Part 84

7.1K 614 51
                                    

" Abang kenapa berhenti?" 

Baheera dan Bykata heran melihat putra mereka yang berhenti seketika.

Ada apa dengan bocah gembul itu, membuat mama dan ayahnya pusing saja.

" Ayo Bang, kita jalan lagi." Byakta menghampiri putranya, mencoba menggandeng Taya lagi agar kembali jalan seperti sebelumnya. Namun Taya masih saja bergemik, tak mengindahkan sama sekali ajakan ayahnya.

Uluran tangan ayahnya saja ia abaikan.

Bahkan sebelumnya Taya berlari saking semangatnya dengan kegiatan sore mereka. Jalan-jalan santai sore hari sambil mencari jajan.

" Ndak mau. Mau jajan kelupuk." 

Fokus Taya kearah warung depannya yang menjual kerupuk yang digantung di depannya. Menurut Taya itu sangat menggodanya, seolah-olah memanggilnya untuk segera jajan dan memakannya.

" Bilang Mama dulu kalau mau jajan kerupuk."

" Ndak mau. Mau jajan kelupuk dulu." kukuhnya tak mau dibantah sama sekali.

" Kan kita mau beli martabak loh. Yang ada cokelat sama kejunya." Bujuk Byakta lagi.

Perkara Taya tiba-tiba mogok begini sering kali terjadi. Dan itu butuh waktu untuk membujuknya.

Terkadang Taya akan mendapatkan keinginannya, tapi bisa juga ia kalah lalu menangis.

" Itu beli kelupuk dulu. Walna putih-putih." tunjuknya ke arah kaleng kerupuk.

Taya suka sekali kerupuk, tapi mama sering selali tidak memperbolehkannya untuk memakannya.

" Itu kasian Mama tunggu Abang sama Ayah nih. Lihat deh. Kita beli martabak saja yah."

Byakta masih berusaha sabar untuk membujuk Taya dengan mode seperti ini.

" Mau kelupuk. Huwaaaa kelupuk. Satu saja Ayah..."

Taya mulai menangis sedih, suaranya terdengar sedih sekaligus memaksa penuh rengekan.

Baheera yang sabar menunggu dari jauh pada akhirnya menghampiri suami dan putranya.

" Satu saja. Ndak banyak Ayah.. hiks.. hikss..." pintanya lagi masih disertai tangisan.

" Kenapa?"

Baheera bertanya lembut, menghapus air mata putranya dengan sayang. Tangisannya terlihat sedih, bukan jenis rengekan.

" Mau kelupuk itu. Putih satu..." tunjuknya dengan tangan mungilnya.

Padahal tadi ayahnya bilang kalau mau jajan harus ijin mama, tapi Taya nggak mau dan memilih menangis sama ayahnya. Dan sekarang mamanya sudah berada di depannya, mau tidak mau ia harus memberitahu juga.

Entah gengsi atau ia tahu kalau mamanya sulit mengabulkan keinginannya.

Kalau mau meminta sesuatu lebih mudah meminta pada ayahnya. Kalau sama mama Taya suka kalah.

" Kenapa harus nangis sih Bang kalau mau jajan kerupuk? Kalau Abang nangis belum tentu Mama sama Ayah akan kabulin permintaan Abang. Abang kalau minta sesuatu ijin dulu yah, lalu mintanya yang baik. Dan boleh mintanya sama Ayah sama Mama saja."

Baheera memberikan nasehat lembut pada putranya, memastikan Taya mengangguk mengerti mengenai yang ia katakan.

Baheera juga heran sekali dengan putra gembulnya itu, tidak dibelikan kerupuk saja menangis sedih begini.

Bagaimana jika nanti besar? Drama apa yang akab Taya lakukan jika tidak dipenuhi keinginannya.

" Boleh kok jajan kerupuknya," senyum Baheera lembut " tapi beli satu saja yah. Lalu kita sharing deh, buat Abang, Mama sama Ayah. Kita harus sharing, nggak boleh pelit." Baheera memberitahu putranya dengan lembut.

Bukannya pelit dan tidak mampu, tapi obsesi Taya dengan kerupuk itu sama seperti obsesi Taya terhadap sop ayam dan pudding mangga.

Favorit.

" Hu'uh. Satu saja, nanti kita shaling kelupuknya." ujarnya senang. Tangisannya juga terhenti seketika.

Baheera dan Byakta yang menyaksikan itu saling melemparkan pandangan dan tersenyum dengan kelakuan putranya itu.

Ada saja cerita mengenai Taya yang membuat mereka belajar lebih banyak setiap harinya.

NatayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang