Part 99

7K 635 83
                                    

" Mama, Ayah tuh...."

Taya berteriak heboh memanggil mamanya. Mengadukan kelakuan ayahnya yang menurut Taya tidak baik.

" Abang panggilnya pelan-pelan yah. Mama dengar nak."

Tak lupa juga Baheera terus mengingatkan putranya agar tidak berteriak ketika berbicara atau memanggil.

Terus diulang-ulang agar melekat di memori Taya.

" Ayah maamnya banjil." lapor Taya sebal.

Perbuatan ayahnya itu tidak dibenarkan menurut Taya, dan mamanya harus memarahi ayah.

" Ayah dimana?" tanya Baheera heran.

" Ada di dapul."

Taya menggandeng tangan mamanya dan segera mengajak ke arah dapur untuk melihat kelakuan ayahnya.

Ayah harus dimarahi karena makan dengan tidak baik.

Mama tidak boleh pilih kasih, Taya saja suka di tegur kalau salah. Jadi ayah juga harus ditegur.

" Emang Ayah makan pakai kuah sayur Bang?"

"Maam sayul kok," angguknya yakin, kemudian melanjutkan lagi protesannya  "Kan ndak boleh maam sampe banjil. Nanti temannya setan."

Taya menggerutu sebal, namum sebenarnya terdengar imut sekali bagi Baheera.

Putranya semakin pintar saja.

" Kan kalau suka tidak apa-apa dong. Taya juga suka kan kuah sop ayam? Sayur bayam juga." jawab Baheera bingung.

" Ndak boleh Mama. Malahin. Ndak baik kalau maam banjil banjil. Nanti temannya setan."

Taya tidak suka kalau mamanya membolehkan itu.

Itu kan perbuatan yang disukai setan.

Emang ayah mau temanan sama setan? Kan seram.

" Kan di kasih kuah biar nggak seret makannya."

Menurut Baheera hal itu tidak apa-apa. Ini kenapa putra gembulnya terlihat tidak suka dan rusuh sekali.

" Mama mah, ndak kuah kuah aja. Ayah maamnya banjil kok."

Taya sebal dengan mamanya. Terdengar sekali dari nada bicaranya.

Apalagi mama pilih kasih, Taya tidak terima. Ayah harus dimarahi.

" Lihat Mama.. Itu bajil kan?"

Taya melongokan kepalanya keatas piring makan milik ayahnya. Ia terlihat puas karena apa yang dikatakannya benar.

" Astaga Bang... Hahahhaha Yaallah, gemas sama kamu Bang."

Baheera tak bisa menahan tawanya. Ada saja tingkah Taya yang membuat harinya lebih berwarna.

" Kenapa?" Bingung Byakta melihat istri dan putranya menghampirinya di dapur.

" Ayah maam bajil." ujar Taya cepat.

" Banjir apa?"

Byakta benar-benar bingung, istrinya masih saja ketawa dan putranya terlihat semangat sekali menuduhnya.

Mana ada banjir? Byakta hanya makan dengan lauk dan sayur tumis. Nggak ada kuah sama sekali di piringnya.

" Itu maam banjil. Temannya setan." tunjuk Taya ke arah piring ayahnya.

" Apa sih Ma? Nggak paham." Byakta benar-benar tidak mengerti. Rasanya seperti tersesat.

" Ihhh itu Ayah maamnya banjil."

Taya terus kekeuh pada pendapatnya, sedangkan Byakta masih saja tidak paham.   Byakta merasa sebal karena istrinya tak kunjung menjelaskan maksudnya Taya.

" Sini duduk Bang," setelah tawanya mereda Baheera mendudukan Taya dekat ayahnya. Mereka terlihat menggemaskan sekali. " Bukan banjir Bang tapi mubajir. Itu kalau kita makan dan menyisakan makanan di piring. Makannya secukupnya saja agar tidak tersisa." jelas Baheera masih dengan senyum geli.

Sedangkan Byakta meringgis merasa bersalah, karena apa yang ia lakukan di protes oleh putra gembulnya.

" Iya ndak boleh banjil. Nanti temannya setan." angguknya sok gengsi.

" Mubajir Bang. Abang tahu kata itu dari mana?" tanya Baheera gemas.

" Tahu aja. Taya tahu sendili kok."

Byakta dan Baheera saling melirik, menggeleng geli melihat kelakuan putranya yang sok gengsi begitu.

Menggemaskan sekali.

NatayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang