Part 102

7.1K 640 85
                                    

Taya sudah sangat sabar hari ini, bermain puzzle dengan mama. Main Dino, lalu tidur siang. Sore hari boleh menonton TV sebentar sama mama.

Menunggu ayah membersihkan diri habis pulang bukan perkara sulit.

Hari ini Taya sudah banyak bersabar kok.

Jadi itu mudah sekali, menunggu ayah sebentar tidak apa-apa.

" Ayah cuci kaki, tangan pakai sabun?"

Taya menghampiri ayahnya begitu ayahnya keluar dari kamar.

" Ayah sudah mandi loh Bang."

" Oke." angguknya sok sekali.

Bocah gembul itu kadang sangat sok dewasa sekali sikapnya.

" Emang kenapa Bang?"

Byakta mengikuti Taya dari belakang. Langkah mungil Taya tentu saja mudah disusul.

Taya berhenti sejenak, menatap ayahnya sambil menjelaskan maksdunya " Taya mau main puzzle sama Ayah. Tapi ndak kuman sama vilus."

" Tenang, Ayah sudah mandi." Bangga Byakta.

" Ayah ndak maam?" tanya lagi perhatian.

" Ini kita mau makan loh Bang."

" Ndak lama lama yah." pinta Taya kemudian, soalnya Taya mau segera bermain.

" Abang sudah makan?"

" Tunggu Ayah. Maam baleng sama nanti main puzzle."

Bocah gembul ini sepertinya tak tenang kalau belum menyelesaikan satu tugas. Buktinya ia masih kepikiran mengenai mainan puzzle yang sudah ia mainkan tadi siang bersama mama.

" Ayo kita makan dulu. Mainnya bisa menunggu, nanti Ayah bantu." ajak Byakta.

" Yaiiik, asikk. Ayo Ayah."

Taya berlari kecil menghampiri mama yang sudah menyiapkan makanan. Mereka tinggal duduk dan makan malam bersama.

" Hari ini Abang ngapain aja?"

Byakta membuka obrolan santai ala keluarga. Waktu makan malam adalah waktu terbaik untuk mereka saling membagi cerita.

Oke, sebenarnya waktu mendengarkan cerita semua aktifitas Taya seharian.

" Main puzzle sama Mama. Mama udahan main, ndak mau selesai." adunya cemberut.

Bibirnya mencebik sebal jika ingat hal itu. Tidak seru sama sekali.

Sedangkan Baheera yang menjadi tersangka dalam obrolan putra gembul kesayangannya dengan ayahnya hanya meringgis merasa bersalah. Pasalnya ia yang mengajak Taya bermain lalu ia juga yang cepat menyerah.

" Nanti Ayah bantuin susun yah. Tapi kalau sudah waktunya tidur, Abang tidur yah. Mainnya besok lagi."

Ini yang tidak Taya sukai.

Maunya main kalau sabtu minggu. Jadi lama mainnya. Tapi ajakan mama tadi siang juga tidak boleh dilewatkan begitu saja.

Soalnya jarang sekali main itu.

" Nggak boleh cemberut. Kan main biar happy. Kalau Abang nggak happy buat apa mainnya?" Byakta menasehati putranya, terus mengingatkan Taya esensinya bermain seperti apa.

Terkadang Taya akan menjadi sangat kompetitif, dibeberapa hal itu bagus tapi di hal lain belum tentu bagus karena sikap Taya seperti itu.

" Okee." angguknya cepat.

Walaupun sebal tapi sebenarnya Taya senang kok main sama mamanya.

" Abang sudah susuh banyak?"

" Sudah, sama walna kaya Ayah bilang itu, tapi banyak Yah."

Gemas sekali Byakta dengan putranya. Semuanya membuatnya gemas, bahkan keluhan Taya juga terdengar menggemaskan untuk orangtuanya.

" Iya. Sulit tapi kalau Abang sabar sama teliti nanti bisa selesai kok."

" Kalau susun sendili bisa ndak?"

" Bisa kok, tapi Abang harus sabar. Jangan mudah menyerah."

" Ndak udahan kayak Mama.." ledeknya menyebalkan.

Kadang Taya suka juga kok menggoda mama seperti baru saja.

" Sudah bisa goda Mama yah Bang." Baheera menyahuti putra gembulnya itu.

"  Ndak goda goda Mama iya kan Ayah?"

" Ayah nggak ikutan ah."

" Huh Ayah ndak seluuuuu..." seru Taya sambil protes.

Tinggkah Taya seperti ini membuat hari Baheera dan Byakta lebih berwarna.

NatayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang