Part 51

7.6K 609 38
                                    

" Sayang Ayah banyak banyak..."

Bykata merasa terharu, putranya mengungkapkan rasa sayangnya dengan begitu tulus dan polos.

" Ayah juga sayang sama Abang, terimakasih yah nak."

" Huumm sama-sama..."

Byakta membawa Taya dalam pelukannya, perasaan harunya membuat hatinya hangat dan bahagia.

" Abang sayang sama Mama?" Tanya Byakta setelah mencari posisi nyaman untuk segera tidur di samping Taya. Sedangkan Taya sendiri masih berada dalam pelukan ayahnya.

" Sayang Mama juga kok. Taya senang Mama di lumah."

Taya mendongak menatap wajah Ayahnya dengan senyuman.

" Kenapa?" Byakta ingin tahu jawaban Taya.

" Eumm kenapa?"

" Kenapa sayang Mama?" Tanya Byakta kembali.

" Mama main sama Taya telus. Senang. Emm Mama juga kasi maam enak. Bikin pudding mangga juga. Ajak main ail boleh."

Taya menjelaskan aktivitas keseharian apa saja yang ia lakukan dengan mamanya. Banyak waktu yang mereka habiskan dengan bahagia.

" Pasti Mama juga sayang banget sama Abang. Kenapa sayang sama Ayah?"

Byakta juga ingin tahu alasan putranya mencintainya.

" Ayah ajak Taya main ail. Belenang juga. Beli Dino boleh sama Ayah. Main sepeda. Kasi jajan pulang kelja. Taya suka."

Ketika menjelaskan itu semua Byakta bisa melihat binar bahagia dari mata putranya. Menggemaskan sekali.

" Abang, tahu nggak? Kalau Ayah sama Mama sayang sama Abang?"

" Tahu kok. Sayang kan?" tanyanya memastikan.

" Sayang kok. Emmm kira-kira kenapa sayang sama Abang?"

" Taya kan anak Baik? Iya kan Ayah?" Taya perlu penguatan.

" Kenapa Abang tahu Ayah sama Mama sayang?"

Byakta menatap putranya dengan sayang, menunggu alasan yang akan keluar dari mulut mungil itu. Terkadang alasannya begitu manis nan membahagiakan, atau bisa juga jawaban Taya diluar dugaan.

" Taya kasih tumpah-tumpah ail Mama ndak malah loh. Itu juga kasi mainan semua keluar, Mama ajak Taya kasi beles-beles sama-sama. Taya lomba masukin mainan sama Mama."

Rasa sayang itu tidaklah melulu hal-hal rumit seperti pemikiran orang dewasa, menurut Taya sayang itu selalu main bersama, merapikan rumah bersama, tidak memarahinya juga.

Byakta dan Baheera selalu berusaha untuk tidak pernah meninggikan suara dan memarahi jika Taya melakukan kesalahan. Mereka berusaha untuk menjelaskan jika perbuatannya tidak baik.

Taya masihlah seperti bocah tiga tahun kebanyakan, banyak tingkah, banyak nangis, banyak marah, banyak juga manisnya, banyak juga baiknnya.

" Terus apa lagi Bang?"

" Emmm Mama kasi celita Dino, emm gajah, jelapah, ikan juga. Mama kasi main tanah juga. Emm Mama ndak boleh bawa cacing." Taya cemberut jika mengingat kalau mamanya tidak memperbolehkan ia mencari cacing.

" Takut Abang cacingan nanti kalau terus cari cacing Bang."

Byakta terkekeh geli mendengar curhatan Taya mengenai mamanya yang tidak memperbolehkan ia main tanah untuk mencari cacing.

Baheera masilah seperti ibu-ibu lainnya, yang takut anaknya main tanah untuk mencari cacing atau gemas ketika putranya berulah.

" Kalau Ayah gimana Bang? Kenapa bisa sayang sama Abang?"

" Sayang Ayah banyak banyak. Mama juga sayang banyak banyak."

" Yaallah, kok kamu manis banget sih Bang malam ini?" Byakta tidak bisa menahan dirinya untuk tidak merasa gemas pada putranya.

Rasanya ia tidak ingin putranya tumbuh besar, rasanya ia ingin selamanya putranya masih seperti ini. Masih mencari ia dan Baheera. Masih membutuhkan mereka. Masih tidak malu dicium dan dipeluk.

" Bang, jangan cepat besar yah." Pinta Byakta kepada putranya.

Waktu berlalu dengan cepat, mau tidak mau mereka harus menyiapkan diri untuk membimbing Taya menjadi anak yang baik, yang bisa menjadi kesayangan keluarga. Menjadi pelipur lara mereka sebagai orangtua.







NatayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang