambar pakai kapur atau spidol masih bisa dibersihkan. Tapi kalau pakai batu nggak hilang." jelas Byakta lagi.

Taya mencoba menyentuh bagian mobil yang telah ia gambar.

Benar kok tidak bisa hilang.

" Ayah sedih?" tanyanya merasa bersalah dan sedih.

Mata bulatnya sudah mulai ada tanda-tanda mengembun.

" Sedih, Abang say sorry yah nak." Baheera menimpali pembicaraan itu.

" Ayah solly. Ndak gambal-gambal mobil Ayah." cicitnya takut. Kedua tangannya memilin baju tanpa sadar.

Taya paling takut kalau ayah sama mama marah tapi diam saja. Nggak mau bicara sama Taya.

Taya kan sayang sama mama sama ayah.

" Sini peluk Ayah." Byakta membuka tangannya agar Taya menyambut pelukannya.

" Ayah solly. Ndak gambal mobil Ayah lagi. Nanti mobil Ayah lusak, ndak ada mobil. Ayah ndak kelja."

Suara Taya teredam pelukan. Namun Byakta merasa lega karena Taya bisa paham apa yang dilakukannya tidak baik.

" Ayah maafin yah Nak. Ayah sayang sama Abang." Gumam Byakta sayang.

Taya harus tahu jika orangtuanya begitu menyayanginya.

Pelukan mereka terlepas. Byakta dan Baheera menatap putra mereka dengan perasaan beragam.

" Janji ndak gambal mobil Ayah lagi. Ndak boleh kan Ayah. Nanti lusak." janjinya sungguh-sungguh.

" Iya nggak boleh gambar sembarangan yah. Nanti kalau mau gambar minta kertas gambar sama Mama atau Ayah."

" Mama solly.." Taya meminta maaf kepada mamanya juga.

Pokoknya kalau salah harus minta maaf. Biar disayang.

" Iya. Mama sama Ayah maafin Abang. Jangan diulangi lagi yah." pinta Baheera lembut.

Tentu saja diangguki Taya dengan semangat. Taya nggak mau nakal lagi kok. Janji.

NatayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang