Part 139

4.3K 547 134
                                    

" Mama lihat, Abang tanam-tanam bunga Mama. Cantik deh."

Taya memamerkan hasil karya miliknya, terlihat sekali binar bangga dari ekspresi wajah Taya. Memberitahu mama dengan senang.

" Iya cantik, tapi media tamanya jangan gelas juga nak."

Baheera tak habis pikir dengan Taya, entah dapat ide dari mana menanam bunga mamanya dengan gelas di rumah. Rasanya sedih loh, tapi tak berdarah.

Dasar Taya dengan polahnya.

" Cantik Mama, lihat nih ada walna walni, kelen kan?" pamernya lagi untuk kesekian kalinya.

Pokoknya Taya butuh pengakuan mama.

Taya tak peduli jika gelas miliknya habis dipakai untuk menjadi media tanam bunga. Kan seru, jadi Taya tanam saja deh. Lagipula Taya kan anak baik, suka bantu mama. Nanti tanaman mama jadi banyak.

Mama pasti happy.

" Keren nak, tapi nanti Abang minum pakai apa?" gemas Baheera.

Pasalnya 4 buah mug, yang biasa digunakan oleh putra gembulnya itu untuk minum susu ataupun jus dan air putih sudah berisi tanah dan bunga entah Taya cabut dari mana.

" Kan ada gelas lagi Mama. Ini pakai tanam-tanam saja, bial bunga Mama banyak." Jawabnya degan nada super ceria dan penuh rasa bangga akan dirinya sendiri.

" Taya pinjam HP Mama, boleh?"

Bocah gembul yang wajah dan tubuhnya belepotan tanah itu terlihat menggemaskan ketika meminta sesuatu. Belum lagi ekspresinya yang terkadang sulit untuk ditolak.

" Buat apa?"

Baheera memincingkan matanya curiga, pasalnya ia sendiri jarang menggunakan HP di depan Taya. Dan mereka sendiri membiasakan itu, saat waktunya bermain yah bermain. Selama ada Taya disisinya maka HP itu jarang terjamah kecuali ada telepon masuk.

Karena itu juga ia sering kehilangan momen bersama teman-temannya.

" Mau foto Mama, nanti kilim ke Ama sama Ami, telus kilim foto Taya ke Kasan dan Necan." Cengirnya riang.

Luar biasa sekali rasa percaya dirinya.

Suka sekali melaporkan kegiatannya ke nenek dan kakeknya. Untung saja nenek kakeknya selalu senang menanggapi segala kelakuan Taya dengan antusias.

" Okee. Abang tunggu yah, Mama ambil HP dulu di dalam."

Baheera meninggalkan Taya yang tersenyum lebar begitu dibolehkan untuk mengambil foto.

" Mama lihat, Taya taluh sini dulu bial selu..."

Baheera ingin menangis, karena sehabis ini tugasnya adalah merapikan kekacauan Taya.

" Wah bunganya Abang taruh meja kenapa nak?"

" Bial kelen nanti kalau Taya foto."

" Oke.."

Taya yang terlalu mengagungkan kata keren itu mana mau mendengarkan jeritan hati mama. Pokoknya rapikan lagi itu perkara nanti.

" Mama, ndak lap-lap?"

" Lap apa?"

Yatuhan perkara mau foto hasil karyanya saja banyak sekali permintaannya.

" Lap-lap Mama, bial gelasnya ndak kotol. Nanti fotonya ndak bagus." Protesnya tak terima.

Ada jejak tanah dibeberapa sisi gelas yang terkena cap tangan Taya. Jejak basah yang mengotori gelas dan terkena tanah.

Tapi bukannya akan lebih autentik jika ada jejak kotor. Biar lebih terkesan alami?

" Nggak apa-apa kotor. Biar Ama, Ami, Necan, sama Kasan tahu kalau yang tanam ini semua tuh Abang." Alasan sebenarnya Baheera malas untuk mengambil lap di dalam rumah.

" Ndak mau Mama, nanti kotol loh."

" Nggak apa-apa nak."

" Lap-lap Mama.." kukuhnya keras kepala.

" Abang ambil sendiri lapnya."

" Huuh..." angguknya senang, soalnya mama bolehin masuk rumah tapi belum cuci tangan dan kaki.

" Mama ambil lap-lap dapul kan?" teriak Taya dari dalam.

" Iyaa.."

" Ada laci kan Mama?"

" Iya Bang, laci paling bawah. Pojok kiri yah."

" Taya ketemu Mama." Teriaknya girang.

NatayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang