Part 101

6.9K 600 108
                                    

" Abang mau main puzzle nggak sama Mama?"

Baheera bosan, pekerjaannya sudah selesai. Maksudnya Taya sedang baik hati hari ini, sampai siang rumah masih aman, damai, dan rapi.

" Puzzle Abang? Puzzle Mama?" Taya menghentikan kegiatannya menyusun Dino sepanjang lantai ruang keluarga.

Lebih tepatnya Taya mengklasifikasikannya berdasarkan ukuran. Yang paling besar yang berada di depan.

" Puzzle punya Mama." ujar Baheera antusias.

" Mauuu.."

Taya tentu saja senang. Main puzzle milik mamanya lebih menantang. Ukurannya kecil-kecil dan banyak. Taya suka, tapi kadang mama dan ayahnya suka tidak membolehkannya memainkannya.

Soalnya suka hilang beberapa keping karena Taya lupa menyimpannya.

"  Rapiin Dino dulu yuk. Masukin box."

Tentu saja Taya menurut, bocah gembul itu ingin main puzzle seperti orang dewada.

" Wah selesai juga. Capek nggak Bang?"

Taya menggeleng cepat, ia takut kalau bilang capek nanti mama berubah pikiran dan tidak jadi main.

" Ayoo kita main...."

Baheera mengeluarkan kotak puzzle miliknya. Mulai menyusun kotak diatas karpet tebal dan mengeluarkan kepingan puzzle dari plastik.

" Wah banyak.. Nanti sampai selesai yah."

Taya tahu kalau sudah bosan mamanya akan berhenti main, sedangkan Taya tidak suka itu. Rasanya ia harus bisa menyelesaikan tantangannya dengan baik.

" Seperti siapa sih kamu Bang? Kompetitif gini..." Baheera berdecak heran, tak habis pikir dengan putra gembulnya ini.

" Ndak boleh udah nanti." Taya mulai mewanti-wanti mamanya.

" Iya, iya..." pasrah Baheera.

Padahal nanti kalau tidak bisa ia ingin bermain curang saja. Tapi pasti Taya akan protes.

" Mama, ini kasi sama walna..."

Taya mulai memilah kepingan yang warnanya senada. Taya mengingat dengan baik apa yang diberitahu oleh ayahnya.

" Kalau kita susun yang pinggir dulu kali bang?" Baheera memberikan ide.

Mamanya Nataya sepertinya tak sabaran.

" Kasi sama kaya gambal Mama.."

Aduh Baheera meringgis tak enak, putranya jika serius begini jadi terlihat galak.

Seperti ayahnya sekali.

" Iya Bang, ini sama kok warnanya kyak gambar."

" Huuh, pintal..." ujarnya sok tua.

Sebenarnya main dengan mama banyak curangnya. Kalau sama ayah tidak boleh lihat gambar ketika menyusunnya. Tapi kalau sama mama boleh.

Taya tak apa apa kok. Suka karena nanti lebih mudah.

" Abang sudah yuk..." Baheera menyerah, sudah satu jam lebih mereka menyusun puzzlenya dan belum ada setengah yang terpasang.

Payah sekali mamanya. Tak berbakat.

Lebih keren ayah pikir Taya.

" Belum selesai Mama..." Taya tak mau berhenti, masih seru kok mainnya. Mama minta berhenti.

" Makan dulu yuk."

Bujuk Baheera lagi, ia sudah bosan. Tidak ingin melanjutkan lagi menyusun puzzle.

" Ndak lapal Mama..."

Taya tak terlalu peduli dengan mamanya. Ia masih serius mencoba mencari susunan puzzle yang pas.

" Istirahat dulu deh. Nanti kita lanjut lagi." pinta Baheera lagi. Tak kehabisan akal dan ide.

" Ndak mau...." tolak Taya keras kepala.

" Kita belum makan siang, yuk makan siang dulu. Nanti telepon Ayah terus minta bantuan Ayah buat nyusun nanti." bujuk Baheera lagi.

" Ndak bongkal yah."

" Iya masih tetap seperti ini. Nggak mama bongkar kok." Janji Baheera pasti.

" Janji?"

Taya menunjukkan kelingkingnya untuk janji kelingking dengan mamanya.

" Janji."

" Ayoo maam."

Segera saja Taya kabur kearah dapur, ia juga lapar ternyata.

Terlalu lama berpikir membuat lapar.

" Ayoo Mama..." teriaknya tak sabaran. Taya butuh asupan energi segera.

" Iya tunggu Mama..."

NatayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang