Part 98

7.2K 618 109
                                    

" Mama Taya ndak punya adik bayi?"

Taya terlihat serius sekali ketika menanyakan hal tersebut, seolah itu hal yang paling penting sedunia.

" Kenapa?" terlihat kerutan dikening Baheera begitu mendengar pertanyaan dari Taya.

Sepertinya Baheera paham kenapa Taya bisa bertanya begitu. Mereka habis bertemu tante Fanya dan Putrinya yang begitu ramah dan murah senyum.

Bayi milik Tante Fanya sudah bisa diajak bercanda dan Taya suka sekali bermain bersama bayi mungil itu.

" Mau punya satu saja. Mama ndak punya?" tanya lagi polos dengan pintanya yang luar biasa itu.

Belum lagi Taya menunjukan angka satu dengan jari telunjuknya.

" Belum punya. Emang Abang mau punya adik bayi?" tanya Baheera penasaran.

" Mau.... Nanti ajak main Dino."

Taya menjawab dengan semangat. Ia suka anak kecil kok. Mereka wangi dan terlihat kecil sekali.

Menggemaskan.

Taya mudah gemas terhadap hal-hal yang lucu dan imut.

Kalau sudah besar sedikit bisa di ajak main Dino dan berenang bersama.

Bisa juga Taya ajak mencari cacing untuk dipelihara.

Atau main bola.

Nanti Taya juga bisa mengajaknya main sepeda roda tiga.

" Tapi sekarang Mama belum punya. Nanti kalau mama hamil baru deh punya anak bayi lagi. Terus Taya jadi Abang benaran."

" Sudah Abang kan?" tanya Taya bingung.

Ia sering di panggil Abang. Apa itu bohongan? Kalau bohongan bukan Abang dong yah?

" Iya, Taya sudah dipanggil Abang. Tapi belum punya adik bayi. Mama belum hamil."

Jujur saja Baheera bingung bagaimana menjelaskan mengenai ini kepada Taya.

" Ayo punya sendili. Ndak adik bayi Anteu Fanya." pintanya memaksa.

Baheere menggeleng geli melihat kelakuan putranya. Andai semudah itu tentu saja semua orang akan dengan senang hati memiliki buah hati.

" Emmm tapi sekaran belum ada, Mama kan belum hamil Bang. Perutnya belum gendut."

" Mama maam yang banyak dong. Nanti gendut pelutnya. Ada adik bayi deh."

" Nggak semudah itu loh Bang."

" Kenapa sih susah?" tanyanya kesal, ia mengerucutkan bibirnya sebal karena mamanya masih mencari alasan untuk menolak keingannnya.

" Karena Allah belum kasih adik bayi buat Mama, Ayah sama Abang."

" Kasihnya kapan?"

" Emmm tidak ada yang tahu nak. Taya berdoa saja yah biar cepat di kasih sama Allah."

" Langsung dikasih?"

Baheera menghela napas lelah. Putranya luar biasa sekali.

" Belum tentu." Baheera masih berusaha sabar menjawab setiap pertanyaan dan permintaan Taya.

Ujian kesabaran yang sebenarnya.

" Huh ndak selu nih. Taya kan mau adik bayi. Satu saja Mama, ndak banyak kok." pintanya lagi dengan nada merayu.

" Iya Mama paham kok. Tapi Abang harus sabar yah."

" Abang sabal kok."

" Lebih sabar lagi."

" Belapa banyak?"

" Seberapa lama sabarnya? Tak terhingga."

" Tak telhingga apa?"

" Sabar terus sampai laaaaaammmaaaaa sekali."

Taya masih tak bisa menerima penjelasan mamanya. Ia ingin punya adik bayi satu saja. Mama sama ayah suka bilang tidak boleh minta lebih dari satu.

Lalu Taya hanya minta satu kok.

Kenapa susah sekali.

Mamanya tidak seru.

" Nanti kita bisa main lagi sama adik bayi Tante Fanya." hibur Baheera kemudian.

Sedangkan Taya masih mengerucurkan bibirnya sebal.

Kalau adik bayinya Tante Fanya tidak boleh bawa pulang. Taya maunya ada terus bersamanya di rumah.

" Ndak boleh bawa pulang. Ndak mau..." jawabnya cemberut.

" Iya, main bersama saja dengan adik bayi. Adik bayinya  punya rumah sendiri jadi nggak bisa dibawa pulang."

" Taya mau punya sendili kok." terdengar nada mengeluh dari bibir mungil Taya.

Terdengar tua sekali.

NatayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang