Part 44

7.3K 553 18
                                    

" Jangan pegang." Taya mencoba melepaskan genggaman tantenya. Ia tidak suka di gandeng. Nanti tidak bisa lari.

" Eh bocil, kalau Anteu nggak pegangin kamu yang ada kamu kabur. Anteu nggak mau ambil resiko kamu hilang. Bisa di gorok sama Ayahnya kamu nanti." gemas Balqis.

Keponakannya itu sok dewasa sekali.

Huh.

" Ndak pegang-pegang." jelas Taya makin tidak suka.

" Lihatin aja sih Qis, Nggak apa-apa." neneknya memberi dukungan. Tentu saja bocah itu senang.

Menganggukan kepalanya imut.

" Mah dia bakal lari ngelilingin ini pusat perbelanjaan. Susah nanti nyarinya."

Sebenarnya Balqis malas untuk mengejar Taya keliling. Anak itu kalau lari suka tiba-tiba hilang.

" Necan ayo sana." setelah berhasil kabur dari tantenya Taya menggandeng neneknya ke arah rak cemilan.

" Necan ini boleh?" Taya mengancungkan dua buah chiki ke arah neneknya. Meminta dengan mata penuh permohonan.

" Boleh, satu saja yah. Nanti Taya bisa batuk kalau makan kebanyakan. Boleh satu kata Mama."

" Ndak boleh banyak? Mau banyak boleh?"

" Satu saja yah. Nanti boleh beli susu dua kotak kecil."

Bocah gembul itu mengerucutkan bibirnya sebal. Neneknya tidak asik. Tidak boleh beli chiki banyak.

Pada akhirnya ia menurut karena boleh beli susu dua.

" Necan ini apa? Ndak beli ini?"

Ia menunjuk kearah rak kebutuhan rumah.

" Sabun untuk cuci baju. Sudah beli, itu sudah di masukian troli sama Tante Balqis."

" Ini apa?"

" Sikat"

" Ini apa?" Taya terus menujuk barang yang ia lihat.

" Obat nyamuk itu."

" Ohhh, ini apa necan?" Taya tertarik melihat juntaian kain pel yang di gantung.

" Kain pel."

" Untuk apa?"

" Mengepel rumah. Rumah jadi bersih. Taya boleh main di lantai rumah tidak pakai karpet."

" Ini belsih. Bobo sini?" ia menunjuk lantai supermarket dengan polos. Bersih kok, apa boleh main di sini?

" Nggak boleh lah, nanti kamu di culik orang." celetuk Balqis gemas.

Balqis suka menganggu keponakannya itu hingga menangis. Tapi kalau sedang tidak ada ayah dan ibunya begini di sayang-sayang. Soalnya tidak ada yang bisa membujuknya kalau sudah menangis kecuali orangtuanya.

" Huh ndak tanya anteu tuh." jawabnya jual mahal.

" Wah benar-benar nih bocah."

" Sudah-sudah, kalian ini. Kalau jauh saja bilang kangen, giliran ketemu gini sering debat."

" Taya kan suka kangen Anteu." goda Balqis maki  menjadi.

" Ndak kangen kok."

" Kangen kok. Taya kemarin cariin Anteu tuh sama Necan."

" Ndak kok." teriaknya tidak terima.

Taya dan gengsinya yang selangit.

" Ciee kangen kan sama Anteu."

" Huwaaa Nencan. Anteu nakal. Hiks Mama......" akhirnya bocah ini tidak tahan juga di goda tantenya.

Senjata terkahir kalau kalah yaitu menangis.

" Yaallah, Balqis. Kamu seneng banget sih goda keponakannya ampe nangis." ia segera menggendong cucunya, Taya dengan mode merajuk begini menggemaskan tapi bikin repot.

Kalau kelamaan gendong bisa encok. Taya cukup berat.

" Maaf, maaf. Iya, Anteu yang kangen kok sama keponakan Anteu yang paling ganteng nan menggemaskan ini."

Taya jual mahal tentu saja. Bocah ini butuh di sogok untuk luluh.

" Anteu minta maaf yah." pinta Balqis tulus.

" Tante Balqis minta maaf tuh."

Taya masih kesal, ia buang muka. Jual mahal sekali.

Balqis terkekeh geli, keponakannya ini ketika merajuk lucu sekali.

Balqis segera mengambil Taya dari gendongan neneknya, walaupun dengan penolakan ia tetap memaksa.

Mulai membujuk bocah gembul itu dengan beberapa cemilan, tentu saja yang di perbolehkan orangtuanya.

NatayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang