Part 35

7.8K 598 24
                                    

" Yang, itu Taya ngapain sih? Hobby banget buka tutup kulkas. Ngadem atau ngapain?"

Byakta melirik penasaran dengan tingkah laku putranya. Sedari tadi Byakta perhatikan putranya itu membuka menutup kulkas dalam jangka waktu yang tak lama.

" Yang, itu lama banget loh dia buka kulkasnya. Duduk doang itu. Kamu nggak penasaran?"

Byakta penasaran, tapi rasa malasnya untuk menghamipiri putranya lebih besar daripasa tahu apa yang sedang dilakukan putranya itu.

Kalau sudah begitu Baheera suka sebal, Byakta bisa sangat cerewet kalau penasaran.

" Paling lagi makan doang itu mah." Baheera melirik putranya sejenak. Tidak penasaran sama sekali sama apa yang dilakulan putranya.

Sudah biasa.

" Yah makan apa? Emang kamu bikin apa sih? Sampe Taya nggak mau bangun gitu depan kulkas mulu. Duduk dengan damai sekali itu." gerutu Byakta kesal.

" Aku nggak bikin apa-apa kok. Lagi malas bikin-bikin gitu. Niatnya mau minta jajanin kamu nanti."

Baheera menatap suaminya sambil tersenyum lebar. Mencoba merayu agar diajak makan di luar.

Bosan juga tidak melakukan apa apa hari ini.

" Abang, ngapain?" akhirnya karena tidak tahan Byakta memanggil putranya dan menanyakan apa yang dilakukannya.

" Maam Ayah."

Bocah gembul itu menjawab ayahnya tanpa bergeming sama sekali. Masih asik dengan kegiatannya.

" Maam apa? Ayah di bagi?"

Baheera menggeleng gemas melihat kelakuan suami dan putranya itu. Kenapa juga harus berbicara kencang seperti itu.

" Jangan teriak. Nanti Taya ngikutin loh." Baheera mengingatkan suaminya. Suka sekali dua laki-laki ini berbicara kencang seperti yang baru saja mereka lakukan.

" Iya.. Iya.. Nggak teriak lagi."

" Ayah mau?" Taya sudah menghampiri ayah dan mamanya di ruang keluarga.

" Mau. Emang Abang maam apa depan kulkas?"

Sebelum ayahnya menyelesaikan pertanyannya Taya sudah berlari membuka kulkas lagi di dapur.

Ingin segera berbagi dengan ayahnya.

" Ini. Ayah Maam." Taya mengulurkan tangan mungilnya untuk berbagi dengan ayahnya itu.

" Biji?" Byakta memastikan jika ia tidak salah lihat. Tapi dilihat berkali-kalipun tidak biji pepaya di tangan putranya itu tidak berubah bentuknya.

Byakta tidak percaya, putranya memberi ia biji buah pepaya.

Benar-benar biji pepaya. Bukan buah, tapi biji.

" Huum, ini Ayah maam. Enak." ujarnya senang.

Taya mengambil satu buah biji pepaya, memasukkan dalam mulut mungilnya lalu menyesap sari-sari manis selaput biji pepaya, setelah itu ia membuangnya.

Baheera terkekeh geli melihat ekspresi suaminua itu. Masih tidak percaya sepertinya.

" Ayah maamnya pepaya. Bukan biji pepaya."  jawab Byakta keki, tak menyangka putranya suka mengemil biji pepaya.

" Mama maam?"

Taya mana peduli sama tanggapan ayahnya. Yang penting ia suka.

" Hmmmm Enak. Manis."

Taya berbinar senang mendengar yang dikatakan mamanya.

Seperti mendapatkan sekutu. Itu menyenangkan sekali.

Byakta yang melihat interaksi istri dan putranya tidak bisa memahami apa yang terjadi.

Ia merasa seperti orang luar saja. Padahal ia bagian dari mereka.

" Di kulkas memang nggak ada buahnya Bang?"

" Ada sana kulkas. Pepaya, Mama potong-potong."

" Itu kamu potong-potong buah pepayanya,  kok Taya bisa makanin bijinya?"

" Mama potong dua. Ada biji banyak." beritahu Taya.

" Aku belah dua aja. Soalnya Taya suka cemilin bijinya. Jadi aku biarin aja." Baheera menjelaskan lebih lanjut.

Apa ia lupa kasi tahu suaminya jika putra mereka suka cemilin biji pepaya.

Sepertinya tidak.

Buktinya Byakta masih saja tidak percaya.

NatayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang