Part 90

7K 633 85
                                    

" Mamaaaa....."

Taya berteriak girang begitu sampai rumah, mereka sampai hari sudah sore.

Byakta bersyukur dari bangun tidur hingga pulang Taya tidak bertanya mengenai mamanya sama sekali.

Luar biasa.

" Mamaaa, Taya pulang.." ucapnya manis sekali.

" Wah Abang pulang. Kangeeen, Abang kangen Mama nggak?"

Baheera membawa Taya dalam gendongannya. Mencium pipi gembul putranya sayang.

Dua hari tanpa Taya terasa sepi juga.

" Kangen.. Cali Mama waktu mau bobo. Tapi Ayah telepon. Ndak nangis tuh."

Taya memegang wajah mamanya dengan kedua tangan mungilnya, memastikan jika mamanya mendengar setiap ceritanya.

" Wah pintarnya. Anak siapa sih. Gemaas Mama. Kangen...." Baheera gemas dengan putranya, semakin cerewet saja rasanya.

" Pintal Taya..." bangganya senang.

" Abang Ayah ditinggal di mobil." Byakta protes melihat kelakuan putranya itu, begitu lihat mama Taya seakan lupa sama ayahnya.

Padahal kemarin sama ayahnya terus.

" Ajakin Om Dyast masuk Mas. Istirahat dulu baru pulang."

Baheera meminta sahabat suaminya untuk masuk, sambil membawa Taya dalam gendongannya, mereka semua masuk ke dalam. Agar dapat beristirahat dengan nyaman.

" Abang katanya bawain batu buat Mama. Ayoo kita lihat dulu yuk, biar Mama siapin makanan."

Byakta membujuk Taya agar turun dari gendongan mamanya. Kasian Baheera jika harus menyiapkan makanan sambil menggendong Taya.

Taya sudah sangat berat jika terus di gendong.

" Ayooo lihat."

Taya teringat akan oleh-oleh yang ia kumpulkan dari sungai tempatnya bermain air tadi.

Byakta sempat membujuk Taya agar tak membawa banyak batu untuk mamanya. Selain berat ia sangat yakin batu yang Taya bawa tak cukup untuk dokerasi atau untuk apapun itu sesuai rencana Taya.

" Mama suka batu?"

Taya mendongak menatap mamanya ketika ia sudah turun dari gendongan, bertanya mengenai pilihan oleh-olehnya.

" Emmm suka. Terimakasih yah sudah bawain Mama oleh-oleh." Baheera memberikan senyum menenangkan untuk putranya.

Meyakinkan jika ia suka dengan oleh-oleh dari putra gembulnya itu.

Taya segera saja berlari meninggalkan mamanya, mencari tas kecil miliknya.

" Om.. Om... lihat Taya bawa batu bulat ini. Ini panjang juga. Banyak.. ini, ini, ini...."

Taya menggelar batu yang sudah ia kumpulkan, memamerkan kearah om Dyast. Padahal ia sudah melakukan itu sedari pagi, sebelum mereka pulang.

" Batunya buat apa Bang?"

Dyast ikut duduk diatas karpet bersama Taya, sedangkan Byakta sedang membawa barang bawaan mereka ke arah belakang. Meninggalkan Taya dan Om Dyast bermain.

" Buat main nanti. Mau bikin benteng sama Dino." jelasnya antusias.

" Katanya mau buat Mama.."

Taya mendongak, menatap Om Dyast dengan imut. Ia seakan ingat tujuannya membawa batu. Ia mengangguk setuju dengan perkataan Omnya.

" Hmmm Mama buat apa?" tanya Taya imut sambil memiringkan kepalanya tanda kebingungan.

" Lah kan Abang yang bawa." Dyast terkekeh gemas dengan kelakuan putra sahabatnya itu. Sangat polos sekali dan terlihat menggemaskan.

" Ndak bisa maam batu." gumam Taya kemudian. " Tanya Mama...." ujarnya dengan binar senang, seolah mendapatkan ide yang sangat keren.

" Yasudah, nanti tanya Mama yah batunya buat apa."

" Om ndak bawa batu?"

Sudah tahu kalau Taya itu pintar menciptakan suasana. Buktinya ia sangat cerewet sekali bertanya ini itu atau menceritakan berbagai hal. Pintar membuka obrolan baru.

" Nggak kok. Om nggak bawa apa-apa."

" Taya kasih ini satu."

Baik sekali bocah gembul itu.

Taya membagi batu miliknya untuk Om Dyast. Miliknya masih banyak. Nanti mau ia kasih untuk mama, lalu sisanya mau ia buat untuk benteng Dino miliknya.

NatayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang