Part 144

9.4K 620 93
                                    

" Ayah...."

Taya memanggil ayahnya semangat. Mau cerita banyak hal dia. Beberapa hari ini ayah pulang kalau Taya sudah tidur.

Itu tidak seru sekali. Taya kan mau baca cerita sama ayah.

" Iya Bang. Kenapa nak?"

" Kemalin itu, kemalin lama kan kelumah Necan kan. Taya lihat Video kamal anteu Balqis."

Taya mau mulai cerita, tapi tetap saja tidak duduk diam. Bocah gembul itu berguling-guling malas diatas karpet ruang keluarga.

" Mainannya nanti susah Abang cari kalau dilempar." tagur Byakta begitu melihat Taya yang ancang-ancang ingin melempar mainannya.

" Taya ndak mau sekolah." ujarnya tiba-tiba.

Taya tetap mendengar teguran ayahnya. Takut dimarahi mama juga kalau lempar barang.

Nanti jadi teman setan.

" Abang kan belum sekolah kok Nak." Byakta gemas sekali dengan putranya ini.

Tiba-tiba saja tidak ingin sekolah, padahal dia belum masuk sekolah.

Memang sih ada anak-anak yang seusia Taya sudah masuk sekolah. Namun Byakta dan Baheera memiliki alasan tersendiri kenapa Taya belum masuk sekolah sekarang.

" Iya Ayah. Taya ndak mau sekolah pokoknya." pekiknya nggak terima.

" Kenapa Abang nggak mau sekolah?"

Byakta memberikan seluruh antensinya kepada putranya itu.

" Video Anteu Balqis Bu Gulunya tanya telus Ayah." jelasnya sebal. Taya jadi ingat video yang ia tonton bersama tantenya.

Tidak seru sekali.

Kata tantenya itu video orang sekolah.

" Video apa yang kamu tonton sih Bang?" Heran Byakta.

Gemas sekali dengan putranya ini. Mana posisinya rebahan begitu lagi.

Lengkap sudah.

" Video sekolah kata Anteu Balqis. Taya ndak mau sekolah kaya video Anteu. Bu gulunya ndak pintal."

" Coba Abang jelasin? Ayah belum paham nak."

Aduh Byakta kaget mendengar alasan putranya ini. Masa sih?

Jangan-jangan tante Balqis kasih tonton video aneh-aneh lagi. Tidak mendidik.

" Itu masa Ayah Bu Gulunya tanya telus. Tanya walna. Telus tanya ada belapa walna lainbow. Suluh count juga Ayah."

" Terus apa lagi Nak?"

" Bu Gulunya tanya banyak-banyak. Telus minta help telus." ceritanya antusias. Namun kentara sekali nada protes dari bocah gembul itu.

" Abang nggak suka kalau Bu Gurunya tanya?"

" Bukan kok. Taya suka kalau tanya-tanya. Mama suka tanya-tanya kok."

" Lalu nak? Kenapa jadi nggak mau sekolah?"

Byakta terkadang tidak bisa memahami isi pikiran putranya ini. Soalnya Taya terkadang suka diluar dugaan.

" Bu gulunya kok ndak tahu walna lainbow sih Ayah. Telus kok ndak bisa hitung. Taya bisa hitung kok. Bu gulunya tanya telus deh. Bu gulu ndak tau itu led, blue, ada yellow juga." wajahnya cemberut tanda protes tak terima.

Rasanya Byakta ingin menepuk dahi.

" Bu gurunya tahu kok nak." jelas Byakta gemas. Sepertinya Taya salah paham.

" Ndak tau Ayah. Bu Gulunya tanya telus loh. Taya ndak mau sekolah. Bu Gulunya ndak bisa count numbel." protesnya lagi untuk kesekian kali.

Ingin rasanya Byakta mengomeli adiknya karena membiarkan Taya menonton video itu.

" Sekolah seru kok. Bu Gurunya tanya kan biar Abang bisa sebutin. Bisa berhitung juga. Terus tanya biar Abang bisa baca."

" Bu Gulunya ndak bisa, tanya Taya?"

" Gurunya bisa nak. Tapi kan Taya ditanya karena itu buat uji pengetahuan."

" Uji apa?" sepertinya Taya baru dengar deh kata itu.

" Itu biar Bu Guru tahu Abang sudah bisa baca belum, sudah pintar hitung, terus sudah tahu warna juga."

" Ahhh.. Tapi Taya ndak mau sekolah." putusnya kemudian setelah sunyi.

" Nggak apa-apa kok. Abang main saja sama Mama di rumah sekarang."

Biarkan saja dulu, nanti sambil dibujuk juga pasti ingin sekolah lagi.

Soalnya Taya bisa berubah pikiran kok.

NatayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang