Part 80

7.6K 576 58
                                    

" Abang, ngapain kamu nak?"

Baheera gemas sekali dengan putranya, lebih tepatnya ingin marah namun masih ia tahan.

" Cali cacing ini Mama." 

Taya tak peduli kalau ekspresi mamanya sudah berubah, atau sebenarnya ia tak paham. Tapi Taya kan pintar, ia pasti kalau kalau mama marah kok.

" Buat apa sih Bang? Abangkan sudah mandi, sudah wangi, sudah rapi. Kan main tanahnya nanti sama Ayah kalau libur." jelas Baheera masih berusaha sabar.

Menabahkan hatinya melihat Taya masih sibuk dengan sekop kecil miliknya dan menggali-gali tanah dengan serius.

" Hu'uh, sudah mandi tadi. Taya wangi kok."

Taya menoleh sejenak ke arah mamanya dan kembali fokus dengan sekop dan tanah di hadapannya.

Jangan di tanya baju dan celana milik Taya, sudah kotor kok. Apalagi pantat celananya sudah berwarna tanah basah.

Kondisi halaman belakang rumah mereka memang basah akibat hujan yang mengguyur semalam. Entah ide dari mana Taya seperti mendapatkan ide untuk segera mencari cacing, dan tahu saja jika kondisi tanah seperti itu kemungkinan cacing memang ada.

" Galinya di tanah saja yah."

Pasrah Baheera melihat Taya yang asik dengan aktifitasnya. Baheera harus mengantisipasi agar Taya tidak merambat kearah pot bunga miliknya. Sebab Taya tahu kalau di pot bunga suka ada cacing yang hidup.

" Cacing buat apa Bang?" tanya Baheera lagi.

Baheera masih saja mengamati Taya dari jarak yang cukup, tidak menghampiri putranya itu. Tidak juga melarangnya lagi, karena pikirnya sudah terlanjur dan kalaupun dilarang baju dan celana milik Taya sudah terlanjut kotor.

Sekalian saja.

" Buat mancing. Eummm cacing boleh di pelihala Mama?"

Taya membalikkan badannya untuk menatap wajah mamanya, menunggu jawaban yang ia mau. Walaupun ia tahu kalau mamanya tidak suka cacing.

" Cacing bukan peliharaan Bang. Cacing itu bagus untuk kompos tanaman. Mending nanti cacing milik Abang taruh dipot bunga saja. Jadi bunganya tumbuh subur deh."

Baheera berusaha menjelaskan dengan ceria. Agar Taya berminat.

Lagipula kalau mau memancing dimana pula itu ia harus pergi mencari pemancingan dekat rumah. Kalau ke Depok, di rumah Kasan dan Necannya sana Taya bisa saja mengajak Kasannya untuk memancing, sebab disana mudah ditemukan tempat pemancingan umum.

" Pelgi mancing lah ini. Banyak loh, lihat Mama..."

Taya menunjukkan hasil pencariannya sedari tadi, Baheera yang melihat itu merinding geli melihat cacing-cacing tersebut bergerak-gerak di dalam wadah yang Taya sediakan.

" Kalau dekat sini Mama nggak tahu tempat pemancingannya Bang. Mancingnya nanti saja yah kalau kita ke Depok."

" Sama Ayah?"

" Iya sama Ayah. Tapi tanya Ayah dulu yah, bisa ke Depok atau nggak."

" Cacing Taya pelihala saja. Simpan sini, nanti bawa ke lumah Kasan."

Taya mengungkapakan idenya dengan mata berbinar senang.

" Keburu nanti cacingnya mati Bang, kan belum bilang Ayah kalau mau ke Depok." Baheera gemas sekali, selama ini belum pernah ia menonton tutorial memelihara cacing, tentu saja ia juga tak berminat memeliharanya.

" Taya mau pelihala.." kukuhnya tak mau dibantah. Taya sudah menunjukkan wajah cemberut miliknya, tak setuju dengan mamanya.

" Cacing bukan peliharaan."

" Ndak mau. Mau pelihala kok."

Baheera menghela napas, mengontrol emosinya agar lebih stabil. Pengalaman mengajarkannya untuk tidak mudah marah, agar sabar menghadapi Taya yang keras kepala.

" Emmm gimana kalau cacingnya Abang simpan di pot bunga sana saja. Nanti kalau di pot bisa hidup. Kalau di tempat itu nanti cepat mati deh." bujuk Baheera sabar, ia sampai menghampiri Taya dan mensejejarakan tingginya dengan bocah gembul itu.

Berusaha menarik perhatian Taya dan membujuknya dengan lembut.

" Nanti hilang Mama. Nanti di masuk tanah lagi.."

" Nanti Abang cari lagi. Di bantu Ayah..." bujuk Baheera lagi.

" Ndak mau..."

Baheera menghela napas karena sudah merasa lelah terlebih dahulu, memikirkan cucian yang terus bertambah, merapikan rumah, dan sekarang harus membujuk bocah gembul yang sedang keras kepala.

NatayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang