Part 123

5.6K 707 119
                                    

" Anteu pake baju Mama yah?"

Taya memberikan tatapan penuh menyelidik kearah tantenya. Memastikan jika yang ia lihat tak salah.

" Pinjam Bang. Baju Aunty kotor." jelas Balqis meringgis waspada.

Mereka semua tahu jika Taya itu posesif akut, kalau lagi posesif suka menyebalkan sekali. Tapi jika sedang manis, Taya bisa saja sangat menggemaskan dan baik hati.

Tapi keseringannya buat mama senewen.

" Ndak boleh. Punya Mama Taya.. Buka Anteu, bukaa..."

Taya menarik-narik baju yang dikenakan Balqis dengan brutal. Meminta tantenya untuk membuka dan tidak memakai baju mamanya.

" Pinjam loh Bang." Balqis gemas sekali, ingin memarahinya saja.

" Ndak boleh. Bukaaa. Baju Mama Taya...." rengeknya lagi semakin kencang.

Tangan mungil Taya masih saja menarik-narik baju agar dibuka oleh tantenya.

Pelit sekali.

" Buka Anteu.. Hikss ndak boleh. Bukaa...." teriaknya tak terima.

Taya masih dengan brutal menarik baju yang dikenakan Balqis.

" Abang kenapa?"

Baheera yang mendengar keributan akhirnya menghampiri mereka. Begitu melihat kelakuan Taya membuatnya meringgis tak enak hati dengan iparnya itu.

Taya luar biasa sekali.

Penuh drama hidupnya.

" Anteu pake baju Mama. Ndak boleh Mama. Bukaa Anteuu...." teriaknya tak suka.

Suara Taya semakin meninggi. Tanda kesal dan juga marah.

" Abang tangannya sakit kalau dipakai pukul atau tarik." Baheera menghentikan aksi brutal Taya yang masih saja setia menarik baju yang dikenakan tantenya.

" Baju Mama.. Anteuu bukaa.. Ndak pakai itu..."

Balqis hanya pasrah antara drama keponakan dan mamanya. Yaampun, hidupnya Taya bisa serumit itu.

" Abang masih mau nangis? Atau marah? Mama sama Aunty Balqis tungguin sampai Abang selesai." putus Baheera final.

Taya kalau sedang tantrum harus dibuat tenang, dan itu semua butuh proses.

Memarahi atau memberikan nasehat ketika Taya sedang emosi begitu tidak akan efektif. Baheera belajar dari pengalaman.

Biarkan putra gembulnya menyalurkan emosinya. Setelah itu baru diajak bicara. Pelan-pelan saja.

Setelah beberapa waktu akhirnya Taya bisa mengatur emosinya.

Baheera dan Balqis duduk memperhatikan Taya. Tak berusaha mengentikan tangisan Taya sama sekali.

" Abang kenapa larang Aunty pinjam baju Mama?" tanya Baheera penuh kelembutan.

" Anteu pake baju Mama." cicitnya pelan.

" Iya. Aunty Balqis pinjam baju Mama. Bajunya Aunty kotor jadi Mama kasih pinjam."

" Ndak boleh."

" Kenapa?"

Balqis berdiam diri. Tak ingin ikut campur drama antara ibu dan anak tersebut.

" Baju Mama."

" Iya, memang baju Mama. Aunty Balqis tadi bilang pinjam kan?" Baheera mengingatkan Taya konsep pinjam meminjam ini.

" Iya pinjam." cicit Taya lagi. Takut dimarahi mama.

Mata bulat itu juga melirik tantenya takut.

Huh Taya nggak mau dimarahi mama sama tantenya.

" Kalau pinjam itu harus apa?"

" Halus shaling Mama. Ndak boleh pelit."

" Tapi Abang sharing nggak?"

" Punya Mama.." ujarnya lagi takut disalahin oleh mamanya.

" Mama saja sharing loh sama Aunty. Masa Taya nggak mau sharing. Kalau pelit itu temannya siapa sih Aunty?"

Baheera mengkode Balqis untuk ikut terlibat. Taya harus diberi pemahaman secara terus menerus.

" Temannya setan kalau pelit."

" Wahh kalau temanan sama setan tuh seram yah Aunty."

" Iya seram deh."

" Huwaaaa ndak teman setan. Mama..... Huwaaaa.... Ndak mauuu."

Taya sontak saja menangis lagi dengan kencang. Nggak mau kalau nanti jadi teman setan.

" Abang dengerin Mama yah nak. Kalau ada yang pinjam, Abang harus sharing yah. Nggak boleh pelit. Nanti kalau ada orang nggak mau sharing sama Abang pasti sedih. Aunty kan pinjam baju Mama. Nggak apa-apa kok. Kan harus sharing. Mama kan sayang Aunty makanya sharing."

Baheera memeluk putranya sambil memberikan pengertian tiada henti.

Dasar Taya saja suka drama.

NatayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang