Part 91

7K 619 77
                                    

" Bangun yuk nak. Ayah mau berangkat kerja itu loh."

Baheera menciumi wajah putranya agar segera bangun. Mungkin karena dua hari kemarin Taya lelah bermain jadinya sekarang ia sulit dibangunkan.

Taya hanya bergumam tak jelas dan kembali mencari posisi nyaman untuk melanjutkan tidurnya.

" Nanti kalau Ayah berangkat Abang jangan nangis cariin yah. Bilangnya nggak pamit. Bangun yuk, nanti bobo lagi."

Baheera masih saja membujuk Taya agar segera bangun.

Ritual pagi yang selalu mereka lakukan. Ketika ayahnya berangkat kerja, Taya dan mamanya akan mengantar sampai depan pintu hingga mobil ayahnya tak terlihat lagi.

" Ayo bangun yuk.."

Baheera mulai membawa Taya dalam gendongannya.

" Ndak mauu...." tolaknya marah, Taya sebal harus dibangunkan pagi sekali.

" Taya belum bangun yah?"

Tak lama kemudian Byakta muncul dari pintu kamar, melihat putranya yang masih mengantuk dalam gendongan mamanya membuat Byakta tersenyum bahagia.

Menggemaskan sekali.

" Nggak mau bangun nih Ayah."

" Abang, Abang, heiii.. Ayah berangkat kerja yah. Nanti main sama Mama di rumah yah sayang. Taya anak baik."

Byakta mensejajarkan wajahnya di hadapan Taya agar putra gembulnya itu mendengar.

Sedangkan bocah gembul itu terlalu lelap.

" Pamit yah..."

Byakta mencium puncak kepala putranya sayang, kemudian mengacaknya dengan gemas.

" Hati-hati yah Mas. Aku tidurin Taya dulu yah, aku antar sampai depan."

Taya tak merasa terusik sama sekali dengan gerakan yang dilakukan oleh mamanya. Begitu menyentuh tempat tidur Taya segera saja bergerak mencari posisi nyaman untuk melanjutkan tidurnya.

Benar-benar kelelahan membuat jam bangun Taya bergeser hingga pukul 8 pagi. Bangun tidur pukul segitu termasuk siang untuk Taya.

" Mama..... Mama..."

Kebiasaan ketika bangun tidur Taya mulai berubah. Sebelumnya ketika bangun jika tidak menemukan mamanya Taya akan menangis. Namun sekarang ketika bangun dan tidak menemukan mamanya Taya cukup mencari dan terus memanggil mamanya.

" Mama..." panggilnya imut, suaranya pelan dan terdengar kecil sekali.

" Mama...."

" Wah Abang sudah bangun."

Baheera kaget mendapati putranya menghampirinya di area belakang. Baheera sedang merapikan pakaian untuk dilipat sebelum disetrika.

" Ayah ndak ada?"

" Ayah sudah berangkat kerja."

Baheera segera saja meninggalkan pakaian kering milikknya. Lebih baik mengurus Taya terlebih dahulu sebelum drama lain mulai.

" Kok ndak pamit Taya..." protesnya cemberut.

" Abang sudah Mama bangunin loh, tapi Abang nggak mau bangun. Terus Ayah pamit kok, cium-cium Abang juga."

Baheera menjelaskan dengan sabar agar Taya tak marah.

Taya mudah mengambek.

" Ndak belasaaaaa tuh." Taya memincingkan wajahnya tanda tak percaya.

Aduh gengsi sekali bocah ini. Tidak mau mengakui.

" Nanti kiss Ayah kalau sudah pulang. Sekarang mandi dulu yuk baru sarapan."

" Ndak mau..."

" Nggak mau apa sih Bang?"

" Ndak mau kiss Ayah." jawabnya sebal.

Baru bangun tidur saja sudah bisa protes, bagaimana jika nanti sudah segar setelah mandi dan sarapan. Bisa makin cerewet.

" Tadi Abang bilang nggak kerasa di cium Ayah. Nanti cium sendiri deh biar berasa."

Baheera semakin semangat menggoda putra gembulnya itu. Gengsinya tinggi sekali.

" Ndak mau yah Mama. Ndak mau..." tolaknya keras kepala. Bibirnya monyong tanda sebal. Matanya memincing tak suka.

" Iya, iya. Abang jangan teriaklah. Mama bisa dengar. Nanti Mama saja yang bilang Ayah biar cium Abang. Jadi Abang nggak cium Ayah."

" Ndak yah Mama...." pekiknya marah.

Taya kesal karena mamanya terus menggoda dirinya. Ia sebal sekali.

NatayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang