Part 26

8.3K 586 5
                                    

" Nataya..... Taya," Baheera terus memanggil putranya. Namun belum ada sahutan sama sekali dari Nataya. " Abang... " sekali lagi Baheera memanggil putranya.

Baheera menghela napas gemas, pagi-pagi sekali harinya sudah berwarna karena tingkah putranya. Ada-ada saja kelakuan Taya yang membuatnya senewen seperti sekarang.

Taya dan sunyi biasanya bukan kombinasi yang pas. Tidak cocok. Bukannya berpikir negatif, namun Baheera paham betul bagaimana perilaku putranya itu.

Baheera meninggalkan Taya sarapan seorang diri di depan televisi. Biasanya memang dipantau, bukan berarti Baheera duduk diam dan menunggui putranya selesai makan, namun hanya diawasi agar Taya menghabiskan makanannya atau memastikan kalau saja bocah itu tidak menjadikan makanannya sebagi mainan.

" Abang... Dimana?"

Astaga, jangan sampai Taya kabur, atau hilang. Baheera tidak bisa tidak memikirkan kemungkinan jelek seperti itu.

Nataya itu luar biasa sekali yah.

"  Abang...."

Baheera memastikan sekali lagi jika pintu depan rumahnya masih aman. Halamannya juga masih aman. Tidak ada tanda-tanda Nataya kabur.

Seperti bocah ABG saja jika benar kabur.

Perasaan Baheera sudah lebih aman. Mungkin putranya entah lagi dimana, dan sedang melakukan apa tidak ada yang tahu.

" Taya.... Ataga. Kamu...Yaallah...." Baheera memekik kaget, kehilangan kata-kata melihat putranya.

Sedangkan bocah gembul itu hanya menatap mamanya polos. Tidak tahu saja jika ia dicari-cari sedari tadi. Tidak tahu saja jika mamanya sempat berpikir jika ia kabur seperti ABG yang dilarang malam mingguan.

" Yaallah, Mama pengen nangis deh Bang."

Baheera ikut duduk lesehan di samping putranya yang sedang sibuk itu. Meratapi nasih menjadi ibu.

Harus sabar.

Harus sabar.

Mantra itu harusnya ampuh untuk Baheera. Tapi ada kalanya itu jadi sekedar teori belaka.

" Mama sedih?" mata bulat itu mengerjap polos. Benar-benar menggemaskan. Perhatiannya begitu tulus.

No tipu-tipu.

" Iya, mama sedih. Yaallah.." Baheera mengelus dadanya sambil belajar bersabar. Cobaan dunia berat sekali ya.

" Jangan sedih. Mama ndak nangis. Sabal, sabal, sabal."

" Mama tuh gemes sama Abang. Sedihnya karena Abang nih."

" Abang ndak sedih kok." Taya bingung karena mamanya bilang ia sedih.

Makan anak itu dosa tidak yah, pikir Baheera keki. " Mama yang sedih, Abang nggak sedih kok." Baheera menjelaskannya, sedangkan bocah itu menggangguk sok mengerti ucapan mamanya.

" Oke, jadi bisa Abang jelasin kenapa makanannya Abang buang?" Baheera bertanya lembut, padahal dalam hati dan pikirannya sudah bertanduk ingin marah.

Ingat cobaan hidup itu banyak, misalnya ujian sabar seperti ini.

" Taya ndak buang kok Mama. Ini Taya bantu Mama." jawab Taya sebal. Mana pernah ia buang makanan. Nanti nasinya bisa sedih. Taya takut nanti nasinya datang nangis-nangis waktu Taya tidur.

Yatuhan, gemes sekali Baheera dengan putranya itu, "itu, yang abang kubur di galian barusan loh Bang. Mama lihat kok. Piring makanan Abang juga masih jadi bukti nih."

" Taya bantu mama kok." Taya ngotot sekali. Tidak mau mengaku. Bibir mungil itu mengerucut sebal. Ia tidak suka dituduh. Mamanya nggak asik.

" Bisa jelasin sama Mama. Bantunya bagimana?" Oke mungkin Baheera harus membeli stok sabar. Pelan-pelan. Putranya itu cukup paham kok kalau makanan tidak boleh di buang. Jika tidak suka, maka jangan dipaksa makan lalu membuangnya nanti.

" Tadi Mama bilang sayulnya habis. Ini sayul-sayul Taya tanam. Mama ndak sedih lagi nanti, ada sayul Taya tanam. Oke Mama." Ujarnya polos, sambil menunjukkan dimana sayuran Taya buang tadi.

" Nasi sama ikannya abang tanam juga?"

" Ndak, makan kok Mama. Ndak abis nasi sama ikan, jadi ndak Taya tanam."

Jadi siapa yang salah? Baheera yang salah bicara tadi pagi waktu masak atau Taya yang terlalu pintar dan kreatif. Tapi kok begini sekali yah.

Perbanyak berbuat baik saja yah agar lebih banyak di karunia kesabaran.

NatayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang